![]() |
Kegiatan diskusi "Merumuskan Fiqh Zakat on SDGs", di Jakarta, Rabu (26/7) yang menampilkan pembicara Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin, KH Masdar Farid Marsudi, Anggota BAZNAS. |
JAKARTA– MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan
fatwa, bahwa harta hasil korupsi merupakan harta kotor yang tidak
boleh dizakatkan.
Demikian disampaikan Prof . Dr. Hasanuddin Abdul Father, Ketua
Komisi Fatwa MUI dalam acara diskusi “Merumuskan Fiqh Zakat on SDGs”,
di Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Dalam acara itu, juga menampilkan pembicara lainnya seperti , KH
Masdar Farid Marsudi, Anggota BAZNAS, M Maksum, Dosen UIN Syarif
Hidayatullah, dan Suzanty Sitorus (Sekretaris Badan Pengurus Filantropi
Indonesia/FI),
Hasanudin menegaskan harta yang dikeluarkan zakatnya merupakan harta
halal yang bukan dari hasil korupsi. “Harta yang dizakatkan memiliki
nilai ekonomis, dan mereka yang mengeluarkan zakat yang memiliki harta
yang cukup. Mereka inilah yang wajib mengeluarkan zakatnya,” terang
Hasanuddin.
Hasanuddin menambahkan bagi mereka yang berkucupan wajib mengeluarkan
hartanya untuk membayar zakat. Dari aspek ibadah, dalam Alquran
disebutkan, bahwa melaksanakan salat harus dibarengi dengan membayar
zakat.
Sedangkan anggota BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) KH Masdar Farid
Marsudi, mengatakan dari rukun Islam yang terlantar adalah zakat.
“Di Indonesia banyak mesjid musholah, di perkantoran juga ada
tempat khusus untuk salat, dan banyak mereka yang melaksanakan salat
tapi yang membayar zakat tidak sebanyak dengan mereka yang melaksanakan
salat,” terang Masdar yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
Menurut dia, begitu juga banyak yang melaksanakan ibadah haji,
bahkan antrean untuk bisa berangkat haji bisa mencapai 10 sampai 15
tahun. “Namun, mereka yang melaksanakan ibadah haji tersebut belum
tentu memiliki kesadaran untuk berzakat,” kata Masdar.
Arifin Purwakananta, Direktur Koordinasi Pengumpulan, Komunikasi dan
Informasi Zakat Nasional BAZNAS menerangkan kegiatan ini kerjasama
BAZNAS dan Filantropi Indonesia menggandeng ulama, pegiat zakat,
akademisi dan para pegiat filantropi di Indonesia untuk menginisiasi
perumusan Fiqih Zakat on SDGs. Fiqih ini akan menjadi legitimasi
teologis yang jelas mengenai penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaan
zakat untuk mendukung program-program terkait SDGs. (
0 comments:
Post a Comment