JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie menegaskan aturan main Pilpres 2024 tidak bisa diubah lagi setelah Mahkamah Konstitusi memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dengan begitu, dia mengatakan MKMK tidak memiliki wewenang untuk mengubah atau menganulir putusan tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden tersebut.
“Diatur di konstitusi demikian dan juga di undang undang sebagaimana sudah dipraktikkan, bahkan sudah beberapa kali ada putusan MK soal mengikatnya, itu sudah menjadi doktrin. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Menurut dia, pengambilan keputusan MK yang melanggar aturan merupakan persoalan lain tetapi putusan MK tetap bersifat final dan mengikat.
Mengenai gugatan yang dilayangkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama terhadap pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang pemilu, Jimly menilai jika dikabulkan, aturannya akan berlaku pada Pemilu 2029.
“Putusan aturan main itu, kalau prosesnya sudah dimulai, ya dijalankan. Jadi, kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029,” tegas Jimly.
Diberitakan sebelumnya, MKMK menegaskan tidak mempertimbangkan untuk mengubah atau membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
“Majelis Kehormatan berpendirian untuk menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang berkaitan dengan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian antara lain berupa pembatalan, koreksi, atau meninjau kembali terhadap putusan Mahkamah Konstitusi konstitusi in casu putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Anggota MKMK Wahiduddin Adams di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
“Termasuk juga dalam hal ini, Majelis Kehormatan tidak akan masuk melakukan penilaian terhadap aspek teknis yudisial Mahkamah Konstitusi in casu hakim konstitusi yang merupakan perwujudan pelaksanaan prinsip kemerdekaan hakim konstitusi sebagai sembilan pilar konstitusi dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagai kelembagaan,” tambah dia.
Sebelumnya, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah,” kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.
0 comments:
Post a Comment