
Suasana rapat kerja (raker) Komisi III DPR dengan pemerintah pada
Pembicaraan Tingkat I di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 13
November 2025.
JAKARTA KONTAK BANTEN Komisi III DPR memaparkan 14 substansi utama dalam Rancangan
Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)
yang saat ini tengah dibahas bersama pemerintah. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan bahwa RUU KUHAP merupakan
inisiatif DPR yang disahkan dalam sidang paripurna pada 18 Februari
2025.
Setelah disetujui sebagai usul inisiatif,
DPR juga telah menyampaikan surat resmi surat kepada Presiden Republik
Indonesia melalui surat nomor B.2651/RG/0101/02/2025 tanggal 18 Februari
perihal RUU KUHAP untuk menindaklanjuti pembahasan bersama pemerintah.
“Selanjutnya DPR RI menerima surat dari Presiden Republik Indonesia. Untuk menindaklanjuti hal sebagaimana tersebut di atas dan sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan kami pimpinan Komisi 3 DPR RI untuk menyampaikan penjelasan RUU KUHAP,” ujar Habiburokhman dalam rapat Panja RUU KUHAP dengan agenda Pengambilan Keputusan Tingkat I di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.
“Selanjutnya DPR RI menerima surat dari Presiden Republik Indonesia. Untuk menindaklanjuti hal sebagaimana tersebut di atas dan sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan kami pimpinan Komisi 3 DPR RI untuk menyampaikan penjelasan RUU KUHAP,” ujar Habiburokhman dalam rapat Panja RUU KUHAP dengan agenda Pengambilan Keputusan Tingkat I di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.
Menurutnya, pembaruan KUHAP menjadi penting karena sistem peradilan pidana saat ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tuntutan transparansi dan akuntabilitas hingga perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, penyandang disabilitas, perempuan, dan anak. Perkembangan teknologi informasi juga berpengaruh terhadap cara penegakan hukum.
“Oleh karena itu, setiap pasal dalam RUU ini tentu harus merespons kebutuhan tersebut dengan bijaksana dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia,” tegasnya.
Dalam penjelasan yang disampaikan Komisi III DPR, berikut 14 substansi baru yang menjadi fokus pembaruan RUU KUHAP:
1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas.
4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen kebutuhan khusus serta menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan yang ramah dan aksesibel.
9. Penguataan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due proces of law. Termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi.
13. Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.






0 comments:
Post a Comment