Harga pangan terus mengalami
kenaikan di seluruh wilayah. Situasi ini membuat Bulog berusaha
menstabilkan harga pangan dengan program ‘Bulog Siaga’ lewat pasar
murah.
Contohnya adalah kegiatan Bulog membuka pasar
murah yang berbarengan dengan penyelenggaraan ‘Bazar Jakarta
Entrepreneur’ pada 26-27 Februari 2024. Kegiatan pasar murah ini
sebelumnya bernama ‘Operasi Siaga’, yang kemudian berganti menjadi
‘Bulog Siaga’.
Bulog biasanya menstok bahan pangan untuk kemudian
dijual kepada masyarakat dengan harga murah. Hal ini bertujuan supaya
harga pasaran tidak terlalu mahal.
Kegiatan pasar murah rata-rata diselenggarakan di pasar. Seperti di Pasar Embrio, Kampung Makasar, Jakarta Timur.
Latif,
petugas dari Bulog yang berjaga di Pasar Embrio, mengatakan kegiatan
ini terus diadakan hingga sebelum bulan puasa. Tiap kegiatan berlangsung
selama dua hari.
“Kegiatan ‘Bulog Siaga’ ini berputar di banyak
pasar. Bagi warga yang mau beli barang, harus mengambil kupon yang
dikoordinasikan pengelola pasar,” kata Latif.
Pembagian kupon
mulai pukul 06.00 WIB hingga 07.00 WIB. Kemudian penukaran kupon atau
pembelian bahan pangan dimulai pukul 08.30 WIB.
Pembelian di
pasar murah pun dibatasi, selain beras juga ada minyak goreng dan gula.
Setiap orang hanya bisa, misalnya, membeli satu boks beras yang beratnya
1.500 kilogram.
“Ada dua jenis beras yang dijual, yaitu premium
dan medium. Beras medium dijual Rp53 ribu per boks. Kalau beras premium
dijual Rp69.500,” kata Latif.
“Sedangkan minyak goreng harganya Rp14 ribu. Kalau harga gula Rp17 ribu,” ia menambahkan.
Hadirnya
pasar murah tentu memberi keuntungan buat masyarakat. Tidak heran bila
antrean warga membeli beras belakangan makin banyak terlihat.
Inaita,
45 tahun, warga setempat yang ditemui RRI di Pasar Embrio, mengatakan
pasar murah dari Bulog membuatnya bisa sedikit berhemat. Hal ini
melegakan karena pendapatan per bulannya dari berdagang tidaklah
seberapa.
“Biasanya beli di pasar beras seliter itu Rp13 ribu,
minyak Rp15 ribu. Selisih harga pasar dan pasar murah kadang hanya
Rp1.000, tetapi itu sudah alhamdulillah, bisa hemat dikit-dikit,”
ujarnya Inaita.
Jati Simon, 42 tahun, pedagang sembako di Pasar
Embrio, mengakui lonjakan harga pangan membuat pembeli mengurangi
pembelian. Efeknya pola konsumsi masyarakat juga berkurang.
“Konsumen banyak yang mengeluhkan beras mahal. Bagi mereka yang berjualan makanan sulit menaikkan harga,” kata Jati Simon.
(Artikel ini ditulis Ilham Syakur Fidina, mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, peserta program magang di RRI Pusat Pemberitaan)
0 comments:
Post a Comment