SERANG, (KB).- Pengamat Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa (Untirta), Gandung Ismanto memprediksi modus politik
uang dalam Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Serang akan semakin
variatif. Salah satunya dikemas dengan bantuan sosial. “Politik uang
yang sifatnya retail atau eceran dengan bagi-bagi langsung ke
masyarakat, sekarang berubah ke bentuk-bentuk bantuan sosial, bantuan
masjid, panti asuhan atau bakti sosial,” katanya seusai kegiatan
Sosialisasi Dinamika Politik Menjelang Pilkada Kota Serang yang digelar
oleh Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Serang di
salah satu rumah makan di Kota Serang, Selasa (23/1/2018).
Pergeseran model politik uang, menurut dia, bisa disebabkan oleh
pengawasan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang kian ketat, salah
satunya dengan memberikan ancaman kurungan pidana. Sehingga membuat
pelaku politik mulai waspada. Tapi tidak secara otomatis membuat mereka
jera. Dalam catatan pihaknya, sejak pengawasan politik diperketat,
praktik politik uang dengan cara memberikan uang secara langsung kepada
masyarakat kian menurun.
Presentasenya, saat Pilkada 2015 ada sekitar 10 persen warga yang
terpengaruh politik uang, kemudian menurun menjadi 3 persen saat Pilkada
2017. “Tetapi modus politik uangnya yang berubah, dia membesar menjadi
25 persen dalam bentuk bantuan-bantuan sosial,” ucapnya. Politik uang
dengan cara memberikan bantuan sosial relatif sulit terdeteksi dan
terjerat oleh hukum. Karena rata-rata yang jadi objek pemberian
bantuannya bukan subjek hukum, seperti masjid.
Menurut undang-undang, setiap orang yang menjanjikan atau memberikan
barang dan atau sesuatu untuk memengaruhi pemilih atau untuk tidak
menggunakan hak pilihnya, maka bisa masuk dalam kategori politik uang.
Misalnya panti asuhan, dia tidak menjadi subjek hukum yang mudah
dijerat, kecuali bisa dibuktikan penerimanya itu misalnya DKM (Dewan
Kemakmuran Masjid)-nya itu kemudian terbukti menggerakkan. “Tapi kan
proses pembuktiannya akan lama dan sulit, ketimbang orang langsung
ngasih ke orang lain,” tuturnya.
Disinggung calon jalur mana yang lebih berpotensi melakukan modus
baru politik uang, ia menjawab calon dari jalur partai politik. Karena
secara empiris calon dari partai politik mempunyai infrastruktur lebih
mumpuni dibanding calon perseorangan yang kapasitasnya relatif
terbatas. “Meski ada catatan di kita paslon perseorangan juga. Tapi
kapasitasnya, mesin politiknya untuk melakukan itu tidak semasif partai
politik,” tuturnya.
Dinamika pilkada
Modus baru politik uang, kata dia, perlu mendapat perhatian serius
dari penyelenggara pemilu khususnya Panwaslu. Dengan perangkat yang ada
panwaslu punya kemampuan untuk mencegah praktik tersebut. “Terutama
jika instrumen pengawasan sampai ke level bawah bisa secara efektif
didayagunakan oleh KPU atau Bawaslu,” katanya.
Sementara itu, Ketua KPU Kota Serang, Heri Wahidin mengatakan,
sejumlah dinamika Pilkada Kota Serang rentan menyulut konflik di tengah
pendukung atau simpatisan. Antara lain, penetapan pasangan calon,
kampanye, dan penetapan daftar pemilih tetap. “Potensi konflik biasanya
nanti menjelang penetapan calon. Persiapan kami yaitu bekerja sesuai
aturan, sepahit apapun keputusan KPU kalau sesuai aturan kita siap. Kami
juga koordinasi dengan kepolisian, Dandim dan Pemkot Serang,” ucap
Heri. (
0 comments:
Post a Comment