![]() |
Kegiatan diskusi "Kongkow Kebudayaan" di Jalan Tarumanegara 45, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (17/3/2018) sore.
|
TANGERANG-Maraknya penyebaran informasi/kabar hoax di era
melalui media sosial saat ini semakin mengancam persatuan bangsa,
terlebih penyebaran informasi hoax ini dilakukan saat bangsa ini akan
menghadapi tahun-tahun politik.
Melihat fenomena tersebut, Tokoh Budayawan Betawi, Ridwan Saidi,
mengatakan, jika kondisi demikian dibiarkan terus berlarut maka dapat
membenturkan antar kelompok masyarakat, baik itu dari ras, suku, maupun
agama yang berbeda satu sama lain.
"Sekarang ini semua berita-berita bohong, atau Hoax itu makin vulgar,
saling serang antar kelompok. Kalau hanya mengandalkan penegakan hukum
mau sampai kapan habisnya, karena hoax itu juga terkadang ikut
disebarluaskan oleh orang-orang yang tak paham dengan kabar itu
sebenarnya," katanya dalam diskusi "Kongkow Kebudayaan" di Jalan
Tarumanegara 45, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (17/3/2018)
sore.
Ridwan Saidi menjelaskan, Indonesia dianugerahi oleh sang pencipta
dengan keanekaragaman budaya. Kenyataan itu, jika dipahami dan dihayati
akan melahirkan cara berfikir dan bertingkah laku yang berkesesuaian
sebagaimana dicetuskan dalam falsafah Kebhinekaan.
"Tiap daerah punya budaya masing-masing, punya cara tersendiri dalam
menyelesaikan suatu perbedaan. Kalau kultur itu terus dipelihara,
tertanam kuat, maka enggak mungkin hoax itu bisa memprovokasi, enggak
laku. Tinggal instrumen dari negara juga terlibat, hadir disitu. Jadi
yang utama adalah, bagaimana menghadirkan nilai kebudayaan itu sendiri
di tengah-tengah kita," imbuhnya.
Dirinya pun berpesan, untuk menjaga iklim pesta demokrasi melalui
nilai kebudayaan itu juga mesti dipraktekkan oleh para kandidat yang
bertarung. Pasalnya, kebanyakan figur yang tampil hanya berkutat pada
visi-misi yang jamak, seperti tentang ekonomi, pendidikan, kesehatan,
namun melupakan dimensi kebudayaan yang ada.
"Kadang kandidat-kandidatnya baru pakai blangkon, baju batik, sarung
dan kopiah, saat datang ke TPS saja, formalitas, itu pun 5 tahun sekali.
Jadi tidak menghayati betul makna kebudyaan kita seperti apa, harusnya
dipahami dan dipraktekkan," ucapnya.
0 comments:
Post a Comment