MESKI tuntutan penundaan pemilu secara tegas ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK), tetap muncul putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Partai Prima menggugat KPU, lalu gugatannya dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat. Inti putusannya: pemilu ditunda. Putusan aneh dan oleh para pakar hukum dianggap menciderai dunia hukum. Meski juru bicara istana terlihat membelanya.
Sebelumnya, isu tunda pemilu secara intens dan massif terus diwacanakan
oleh kelompok yang berafiliasi ke istana. Mulai dari partai koalisi,
oknum di lembaga survei, hingga menggunakan jasa para buzzer. Publik
paham siapa yang bermain dan menjadi aktor utama penundaan pemilu. Para
pemain watak tetap terbaca melalui berbagai info yang di era digital ini
mudah untuk diakses bocorannya.
Sesuai jadwal, pemilu
dilaksanakan tahun 2024. Pilpres-pileg di bulan Februari, dan pilkada di
bulan oktober 2024. UU pemilu mengatur pelaksanakan pemilu tahun 2024.
Semua seharusnya berpijak pada undang-undang. Ini logika normal dan
sehat. Setiap kebijakan di luar ketentuan undang-undang yang berlaku,
itu ilegal dan tidak memiliki legacy untuk diakui dan diterima. Harus
ditolak secara massal sebagai sesuatu yang melanggar aturan.
Di
negara hukum, semua program dan kebijakan mesti taat aturan. Tahun depan
(2024) akan digelar pemilu, baik pilpres, pileg maupun pilkada. Mereka
yang ikut jadwal ini masuk dalam kelompok yang taat aturan. Kata Ibu
Mega, mereka adalah kelompok konstitusional. Tunda pemilu, itu
inkonstitusional.
Di Pilpres 2024 nanti, setidaknya ada dua
hingga tiga pasang capres-cawapres. Pertama, Anies Baswedan yang diusung
oleh Koalisi Perubahan. Kedua, calon dari PDIP. Kemungkinan adalah Puan
Maharani. Ketiga, Prabowo Subianto. Meski nasib Prabowo masih
bergantung pada PKB.
Dari tiga kandidat calon ini, Koalisi
Perubahan memilih taat pada aturan. Koalisi Perubahan mempersiapkan diri
jauh-jauh hari untuk berkontestasi secara fair di pilpres Februari
2024. Kalau pemilu ditunda, Koalisi Perubahan, khususnya Anies Baswedan
sebagai capresnya akan merasa paling dirugikan. Sebab, Anies di 2024 ini
boleh dibilang Rising Star. Inilah "Golden Moment" bagi Anies.Bagaimana dengan PDIP? Sampai saat ini, PDIP konsisten dengan jadwal
Pemilu 2024. Apa pertimbangannya? Jika pemilu ditunda, maka Jokowi akan
makin berkuasa. Ini bahaya bagi PDIP di tengah sedang mempersiapkan
suksesi kepemimpinan partai.
Tunda pemilu sama artinya memberi
peluang buat Jokowi untuk berkuasa lebih lama, bahkan bisa seumur hidup.
Bagi PDIP, ini akan jadi ancaman.
Sederhananya, kalau pemilu
ditunda, Jokowi makin berkuasa, dan selanjutnya kepemimpinan PDIP bisa
diambil alih Jokowi. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh penguasa yang
makin berkuasa. Apapun alasan realistisnya, PDIP dalam konteks ini
konsisten dengan konstitusi.
Lalu, bagaimana dengan Prabowo?
Belum ada statement. Apa ini artinya Prabowo juga sepakat pemilu
ditunda? Rumor yang berkembang, sejumlah anak buah Prabowo di partai
sepakat dengan penundaan pemilu. Benarkah?
Undang-undang
mewajibkan pemilu digelar tahun 2024. Tapi, ada pihak-pihak yang
menginginkan pemilu diundur, lalu cari alasan dan landasan hukumnya. Ke
MK gagal, lalu ke PN Jakarta Pusat. Kelompok ini gigih mengupayakan
mundur pemilu dengan berbagai cara, meski ditolak MK dan berisiko
terjadi keributan, bahkan terjadi ledakan politik.
Nampaknya,
nafsu dan ambisi kelompok ini mengabaikan aturan dan tidak peduli dengan
semua risiko yang kemungkinan akan terjadi. Siapa mereka? Adalah
orang-orang yang diuntungkan jika pemilu ditunda.
Mayoritas
anggota DPR dan DPD senang jika pemilu ditunda. Mereka dapat tambahan
waktu gratis, dengan gaji, tunjangan dan fasilitas yang tentu saja anda
tahu.
Selain anggota DPR dan DPD, tentu saja mereka yang berada di
lingkaran kekuasaan. Mereka bisa berkuasa lebih lama dengan semua
fasilitas yang mereka peroleh. Bahkan kalau beruntung bisa berkuasa
seumur hidup. Enak bukan?
Kelompok berikutnya adalah kelompok
ketiga. Mereka menginginkan pemilu dipercepat, sebelum 2024. Pertama,
mereka memang tidak pernah percaya kepada penguasa. Menurut mereka, ada
sejumlah orang yang secara licik selalu mendorong tiga periode, tunda
pemilu, calon boneka, jegal lawan, dan upaya-upaya kelicikan lainnya.
Kedua,
mereka tidak punya panggung kecuali jika terjadi ledakan. Maka, mereka
menunggu trigger yang berpotensi menciptakan ledakan itu.
Bagi
kelompok ini, isu tunda pemilu dianggap momen yang tepat karena bisa
jadi trigger ledakan politik, dan akhirnya pemilu bisa dipercepat.
Ketika
keputusan PN Jakarta Pusat meminta KPU menunda pemilu, maka kelompok
ini merasa mendapat momentum. Mereka langsung melakukan konsolidasi,
memantau situasi kapan yang tepat untuk diledakkan.
Pada
akhirnya, akan sangat bergantung kepada pihak penguasa itu sendiri.
Kalau bersikap wajar, normal, dan konsisten terhadap undang-undang, maka
kecil kemungkinan akan terjadi preseden di negeri ini.
Tapi,
jika mereka yang berada di lingkaran kekuasaan tetap ngotot tunda
pemilu, ledakan sedang ditunggu oleh pihak-pihak tertentu. Kalau ini
terjadi, maka akan bergantung siapa yang lebih kuat. Yang kuatlah yang
akan menjadi pemenangnya
Bagaimana dengan nasib rakyat dan bangsa ini? Lagi-lagi, rakyat dan bangsa ini yang akan selalu jadi korban.
0 comments:
Post a Comment