JAKARTA – Proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia
yang memperkirakan Indonesia akan menjadi negara terbesar kelima dunia
pada 2024 mendatang, dinilai hanya sekedar angan-angan jika berbagai
masalah fundamental yang menyebabkan daya saing RI kurang kompetitif
belum diselesaikan.
Indonesia yang pada 2008 tidak masuk 10 besar ekonomi dunia
diproyeksikan pada 2024 berada di posisi kelima setelah Tiongkok, AS,
India, dan Jepang.
Masalah-masalah fundamental tersebut, antara lain sistem kroni, oligarki, rent seeking,
lebih mengedepankan impor dan pemberian pembiayaan menggunakan dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada segelintir orang.
Penasihat Senior Indonesia Human Rights Committee for Social
Justice (IHCS), Gunawan, di Jakarta, Selasa (28/7), mengatakan Indonesia
berpotensi menjadi negara dengan perekonomian yang besar dan kuat
karena mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah
serta didukung teknologi dan ekonomi kreatif yang beragam.
Namun, potensi jadi negara ekonomi besar itu hanya akan jadi
angan-angan, kalau masalah fundamental yang menghambat investasi belum
dibenahi. Sistem kroni, jelasnya, mengabaikan kompetisi yang sehat di
antara pelaku usaha.
“Bagaimana investor mau masuk kalau iklim usaha yang dibangun hanya
menguntungkan para kroni, kompetisi secara sehat hanya sebatas
wacana,” kata Gunawan.
Belum lagi soal teknis seperti ekonomi biaya tinggi, ketidakpastian
hukum, tumpang tindih perizinan, pungli, dan korupsi yang merajalela
terutama di daerah, dan ketidaksinkronan aturan di pusat dengan
peraturan daerah.
Demikian juga di pemerintahan, Gunawan menilai dalam praktiknya
yang berlaku adalah sistem oligarki di mana kekuasaan politik secara
efektif dipegang oleh sekelompok elit kecil masyarakat. Segelintir
kelompok itulah yang banyak bermain di dalam kekuasaan sehingga
mendominasi perekonomian yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan
pendapatan.
“Dengan memonopoli perekonomian, mereka mengais keuntungan sebesar-besarnya atau rent seeking melalui
pengaruhnya untuk membuka keran impor seluas-luasnya, khususnya impor
produk pertanian, sehingga produksi petani dalam negeri tidak
kompetitif,” kata Gunawan.
Kelompok itu saat krisis cenderung menunggangi kekuasaan untuk
menggunakan keuangan negara menyelamatkan bisnisnya dengan dalih biaya
krisis seperti dana BLBI.
Ditanggung Negara
Setelah bisnis mereka selamat, bebannya tetap ditanggung negara melalui penerbitan surat utang baru.
Kekuatan ekonomi Indonesia, tambah Gunawan, sebenarnya terletak di
perdesaan terutama para petani. Namun, mereka belum mendapat perhatian
yang optimal dengan menjadikannya sebagai industri pertanian yang
modern.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice/IGJ,
Rachmi Hertanti, mengatakan kunci kemajuan ekonomi Indonesia ada di
sektor riil. “Saat ini, keberpihakan pada sektor riil masih
dipertanyakan. Bahkan peta jalan pembangunan dan pengembangan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat menghadapi resesi belum baku,”
kata Rachmi.
0 comments:
Post a Comment