![]() |
Jakarta – Perlu dipikirkan cara yang efektif untuk mencegah praktek
politik uang. Salah satunya adalah lewat pembentukan unit intelejen
pemilu atau Election Intelligence Unit (EIU). Mantan anggota Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga peneliti senior di Sindikasi Pemilu
dan Demokrasi (SPD), Daniel Zuchron mengatakan itu di Jakarta, Rabu
(30/5).
Menurut Daniel, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan untuk
mencegah adanya politik uang. Salah satunya dengan membatasi dana
kampanye yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu juga
UU yang mengatur pemilu dan Pilkada dinamis dan berubah terus-menerus.
“Sebenarnya ketentuan pidana larangan praktek ‘politik uang’ sudah ada
sejak UU Pemilu 1955.
Dan terus diulang pada pemilu selanjutnya lebih ketat khususnya pada
pemilu paska reformasi,” ujarnya. Sumber keuangan pada momentum politik
pemilu, lanjut Daniel, terkait erat antara dana kampanye dan sumber
pendanaannya yang bisa menjangkau hingga konteks non pemilu. Dan
perkembangan mekanisme hukum soal politik uang juga terus berkembang
hingga menjadi tiga bidang yakni tindak pidana pemilu, administrasi
pemilu dan pidana non pemilu.
“Batasan perbuatan pemberian uang atau barang pada pemilih untuk
tujuan mempengaruhi pilihan secara illegal menjadi patokan normatif.
Sehingga pencegahannya ditingkat hilir berupaya menangkal situasi
kondisi itu,” katanya. Bawaslu kata dia, oleh UU, secara khusus memang
telah ditentukan sebagai otoritas pencegahan praktik politik uang.
Tidak hanya itu, UU juga memberikan pedoman umum untuk menjamin tugas
itu. Pedoman pencegahan tersebut dipandu dengan upaya identifikasi,
pemetaan, koordinasi, supervisi, bimbingan, pemantauan, evaluasi dan
partisipasi. Pencegahan terhadap potensi praktik politik uang dengan
pedoman metodologis pada lingkup tiga bidang itu hendaknya diefektifkan
oleh Bawaslu.
Karena Bawaslu diplot sebagai leading sektornya. Koordinasi tiga
bidang yang menjadi mekanisme penegakan hukum pemilu kata Daniel,
menjadi kunci pemberantasan politik uang, baik di Pemilu atau pun di
Pilkada. Karena itu penyediaan tools pengawasan yang bertujuan secara
khusus mengawasi hulu- hilir yang potensial memicu praktek politik uang
menjadi tugas rutin Bawaslu nantinya.
“Hal ini menjadi dasar pemikiran perlunya penerapan unit intelejen
pemilu atau Election Intelligence Unit (EIU),” kata Daniel. Direktur
Eksekutif Founding Fathers House (FFH) Dian Permata menambahkan, saat
ini beragam jurus dikeluarkan dan diandalkan Bawaslu dalam melawan
politik uang. Jurus - jurus tersebut diantaranya lewat deteksi dini
melalui Indek Kerawanan Pemilu dan juga deklarasi perang terhadap
politik uang di sejumlah daerah.
Jadi Momok
Namun meski deklarasi perang terhadap politik uang dilakukan massif,
bukan berarti potensi politik uang yang dilakukan peserta pemilu beserta
perangkat pendukung lainnya seperti tim sukses, konsultan politik,
relawan, atau lainnya, menjadi tidak ada. Lebih lanjut Dian mengatakan,
untuk Jawa Timur, politik uang masih menjadi momok.
Keberadaannya menghantui Pilgub Jatim 2018. Bahkan berpotensi menjadi
ancaman kontestasi. Berdasarkan hasil survei Surabaya Survey Center
(SSC) periode April 2018, angka toleransi pemilih dengan politik uang
masih tinggi yakni 73,6 persen. Mereka akan menerima politik uang atau
barang lainnya jika ada tawaran dari kandidat atau calon, tim sukses,
atau lainnya. Di tingkatan kabupaten – kota, kondisi tak jauh berbeda.
0 comments:
Post a Comment