JAKARTA -
Pemerintah agar menghindari gali lubang tutup lubang dalam pembelanjaan
negara karena pendapatan negara lebih kecil, sehingga membayar utang
dari utang baru.
"Sebab itu, pemerintah
harus meningkatkan penerimaan pajak dan menyetop impor migas," ucap
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto di Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Ia minta pemerintah
memperbaiki keseimbangan primer anggaran dan defisit transaksi berjalan
(DTB) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan meningkatkan
penerimaan dan menyetop impor migas.
Menurut Mulyanto, ada
dua catatan negatif yang mencolok dari laporan realisasi APBN 2019,
yakni soal keseimbangan primer dan defisit transaksi berjalan. Keduanya
sangat terkait dengan sektor migas.
"Keseimbangan primer
adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayangan bunga
utang. Idealnya posisi pendapatan lebih besar daripada belanja negara.
Dengan demikian kondisi keuangan dapat dikatakan aman," ucap Mulyanto
angga DPR dari Dapil Tangerang.
Ia menambahkan jika
pendapatan lebih kecil daripada belanja maka untuk membayar bunga hutang
diperlukan hutang baru. Ibarat gali lubang, tutup lubang.
Ia mencontohkan pada tahun
2018 kesimbangan primer APBN minus Rp 11,5 triliun , sedangkan tahun
2019, sebagaimana dilaporkan pemerintah mencapai minus Rp 77,5 triliun .
Anjlok lebih dari 300%.
"Penyebabnya selain karena
penerimaan pajak yang rendah, juga adalah karena penerimaan sektor
migas yang tidak mencapai target yang disebabkan oleh lifting migas yang
terus merosot dari tahun ke tahun,," papar Mulyanto.
Ia menegaskan Tahun 2017
angka lifting minyak kita sebesar 804 ribu barel per hari. Melorot di
tahun 2018 menjadi sebesar 778 ribu barel per hari. Dan kembali anjlok
di tahun 2019 menjadi sebesar 741 ribu barel per hari. Akibatnya
penerimaan dari sektor migas terus turun.
"Sementara defisit
transaksi berjalan, selisih antara nilai ekspor dan impor, pada tahun
2018 mencapai minus 31.1 miliar dolar AS dan pada tahun 2019 angkanya
relatif tidak jauh berubah," katanya.
Mulyanto menandaskan dari
nilai defisit ini kontribusi sektor migas mencapai sekitar 30%. Ini
artinya perdagangan kita tekor terus, terutama sektor migas, khususnya
impor minyak olahan.
Terkait impor minyak
olahan, defisit transaksi berjalan kita mencapai USD 16 miliar atau
setara dengan Rp 230 triliun. Ini bukan angka yang kecil. Dan tentu akan
sangat menguras devisa kita,” tegas Mulyanto.
Menghadapi kondisi ini,
seharusnya pemerintah lebih serius dalam meningkatkan lifting migas dan
membangun kilang-kilang domestik baru untuk pengolahan minyak di dalam
negeri dalam rangka menyetop impor minyak olahan. Jangan sekedar
mengeluh atau berwacana melulu soal mafia migas
0 comments:
Post a Comment