Tuesday, 15 February 2022

Pemerintah Andalkan PLTS sebagai Penyuplai Utama Energi Bersih

 


» Banyak daerah di Indonesia daya radiasi mataharinya melimpah, mestinya dimanfaatkan sebagai keunggulan komparatif.

» Banyak mafia dan industri tidak senang dengan energi nonfosil karena selama ini bisnis energi fosil menguntungkan mereka.

JAKARTA - Pemerintah akan mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai tulang punggung untuk menyuplai energi bersih di Indonesia pada 2060. Hal itu didasarkan pada potensi energi surya yang sangat besar karena letak geografis Indonesia di garis khatulistiwa.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin (14/2), mengatakan total potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.294 gigawatt peak (GWp).

Potensi besar itu didukung oleh radiasi matahari yang dapat mencapai lebih dari 3,75 kWh per meter persegi per hari, sehingga mampu membuat panel surya bekerja maksimal menghasilkan listrik.

Guna memaksimalkan potensi tersebut, pemerintah, jelasnya, akan membangun PLTS di kawasan perumahan, lapangan terbuka, savana, namun tetap mengecualikan area hutan lindung

Dalam empat dekade ke depan, Indonesia membutuhkan investasi sebesar 169.703 juta dollar AS untuk membangun PLTS berkapasitas 361 gigawatt atau 61 persen dari total keseluruhan kapasitas energi bersih saat itu sebesar 587 gigawatt.

Perhitungan investasi dengan kapasitas pembangkit listrik surya yang akan dipasang tersebut mengacu kepada target penurunan emisi karbon di sektor energi. Apalagi pemerintah Indonesia secara tegas mengatakan akan menghentikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara mulai tahun 2030. "Untuk memenuhi permintaan terhadap energi listrik dan untuk mencapai target emisi nasional maka kami memiliki target untuk memasang 587 pembangkit energi baru terbarukan sampai tahun 2060," kata Arifin.

Dia pun berharap dengan roadmap atau peta jalan pembangunan energi terbarukan yang dimiliki oleh Indonesia saat ini, akan menarik minat investor untuk menanam modal pada proyek energi bersih tersebut.

"Ini ada peta jalan yang telah kami rencanakan. Kami berharap ini bisa menarik investor untuk datang dan bergabung dengan proyek di Indonesia karena target yang kami miliki cukup ambisius untuk bisa diterapkan," kata Arifin.

Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, yang diminta tanggapannya menyatakan dukungan atas langkah pemerintah mengandalkan PLTS sebagai penyuplai utama energi bersih.

Sebab, potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia sangat besar, namun belum diolah secara optimal, sehingga tertinggal dari banyak negara lain seperti Vietnam yang sudah banyak memanfaatkan energi surya.

"Banyak daerah di Indonesia daya radiasi mataharinya melimpah, mestinya dimanfaatkan sebagai keunggulan komparatif kita," kata Mamit.

Dia lalu mangapresiasi pemerintah yang sudah memulai banyak hal termasuk melakukan inovasi pembiayaan untuk pengembangan PLTS. Selain inovasi pembiayaan, dia juga meminta pemerintah mendorong teknologi smart grid dan super grid untuk peningkatan dan pengembangan EBT.

"EBT ke depan harus bisa berbasis IT sehingga lebih mudah baik dari sisi operasional maupun pengawasannya," tegasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Sosial Ekonomi dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam, mengatakan upaya mengurangi kebergantungan terhadap energi fosil dengan mendorong PLTS sebagai tulang punggung energi nasional sangat logis dan relevan.

"PLTS bersih tanpa polusi dan limbah sehingga jelas sangat ideal untuk masa depan. Apalagi secara geografis sumber energi surya cukup melimpah di negara tropis, perlu langkah serius dan sungguh-sungguh. Jangan lips service saja, hanya menjadi gincu kebijakan. Perlu realisasi lebih cepat dan roadmap progres yang lebih jelas agar tidak hanya indah di kertas kebijakan," kata Surokim.

Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, dia mengakui perlu investasi yang besar dan riil agar memiliki multiefek bagi pengembangan energi nasional. Apalagi dalam pengembangan energi bersih masih dihadapkan pada kepentingan ekonomi politik yang terus menghambat pengembangan energi nonfosil.

"Banyak mafia dan juga industri tidak senang dengan energi nonfosil karena selama ini bisnis energi fosil menguntungkan mereka," tutupnya.

No comments:

Post a Comment