JAKARTA- Pandemi Covid-19 kini tengah merebak ke lebih dari seratus negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Sejak dinyatakan positif terdapat pasien Covid-19 beberapa waktu lalu, kasus Covid-19 semakin bertambah dan kini telah mencapai angka lebih dari 600.
Meskipun demikian, angka ini masih dirasa sedikit jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara lain mengingat kondisi kesiapan Indonesia dalam menangani pandemi ini.
Para pejabat kesehatan, dokter dan peneliti merasa skeptis dan meragukan angka kasus covid-19 di Indonesia dan percaya bahwa kemungkinan ada lebih banyak kasus yang belum terdeteksi di negara yang berpenduduk 260 juta orang ini.
Dengan merebaknya kasus Covid-19 di Indonesia ini, yang paling merasakan dampak adalah warga miskin yang tidak memiliki akses kesehatan yang baik dan tingkat ekonomi yang minim.
Beberapa kisah pilu juga dirasakan warga miskin di tengah pandemi covid-19 ini yang hingga kini masih berusaha bertahan ditengah keterbatasan ekonomi dan akses kesehatan, seperti yang dilansir dari South China Morning Post.
Hasib adalah salah satu warga miskin yang ikut terdampak di tengah pandemi corona yang kini tengah melanda Indonesia. Hasib adalah seorang pemilik toko kecil di daerah kumuh tepi sungai di pusat Jakarta . Hasib hidup bersama istri dan anak-anaknya.
Ia bersama istri menjual berbagai macam barang di toko kecil milik mereka, mulai dari kopi instan, teh, mi instan, minuman dingin dan rokok, hingga mainan murah dan beras. Namun, dengan pekerjaan dan penghasilan Hasib berjualan di tokonya, Ia dan istri tidak bisa membeli barang yang justru penting dan sangat dibutuhkan oleh mereka saat ini, yaitu masker dan hand sanitizer.
Sebagaimana virus corona telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia yang kini telah mencapai ratusan kasus, keluarga miskin seperti Hasib dan istrinya tidak memiliki pilihan untuk bisa melakukan apapun selain khawatir.
"Kami benar-benar tidak memiliki sesuatu yang spesial yang bisa untuk membantu kami. Kami harap kami akan baik-baik saja." Kata Hasib.
Selain Hasib dan Khomsiah, ada warga lain yang juga tinggal di daerah kumuh ini. Kebanyakan dari mereka juga bekerja sebagai penjual minuman keliling dengan sepeda. Mereka yang tinggal di sana kebanyakan berasal dari pulau Madura yang berbondong-bondong ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Beberapa dari mereka sudah tinggal lebih dari 20 tahun yang lalu.
Munidin adalah seorang penjual kopi keliling yang sudah berjualan
sejak tahun 2011. Munidin setiap harinya bekerja mulai dari siang
hingga malam hari di pinggir jalan antara dua pusat perbelanjaan besar
di Jakarta. Setiap harinya Ia biasanya menghasilkan sekitar 50.000 rupiah untuk menghidupi istri dan tiga anaknya.
"Saya benar-benar tidak tahu banyak tentang korona, tetapi jika kami sakit, kami akan pergi ke Puskesmas," katanya.
Tetapi
puskesmas tidak bisa merawat atau menangani seseorang yang mengidap
virus corona. Mereka tidak memiliki alat pengujian virus corona atau
mesin ventilasi, dan hanya beberapa dari puskesmas yang memiliki tempat
tidur rawat inap.
"Kami memiliki alat untuk mengukur suhu,
melakukan penyaringan awal sebagai langkah pertama, dan memantau gejala,
memeriksa riwayat perjalanan mereka," kata dr Arita Magdalena, kepala
satu klinik kesehatan setempat.
"Jika mereka memiliki poin kriteria seperti gejala Corona, Puskesmas akan merujuk mereka ke rumah sakit yang lebih besar." imbuhnya.
"Saya mendengar berita tentang virus ini. Saya membacanya. Ya, saya khawatir, tapi saya tidak punya masker," katanya.
Hal serupa juga dirasakan oleh Fuzalih, seorang pedagang yang
berjualan di seberang gang beraspal kecil yang membentang di
tengah-tengah perkampungan kumuh. Fuzalih mengatakan bisnisnya sedang
surut karena virus corona ini, karena semakin sedikit orang yang pergi
ke pusat perbelanjaan kecil tempat ia mendirikan warungnya.
Tidak
hanya tentang penurunan penghasilan yang dialami oleh warga miskin yang
terdampak corona ini, tapi yang lebih buruk lagi adalah mungkin banyak
belum tentu mendapatkan informasi kesehatan yang tepat tentang Covid-19
ini.
"Pemerintah mengatakan bahwa jika kita sehat, kita tidak perlu memakai topeng," kata Fuzalih.
Orang-orang seperti Fauzalih juga sering berkelakar bahwa perkampungan kumuh tempat Ia tinggal adalah daerah 'anti corona'.
0 comments:
Post a Comment