SURABAYA ( KONTAK BANTEN) Penolakan politik dinasti terus disuarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah kampus. Salah satunya BEM Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Wakil Ketua BEM
Unesa, Hafizh Mohammad Ismi Prakoso mengatakan, indikasi politik dinasti
terasa saat Presiden Joko Widodo membiarkan anaknya ikut Pilpres 2024.
"Mestinya
kekuasaan itu dipakai untuk memberikan kebermanfaatan untuk rakyat,
bukan untuk kepentingan keluarganya," kata Hafizh dalam keterangan
tertulisnya, Senin (20/11).
Hal senada juga disampaikan Ketua BEM Universitas Islam
Negeri (UIN) Surabaya, Abdul Adim. Pihaknya menolak keras intrik yang
dilakukan oknum penguasa dengan cara mengakali konstitusi.
"Ini
bukan hanya persoalan politik dinasti semata, namun putusan MK 90 yang
kemudian diputus MKMK ada pelanggaran etik sudah menciderai demokrasi,"
tutur Adim.
Adapun kategori dinasti politik pernah diatur dalam
UU 8/2015 tentang Pilkada. Dalam Pasal 7 huruf r, disebutkan warga
negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan
Calon Wakil Wali Kota harus tidak memiliki konflik kepentingan dengan
petahana.Namun belakangan, Pasal tersebut dibatalkan MK melalui putusan Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang dibacakan pada Rabu 8 Juli 2015.
"Dinasti
politik dulu pernah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, di situ
disebutkan bahwa dinasti politik itu haram hukumnya," ujar pengamat
politik Ray Rangkuti belum lama ini.
0 comments:
Post a Comment