Oleh Emmy Harti Haryuni
Tak henti-hentinya menangis, hancur, dan sangat sedih karena teringat perjuangan dulu yang tak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Harus melalui proses pendidikan yang lama, sejumlah persyaratan administrasi, pelatihan yang harus dipenuhi untuk menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Perjuangan itu, kini porak-poranda diterjang badai PHK yang menimpa sejumlah perusahaan di tanah air.
Lain lagi dengan seorang bapak yang selama tiga bulan pura-pura keluar berangkat kerja di perusahaan tempatnya bekerja. Agar istri dan anaknya tidak sedih atas PHK yang dialaminya hingga dirahasiakan. Keluarga di rumah tidak mengetahui bila sang bapak telah di PHK, dan terpaksa menjadi kuli panggul di pasar untuk mencari nafkah menghidupi keluarganya.
Berbeda dengan kisah haru seorang pria akhirnya buka warung setelah di PHK perusahaannya bekerja. Namun untuk mengobati kesedihan dan kekecewaannya, seragam kerja masih digunakan saat berjualan di warung. Dia bersama 2200 karyawan di perusahaan mendapat surat Pemutusan Hubunga Kerja (PHK).
Itulah kisah sedih pasca PHK yang dialami ribuan tenaga kerja di negeri ini. Suasana sunyi sepi. Tidak ada lagi suara keramaian buruh datang dan pergi. Tidak ada lagi suara mesin pabrik atau senyum sumringah karyawan saat menerima upah. Tidak ada lagi aktivitas pabrik-pabrik di Kawasan Berikat Niaga (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara karena banyak yang tutup tidak lagi beroperasi. Pabrik-pabrik di kawasan industri dan kawasan berikat dikabarkan banyak yang tutup (CNBCIndonesia.com, 8/5/2024).
Pabrik yang banyak memberi kenangan indah, darinya banyak anak-anak bangsa bisa melanjutkan sekolah. Membuat dapur-dapur para ibu tetap berasap dan kewibawaan para ayah terjaga karena melaksanakan kewajiban menafkahi. Namun sejak diterpa gelombang PHK yang menggulung banyak tenaga kerjanya, maka banyak jiwa akan terancam keberlangsungan pendidikan, kesehatan, dan kehidupannya.
Baru-baru saja perusahaan besar yang sudah beroperasi selama 93 tahun pun melakukan PHK terhadap pekerjanya. Hal ini akibat terus merugi karena permintaan yang menurun. Seperti diberitakan bahwa PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menghentikan segala aktivitas pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat.
Direktur dan Sekretaris PT Sepatu Bata Tbk, Hatta Tutuko menjelaskan mengapa perusahaan akhirnya menutup pabrik sepatu Bata di Purwakarta adalah demi melindungi keberlangsungan bisnis untuk jangka panjang ke depan. Menurutnya, keputusan penutupan pabrik sepatu Bata agar ke depan operasional perusahaan bisa semakin optimal. Guna memenuhi permintaan pelanggan yang terus berkembang melalui pemasok lokal dan mitra bisnis lainnya" (Tempo.co, 09/5/2024).
Maraknya PHK, Cermin Rapuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan bahwa begitu mudahnya para pengusaha memutus hubungan kerja (PHK) adalah akibat lanjut atau imbas dari Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang ditetapkan pemerintah. Beberapa poin penting lainnya yang menjadi catatan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja misalnya upah minimum yang dikembalikan pada penetapan upah murah. Lalu poin outsourcing seumur hidup, karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing (TRIBUNNEWS.COM, 1/5/ 2024).
Begitulah sistem ekonomi Kapitalisme yang memiliki prinsip ekonomi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Sehingga ketika iklim perekonomian sedang tidak menyenangkan atau terjadi resesi maupun inflasi, maka demi efisiensi perusahaan yang dilakukan adalah PHK untuk mengurangi pengeluaran biaya. Hal ini pula yang terjadi pada banyak perusahaan raksasa dunia seperti Facebook, Twitter, Microsoft, dan Amazon.
Padahal ancaman resesi dan inflasi adalah kondisi yang pasti terjadi pada sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang penopangnya adalah riba, pasar saham, dan transaksi bathil lainnya yang merupakan pasar non riill. Belum lagi bila dilihat dari fakta Perseroan Terbatas (PT) yang tidak terlepas dari aktivitas pasar saham. Sungguh semua itu adalah praktek ekonomi yang rusak dan merusak.
Bagai drama kolosal, PHK besar-besaran yang tidak henti-hentinya menerjang mengakibatkan munculnya masalah lainnya. Seperti kemiskinan, putus sekolah, daya beli menurun, stunting, kriminalitas, pengemis. Hingga masalah kesehatan mental seperti stres, depresi, gangguan jiwa yang berimbas pada munculnya sejumlah penyakit fisik.
Kembalilah Kepada Sistem yang Sempurna dan Paripurna
PHK yang tak kunjung berhenti sejak wabah Corona adalah masalah sistemik yang hanya bisa diselesaikan secara sistemik juga. Tidak bisa dengan penyelesaian yang parsial, setengah-setengah, atau hanya dari satu aspek. Sebagaimana gaya sistem kapitalisme, selalu melakukan tambal sulam.
Berbicara tentang sistem, artinya bila terjadi masalah di satu aspek maka terkait dengan aspek-aspek lainnya. Begitu juga bila terjadi masalah pada bidang ekonomi, maka pasti terkait dengan aspek lainnya seperti aspek politik, sosial, hukum, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu penyelesaiannya harus menyeluruh. Menyentuh semua aspek hingga ke dasar atau asas yang mendasarinya. Dari situlah kemudian terpancar berbagai aturan cabang yang mengatur segala aktivitas manusia termasuk aktivitas ekonominya.
Maka, Islam menjawab problem PHK. Islam mewajibkan setiap laki-laki untuk bekerja, karena sudah menjadi bebannya untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya. Bahkan dikatakan cukuplah seorang muslim berdosa bila melalaikan nafkah orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Penguasa sebagai pelayan yang berkewajiban mengurusi urusan rakyatnya. Termasuk memfasilitasi berbagai lapangan kerja di segala sektor yang dibutuhkan bagi kemaslahatan rakyat. Seperti proyek-proyek infrastruktur dan industri yang tentu sangat membutuhkan banyak sekali tenaga kerja.
Islam juga mengatur dengan jelas status kepemilikan harta atau aset yang ada dalam kekuasaan negara, apakah itu kepemilikan individu, umum, dan negara. Sehingga tidak terjadi penguasaan aset yang bukan haknya. Seperti yang sekarang terjadi, harta kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak malah dimiliki oleh individu. Akibatnya terjadi penguasaan aset ekonomi milik rakyat pada segelintir orang saja yaitu para pengusaha.
Demikian juga pengelolaan harta. Baik untuk kemanfaatan maupun pengembangan harta maka Islam mewajibkan dikelola berdasarkan hukum syariah. Bahwa perekonomian harus berada pada sektor riil seperti jual beli, sewa menyewa, produksi dan jasa. Tidak boleh mengelola harta secara haram, seperti bisnis miras, prostitusi, judi, riba, pasar saham, dan lain sebagainya.
Negara dalam sistem Islam juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, keamanan, keadilan, melalui mekanisme pengaturan secara kaffah. Semua diberikan terhadap seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim, pria, wanita, arab maupun non Arab. Dengan sumber pemasukan negara yang banyak baik itu kekayaan alam, zakat, infaq, jiziyah, ghanimah, kharaj, dan lain sebagainya.
Semua itu bukan hanya impian di siang bolong. Karena sudah pernah terbukti selama 13 abad lamanya. Rakyat hidup dalam kesejahteraan dengan taraf yang belum pernah ada di muka bumi ini. Masa keemasan yang Insya Allah nanti akan terwujud kembali.
Wallauhu'alam bishshowwab
0 comments:
Post a Comment