Ratusan tahun silam, kereta pernah menjadi salah satu moda
transportasi utama. Lebih dominan digunakan untuk mengangkut barang
dagangan atau hasil pertambangan di bumi nusantara. Dalam catatan
sejarah, rel kereta banyak dibangun saat pendudukan Belanda dan Jepang.
Hampir semua jalur kereta yang ada di Indonesia merupakan peninggalan
kedua negara tersebut.
Salah satu jejak yang masih tersisa yakni jalur kereta api Saketi,
Kabupaten Pandeglang ke Bayah, Kabuputen Lebak. Jalur kereta yang
dibangun pada masa pendudukan Jepang ini masih bisa dikunjungi, hanya
saja lahan maupun jalurnya sudah banyak yang rusak, beralih fungsi, dan
ditempati menjadi permukiman warga.
Menurut Direktur Banten Heritage, Dadan Sujana, jalur Saketi-Bayah
memiliki panjang kurang lebih 89 kilometer. Pembangunannya terjadi
antara 1943 sampai 1944, artinya dikebut hanya dalam kurun waktu 14
bulan. “Dibangun pada 1943 sampai 1944,” katanya kepada Kabar Banten,
kemarin. Pembangunan jalur ini banyak melibatkan ribuan romusha yang
didatangkan dari wilayah Jawa seperti Purworejo, Kutoarjo, Purwodadi,
Semarang, dan Yogyakarta. Tidak sedikit romusha meninggal saat
mengerjakan proyek ini. “Kebanyakan Romusha yang didatangkan berasal
dari wilayah Jawa, kalau dari Banten tidak ada,” ucapnya.
Rel kereta tersebut sengaja dibangun Jepang untuk menjadi akses utama
mengangkut batu bara dari wialayah Bayah. Saat itu, di Bayah terdapat
tambang batu bara yang potensinya bisa menghasilkan 20-30 juta ton
dengan ketebalan 80 sentimeter. Romusha dibayar dengan upah sangat tidak
layak. Setiap harinya hanya mendapatkan uang 40 sen dan 250 gram beras
setiap hari. Kala itu, uang 40 sen hanya cukup membeli satu pisang.
Pekerjaan tidak manusiawi itu akhirnya menewaskan kurang lebih 500
romusha. “Mereka dipekerjakan, mereka terus membuat jalan kereta,”
katanya.
Penderitaan romusha di Bayah terekam oleh salah satu pejuang Republik
Indonesia, Tan Malaka. Tan Malaka menjadi saksi kebringasan Militer
Jepang terhadap Romusha saat pergi ke daerah ini. Untuk menghindari
deteksi militer Jepang, saat itu ia terpaksa menyamar. “Pada zaman
Jepang itu memang tidak lama, 3,5 Tahun, tapi dia sedih sekali lah.
orang-orang romusa ini kabarnya pada masa itu hidupnya juga susah makan,
tidak teratur dan lain sebagainya,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment