JAKARTA – Sebanyak 2.357 aparatur sipil negara (ASN) berstatus
koruptor dan berkekuatan hukum tetap (inkrah) masih aktif menjadi abdi
negara dan mendapatkan gaji. Dari jumlah itu, sebanyak 263 ASN ada di
Kanreg III Bandung yang meliputi Pemprov Banten dan Jawa Barat, serta
kabupaten kota di dua provinsi tersebut.
Kementerian PAN-RB bakal memberikan hukuman berat berupa pemecatan.
Penjatuhan sanksi itu masih dikoordinasikan dengan Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri), sebab kebanyakan ASN itu adalah pegawai pemda.
Menteri PAN-RB Syafruddin menanggapi terkait masih ada ribuan ASN
korup yang masih menerima gaji. Dia menuturkan, Kementerian PAN-RB masih
akan mengoordinasikan persoalan tersebut bersama Kemendagri.
Kemungkinan koordinasi baru dilaksanakan awal pekan depan.
“Senin (pekan depan-red) kita tunggu rakornya dulu. Nanti kita akan
kita putuskan dengan tegas,” ujar Syafruddin usai bertemu dengan Wakil
Presiden Jusuf Kalla, kemarin (6/9).
Mantan wakil kepala Polri itu menuturkan, tindakan tegas itu bisa
sampai pada pemberhentian ASN yang telah terbukti sebagai koruptor.
Namun, keputusan tersebut tentu harus mendengarkan pendapat dari
pihak-pihak lain. “Ya nanti lihat, kan enggak boleh satu pihak karena
itu menyangkut banyak pihak,” tambah dia.
Apalagi dari ribuan ASN tersebut juga berada di bawah pemerintah
daerah. Sehingga, perlu koordinasi pula dengan pemda setempat. “Kan anak
buahnya (ASN-red) di daerah itu terutama lebih banyak,” jelas dia.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara menyebutkan setidaknya ada 2.357
ASN korup yang masih menerima gaji. Mereka tidak langsung diberhentikan
lantaran proses hukum masih berlangsung. Sesuai PP 11/2007 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemberhentian ASN tersebut perlu ada
keputusan hukum tetap atau inkrah dengan masa hukuman minimal dua tahun
penjara.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan
menuturkan, awalnya terdata 2.674 ASN yang sudah dijatuhi pidana terkait
tipikor dan berkekuatan hukum tetap. Nah, dari jumlah tersebut sudah
ada 317 orang ASN yang diberhentikan tidak dengan hormat alias dipecat
sebagai ASN.
“Yang masih aktif sejumlah 2.357 orang ASN,’’ katanya.
Dia mengatakan, jumlah tersebut berpotensi terus berkembang. Seiring
dengan proses verifikasi, validasi, maupun kasus-kasus korupsi baru. Dia
mengatakan, BKN berwenang dalam pemblokiran dana ASN dalam sistem
kepegawaian nasional. Tetapi untuk proses penjatuhan sanksi
pemberhentian, merupakan kewenangan pejabat pembina kepegawaian (PPK) di
instansi masing-masing.
Untuk ASN kabupaten atau kota, maka PPK-nya bupati atau walikota.
Sedangkan untuk ASN provinsi, maka PPK-nya adalah gubernur. Kewajiban
PPK memberhentikan ASN yang telah dijatuhi vonis kasus tipikor dan
berkekuatan hukum tetap tertuang dalam UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN) dan PP 11/2017 tentang Manajemen ASN.
“BKN terus membantu instansi melakukan verifikasi dan validasi terhadap ASN tipikor yang inkrah,’’ katanya.
Upaya itu bagian dari langkah Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengingatkan para
pejabat pembina kepegawaian (PPK), baik di kementerian maupun kepala
daerah agar segera menindaklanjuti ASN yang telah divonis itu. Tindak
lanjut itu, misalnya, melakukan pemberhentian tidak dengan hormat. “KPK
mengingatkan itu untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih
besar,” ujarnya.
Febri pun berharap, PPK dapat menginformasikan pada BKN atau pada KPK
bila masih ada informasi tentang ASN yang telah divonis, tetapi belum
masuk daftar blokir. Informasi itu bakal ditindaklanjuti dengan upaya
validasi.
“Proses validasi akan terus dilakukan,” ungkap mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
KPK juga kembali mengingatkan kepala daerah sebagai PPK dapat dikenai
sanksi tegas bila tidak memberhentikan ASN yang telah menjadi
narapidana (napi) korupsi. “Ini sesuai dengan pernyataan Mendagri
sebelumnya, sanksi tegas dapat diberikan pada kepala daerah sebagai
PPK,” imbuh dia.
0 comments:
Post a Comment