Banten. Pengawasan ketat terhadap transaksi keuangan sumbangan
dana kampanye baik dari perorangan maupun dari perusahaan kepada
pasangan capres dan cawapres Pemilu 2019 terus dilakukan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dibutuhkan waktu yang cukup untuk mengungkap transaksi mencurigakan jika
ada sumbangan dana kampanye ilegal," ujar Deputi Pemberantasan PPATK,
Irjen Firman Shantyabudi di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
Dalam diskusi bertajuk "Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik Dan Penegakan Hukum Pemilu" Firman menjawa pertanyaan peserta.
Seorang peserta bertanya bagaimana tanggapan PPATK terkait adanya dugaan aksi korporasi di perusahaan asing yang tercatat di Panama Papers yang dananya digunakan untuk Pilpres.
"PPATK harus melihat uang yang di luar sana itu waktu dari Indonesia-nya uang yang legal atau ilegal. Kan ramainya kemarin tentang pajak," jawab Firman.
"Memang berdasarkan National Risk Assesment Indonesia, satu narkotika, dua korupsi dan tiga pajak. Penyakit Indonesia ini parah potretnya sekarang. Ini yang harus sering-sering kita kerjakan," tambahnya.
Menurut Firman, PPATK tidak akan tinggal diam jika ada dugaan transaksi mencurigakan yang berasal dari perusahaan asing. Pihaknya akan mencari tahu apakah ada keterkaitan sumbangan dana dari perusahaan asing untuk Pilpres.
"PPATK bisa menelisik uang itu bisa masuk atau tidak, tentunya akan ada tindaklanjut dengan aparat penegak hukum. Kemudian apakah itu digunakan untuk pemilu, nanti kita akan dengan Bawaslu. Saya kira itu tugas dari PPATK," tandas dia.
Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari juga mengatakan bahwa sumbangan dana dari asing untuk kepentingan Pilpres harus ditolak sesuai peraturan perundang-undangan.
"Itu kan dilarang menurut UU. Kalau ada sumbangan dari asing, itu tidak boleh digunakan, dan itu dilaporkan ke KPU dan disetor ke negara," katanya.
Hasyim menambahkan, dana kampanye untuk paslon belum dilaporkan semuanya karena pelaporan dana kampanye sendiri belum berakhir.
"Laporan dana kampanye akhir penerimaan dan pengeluaran itu nanti 14 hari setelah pemungutan suara. Jadi wajar saja kalau sekarang belum lengkap atau belum semua," pungkasnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL. [
Dalam diskusi bertajuk "Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik Dan Penegakan Hukum Pemilu" Firman menjawa pertanyaan peserta.
Seorang peserta bertanya bagaimana tanggapan PPATK terkait adanya dugaan aksi korporasi di perusahaan asing yang tercatat di Panama Papers yang dananya digunakan untuk Pilpres.
"PPATK harus melihat uang yang di luar sana itu waktu dari Indonesia-nya uang yang legal atau ilegal. Kan ramainya kemarin tentang pajak," jawab Firman.
"Memang berdasarkan National Risk Assesment Indonesia, satu narkotika, dua korupsi dan tiga pajak. Penyakit Indonesia ini parah potretnya sekarang. Ini yang harus sering-sering kita kerjakan," tambahnya.
Menurut Firman, PPATK tidak akan tinggal diam jika ada dugaan transaksi mencurigakan yang berasal dari perusahaan asing. Pihaknya akan mencari tahu apakah ada keterkaitan sumbangan dana dari perusahaan asing untuk Pilpres.
"PPATK bisa menelisik uang itu bisa masuk atau tidak, tentunya akan ada tindaklanjut dengan aparat penegak hukum. Kemudian apakah itu digunakan untuk pemilu, nanti kita akan dengan Bawaslu. Saya kira itu tugas dari PPATK," tandas dia.
Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari juga mengatakan bahwa sumbangan dana dari asing untuk kepentingan Pilpres harus ditolak sesuai peraturan perundang-undangan.
"Itu kan dilarang menurut UU. Kalau ada sumbangan dari asing, itu tidak boleh digunakan, dan itu dilaporkan ke KPU dan disetor ke negara," katanya.
Hasyim menambahkan, dana kampanye untuk paslon belum dilaporkan semuanya karena pelaporan dana kampanye sendiri belum berakhir.
"Laporan dana kampanye akhir penerimaan dan pengeluaran itu nanti 14 hari setelah pemungutan suara. Jadi wajar saja kalau sekarang belum lengkap atau belum semua," pungkasnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL. [
0 comments:
Post a Comment