![]() |
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (reuters) |
JAKARTA – Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut bahwa
buku bisa menjadi alat yang lebih kuat dari sebuah senjata. Untuk itu,
ia mengintruksikan kepada jajarannya agar meningkatkan minat membaca
karena buku juga bisa menjadi alat pendekatan kepada masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Tito saat launching Pojok Baca Polda Metro
Jaya di Satpas SIM Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis,
(10/8/2017), didampingi jurnalis senior Najwa Shihab sebagai duta baca
Indonesia dan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis.
Dalam sambutannya Tito bercerita pengalamannya ketika menjabat
sebagai Kapolda Papua dimana ia merasakan begitu dahsyatnya kekuatan
buku yang melebihi kekuatan senjata.
Di Papua ada kelompok sparatis yang ingin memisahkan diri dari negara
Indonesia, kelompok ini berada di puncak Jaya Wijaya dengan menyebut
sebagai OPM (operasi papua merdeka) dimana kelompok ini menyerang
anggota TNI dan Polri menggunakan senjata.
“Kami kirim pasukan Brimob menjaga dan mengejar. Tapi nggak clear.
Tapi Kapolres Puncak Jaya saat itu Marselius, sekarang di Manggarai, itu
dia punya ide bagus,” kata Tito.
Di Papua semua sekolah dibakar oleh OPM sehingga tidak ada guru yang
berani mengajar. Disaat seperti itu, Marselius memberikan solusi bagus
kepada Tito.
“Dia (Marselius) sampaikan ke saya ‘Pak itu, anak-anak OPM nganggur
semua. Bapaknya di atas gunung dan anak-anaknya datang ke kota. Kita
buat aula di tempat sekolah yang terbakar, kemudian Brimob daripada
nganggur dan ngelamun gimana Brimob kita kasih kegiatan untuk mengajar
karena guru nggak ada’,” ujar Tito menceritakan.
Mendengar ide tersebut Tito langsung menyetujui. Saat itu Marselius
meminta agar dikirimkan buku-buku bagus ke Papua menggunakan pesawat.
Setiba buku tersebut, kemudian anggota Brimob mendirikan bangunan
sebagai tempat mengajar.
“Brimob ini senjata taruh dibelakang. Brimob ini ngajarin pakai buku,
ngajarin nyanyi Indonesia Raya, Pancasila. Anak-anak itu datang 5
orang, 10 orang, 20 orang bahkan sampai 100 orang. Bahkan ibunya datang
nemenin, nganter. Istri anggota OPM ini datang mereka nganterin anaknya.
Brimob ini inget anak-anaknya di rumah, sehingga diperlakukan seperti
anaknya sendiri,” beber Tito.
Berkat tindakan tersebut, kelompok OPM tidak lagi melakukan serangan
kepada gedung sekolah dan anggota TNI-Polri karena dilarang oleh
istri-istrinya yang tidak mau anaknya kehilangan tempat belajar.
“Akhirnya berkembang isu dikalangan OPM, ‘jangan diserang itu, karena
ada Brimob. Kalau kita serang, yang ngajar anak kita siapa’. Akhirnya
terjadi suasana positif. Lama itu tak terjadi peristiwa penembakan,
karena bapaknya dilarang sama istrinya. ‘jangan nembakin Brimob itu. Dia
ngajarin anak-anak kita’,” kata Tito.
Setelah keadaan kondusif kemudian para guru kembali diundang untuk
mengajar anak-anak Papua. “Dari situ saya lihat kekuatan buku ternyata
lebih powerful dari kekuatan senjata. Jadi soft weapon bagi polisi untuk
mendekatkan masyarakat. Ini banyak manfaat selain untuk membangun minat
baca bagi polisi. Polisi perlu mengembangkan niat baca. Ini sarana
mendekatkan publik dengan cara humanis,” tuturnya.
Empat bulan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memilih tiga
anggota polisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Ambon, dan Kalimantan
Barat (Kalbar) untuk diajak makan bersama. Tanpa sepengetahuan Tito
ternyata mereka dipilih karena memiliki minat membaca.
“Kalau 5 ribu polisi seperti ini, tingkat kepercayaan Polri lebih
tinggi. Itu kekuatan buku. Ini sangat bermanfaat kekuatan ini. Kedalam
untuk memperkuat knowladge (pengetahuan). Kalau keluar untuk
mengembangkan minat baca. Ini jadi senjata lunak untuk mendekati publik
agar mereka adem,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment