KONTAK BANTEN Serangan udara Israel yang menewaskan sejumlah petinggi militer dan
ilmuwan nuklir Iran telah memicu gelombang kemarahan di Teheran.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian dalam pidatonya yang disiarkan televisi
pada Jumat, 13 Juni 2025, menegaskan bahwa negaranya akan memberikan
balasan yang keras dan terukur terhadap serangan tersebut.
“Republik Islam Iran akan memberikan jawaban
yang tegas, bijaksana, dan kuat kepada rezim penjajah,” katanya,
mengacu pada Israel, seperti dilaporkan Euronews.
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang langkah Iran selanjutnya, termasuk kemungkinan paling berbahaya, yaitu mempercepat program senjata nuklir.
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang langkah Iran selanjutnya, termasuk kemungkinan paling berbahaya, yaitu mempercepat program senjata nuklir.
Sejumlah analis menilai bahwa serangan Israel bisa mendorong Iran keluar dari semua komitmen pengendalian senjata dan mulai membangun bom nuklir secara terbuka.
Kenneth Pollack, wakil presiden Middle East Institute di Washington, menyebut bahwa serangan ini mungkin menjadi pemicu keputusan paling ekstrim dari Teheran.
“Israel telah membuka kotak Pandora: respons terburuk Iran mungkin juga merupakan yang paling mungkin, yaitu keputusan untuk menarik diri dari komitmen pengendalian senjata dan membangun senjata nuklir dengan sungguh-sungguh,” kata Pollack.
Sementara itu, Jonathan Panikoff, direktur keamanan Timur Tengah dari Dewan Atlantik, mengatakan bahwa kemarahan pemimpin Iran bisa membuat mereka merasa tak punya pilihan selain segera memiliki senjata nuklir, atau kehilangan kesempatan itu untuk selamanya.
Kekhawatiran itu tidak datang tanpa dasar. Laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengungkapkan bahwa Iran kini sudah memperkaya uranium hingga 60 persen, yang secara teknis hanya tinggal satu langkah lagi dari tingkat senjata nuklir yang umumnya berada pada level 90 persen.
Meski badan tersebut tidak bisa memverifikasi total pasokan uranium Iran sejak 2021, perkiraan menunjukkan bahwa per 17 Mei 2025, Iran memiliki sekitar 9.247 kilogram uranium, dengan 408,6 kilogram di antaranya telah diperkaya hingga 60 persen. Beberapa laporan lain bahkan mengklaim bahwa jumlah tersebut cukup untuk memproduksi hingga sembilan bom nuklir.
Menurut Pollack, respons nuklir Iran kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, melainkan sebagai strategi jangka panjang. Salah satu skenario yang diprediksi adalah keluarnya Iran dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir serta dari kesepakatan nuklir tahun 2015, yang selama ini menjadi penghalang resmi bagi pengembangan senjata tersebut.
Di tengah ketegangan, negosiator dari Amerika Serikat dan Iran dijadwalkan bertemu di Oman untuk melanjutkan putaran keenam perundingan mengenai program nuklir Iran. Namun menurut Pollack, sangat kecil kemungkinan kesepakatan baru bisa dicapai sekarang.
Ia menilai para pemimpin Iran sedang berada dalam titik paling tidak tertarik untuk bernegosiasi, terutama setelah serangan militer Israel yang memancing kemarahan nasional.
"Tanpa adanya kesepakatan baru, serangan Israel memang sempat memperlambat program nuklir Iran, tapi justru mempercepat ancaman jangka panjangnya," kata Pollack.
Di luar isu nuklir, Iran juga memiliki banyak pilihan balasan lain terhadap Israel. Salah satu yang paling mungkin adalah melalui serangan rudal dan drone. Meskipun sistem pertahanan Israel seperti Iron Dome cukup canggih, Iran dinilai tetap berpeluang menimbulkan kerusakan.
Iran dikenal memiliki persenjataan rudal balistik terbesar di Timur Tengah. Laporan militer Amerika Serikat tahun lalu mencatat bahwa Iran memiliki ribuan rudal balistik dan jelajah, termasuk drone tempur, yang bisa menjangkau berbagai wilayah dari Israel, Teluk Arab, hingga Eropa Tenggara.
Industri pertahanan Iran juga terus mengembangkan teknologi rudal jarak menengah dan hipersonik, seperti rudal Fattah-1, yang diklaim mampu bermanuver menghindari sistem pertahanan musuh. Rudal ini memiliki kendaraan masuk-kembali yang bisa mengubah arah di udara, membuatnya sulit untuk dicegat.
Selain itu, Iran juga baru-baru ini memperkenalkan rudal baru bernama Qasem Basir, buatan dalam negeri dengan jangkauan lebih dari 1.200 kilometer. Rudal ini dirancang untuk menghindari sistem pertahanan seperti Patriot dan diklaim mampu mengenali target asli di antara umpan, serta tahan terhadap serangan elektronik.
Pilihan lain bagi Iran adalah meluncurkan serangan siber. Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2023, ketika Iran berhasil melumpuhkan jaringan listrik di sejumlah rumah sakit Israel melalui serangan siber. Meskipun belum ada kepastian tentang seberapa kuat kemampuan siber Iran saat ini, sejumlah analis meyakini bahwa Teheran masih menyimpan banyak senjata digital yang belum digunakan. Di sisi lain, kemampuan pertahanan siber Israel juga dianggap tangguh, sehingga bentrokan di dunia maya ini akan sangat sulit diprediksi.
Serangan terbaru Israel yang turut menargetkan fasilitas drone dan rudal balistik Iran memang menimbulkan hambatan bagi respons militer langsung dari Teheran. Namun banyak analis percaya bahwa Iran akan tetap mencari cara untuk membalas, baik melalui senjata, diplomasi, maupun jalur yang lebih tersembunyi seperti siber dan propaganda. Satu hal yang pasti, serangan Israel telah membuka babak baru dalam konflik dua negara ini - yang kini semakin dekat ke arah konfrontasi berskala besar, dan bahkan mungkin perlombaan senjata nuklir
0 comments:
Post a Comment