Umat Islam kedatangan sang tamu agung yaitu ramadhan, menyambutnya dengan penuh semangat dan gembira, begitu juga dengan kepergiannya akan menjadi sesuatu kehilangan yang sangat mendalam. Ini tentunya akan sangat terasa bagi mereka yang mampu mengimplementasikan ibadah selama bulan suci ramadhan bukan hanya sekadar retorika.
Kita mengetahui bahwa ramadhan 1446 H akan berpisah, beberapa hari lalu
meninggalkan kita. Selama ramadhan kita setiap hari senantiasa sibuk
dengan ibadah untuk memburu derajat ketakwaan. Namun, kehadiran ramadhan
ada limit waktunya. Hanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari.
Sang kekasih ramadhan, pasti sangat kita rindukan, mungkin banyak hamba Allah yang masih belum menemukan arti ramadhan yang sesungguhnya. Semua kebiasaan sudah kita jalani dan mulai terbiasa denganmu ramadhan. Meski tidak semua orang menyambutnya, namun semua makhluk merindukannya kembali.
Mengupas datang dan pergi hanya soal waktu. Namun esensi ibadah ramadhan tidak terlewatkan bagi orang-orang istiqamah beribadah dan tidak mengenal waktu tertentu, tetapi the power ibadah sesungguhnya dapat dilihat pasca ramadhan. Realita dalam kehidupan sehari-hari masih banyak di antara kita berguguran di tengah jalan, tidak sanggup lagi meladeni ramadhan.
Para sahabat di akhir-akhir penghujung ramadhan, mulai tampak kesedihan
di hati mereka dan gundah gulana di wajahnya, mengapa demikian? Tamu
agung syahrul Mubarak Ramadhan akan meninggalkannya. Para sahabat Nabi
saw, bersikap demikian karena mereka sadar bahwa berlalunya ramadhan
secara otomatis waktu yang penuh rahmat, berkah, ampunan, berlipat
gandanya pahala setiap kebajikan, dan kehadiran atmosfer rohani yang
kondusif untuk taqarrub kepada Allah akan meninggalkannya. Kondisi
sahabat dalam melepas bulan Ramadhan sangat berbeda dengan keadaan kita.
Kalau sahabat bersedih, sebaliknya kita penuh keceriaan dan
kegembiraan.
Rasulullah justru menunjukkan kesedihan yang begitu mendalam saat akan
berpisah dengan bulan penuh ampunan ini. Hal itu juga yang dirasakan
oleh para sahabatnya. Suatu ketika Rasulullah pernah berkata, “Apabila
malam terakhir bulan Ramadhan tiba, maka menangislah langit, bumi, dan
para malaikat karena musibah menimpa umat Muhammad saw.” Kemudian
sahabat bertanya tentang musibah apa yang akan menimpa mereka?
Rasulullah menjawab, ‘Perginya bulan Ramadhan, karena di bulan Ramadhan
itu semua doa diijabah, semua sedekah diterima, semua kebaikan
dilipatgandakan pahalanya dan siksa ditolak (dihentikan).” (Diriwayatkan dari Jabir).
Sementara itu, belum tentu kita akan dipertemukan kembali oleh bulan
suci di tahun berikutnya. Bahkan, dikatakan celaka bila tidak dapat
memanfaatkan hari-hari Ramadhan dengan menimba pahala sebanyak-banyaknya
dan hanya mendapatkan lapar serta dahaga.
Seseorang semisalnya sangat rajin ibadah selama Ramadhan, seperti membaca Al-Qur’an tetap dilakukan dengan berburu pahala yang sangat berlimpah, walau lebih banyak yang tidak lagi membuka lembaran-lembaran mushaf. Keistiqamahan ibadah tersebut harus berlanjut pasca Ramadhan juga ibadah lainnya.
Seseorang yang beribadah hanya karena Ramadhan, sungguh ia akan merugi
karena amal ibadah yang diperbuatnya juga akan sirna seiring perginya
Ramadhan tahun ini.
Namun sebaliknya, bagi yang beramal karena melaksanakan ketaatan atas
apa yang diperintahkan Allah swt, maka beruntunglah dirinya. Sebab
setelah Ramadhan berlalu, ia masih punya waktu untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah sambil melakukan muhasabah, melaksanakan evaluasi
atas apa yang telah dikerjakannya selama Ramadhan mengisi hari-hari
kehidupannya.
Seorang muslim yang memiliki iman yang kokoh, Ramadhan hanyalah
merupakan salah satu kesempatan terbaik untuk menambah ketaatan dan
meraih hidayah Allah, agar dalam bulan-bulan lainnya mereka tetap
mendapatkan keteguhan hati sebagaimana doa yang senantiasa mereka
lafalkan kepada Allah swt. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam
Al-Qur'an:“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
Pemberi (karunia).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 8)
Amaliah Ramadhan sudah berakhir, kalimat selamat jalan Ramadhan akan
terucap. Akankah Ramadhan pergi meninggalkan kita membawa kesan yang
baik. Akankah Ramadhan membuat laporan kepada sang Khalik bahwa selama
kita menjamunya terladeni dengan baik. Akankah Ramadhan melaporkan
kepada Allah swt bahwa semuanya dilakukan secara ikhlas, tulus, dan
mengharapkan keridhaan-Nya untuk meraih ketakwaan.
Bagi yang ditinggalkan, Ramadhan akan berucap, Selamat Tinggal wahai
para pemburu amaliah Ramadhan. Sang kekasih Ramadhan berpesan, tetap
istiqamah melanjutkan perjuangan Ramadhan pasca Ramadhan pergi. Hasil
sesungguhnya dari amaliah Ramadhan bukan pada saat bulan Ramadhan,
tetapi bagaimana setelah Ramadhan, akankah tetap istiqamah mewujudkan
buah amaliah Ramadhan di sebelas bulan berikutnya.
Dan tentu saja mereka berharap puasa, serta amaliah lainnya yang mereka
kerjakan selama Ramadhan, kelak akan menjadi syafaat atau saksi yang
meringankan ketika nanti mereka berhadapan dengan Allah swt, sebagaimana
yang disebutkan Rasulullah saw, dalam hadits.
“Sesungguhnya puasa dan Al-Qur’an akan memintakan syafaat bagi
seorang hamba di hari kiamat nanti. Puasa berkata: ‘Wahai Tuhanku, aku
telah mencegahnya dari makan dan syahwat, maka berilah ia syafaat
karenanya.’ Al-Qur’an juga berkata: “Wahai Tuhanku, aku mencegahnya dari
tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.” Rasulullah saw,
berkata: “Lalu keduanya memintakan syafaat.” (HR. At-Thabrani, Imam Ahmad, dan al-Hakim)
Berdasarkan hal tersebut, kita ucapkan selamat jalan Ramadhan,
mudah-mudahan Allah swt, masih memberi kita kesempatan untuk berjumpa
dan menikmati kembali Ramadhan tahun selanjutnya. Semoga kita yang
menjadi alumni Ramadhan mampu meraih titel muttaqien dari Allah swt, dan
istiqamah beribadah pasca Ramadhan.
Wallahua’lam bisshawab
0 comments:
Post a Comment