Ada yang menarik hampir setiap tahun dalam kehidupan masyarakat
kita di akhir bulan Ramadhan. Seperti dapat dilihat, mendekati hari raya
Idul Fitri, masyarakat di negeri ini di samping ada yang lebih
konsentrasi meningkatkan grafik ibadahnya, di sisi lain ada pula yang
bergelut dengan kesibukan persiapan pulang kampung atau mudik.
Aktivitas
mudik di negeri ini memang telah menjadi tradisi menjelang hari raya
keagamaan. Tidak saja umat Islam, umat-umat keagamaan lainnya pun ketika
menjelang hari raya lebih banyak memilih pulang kampung dan berkumpul
dengan keluarga.
Tradisi pulang kampung
menjelang hari raya Idul Fitri adalah potret yang setiap tahun akan
selalu dapat dilihat di negeri ini. Mudik dan berkumpul dengan keluarga
adalah kehidupan yang sangat berharga. Bahkan, jauh hari sebelum Lebaran
pun rencana pulang kampung telah dipersiapkan agar dapat bersilaturahmi
dengan keluarga besar.
Bukan saja masyarakat
yang sibuk dengan aktivitas mudiknya, pemerintah pun juga setiap
tahunnya akan disibukan dengan pengamanan dan pelayanan arus mudik oleh
masyarakat yang pulang kampung.
Tampaknya
memang berLebaran bersama keluarga bagi masyarakat kita adalah momentum
yang banyak orang untuk tidak melewatinya. Dan itu dilakukan hampir
setiap umat beragama di negeri ini. Karena itu pula, pulang kampung pun
menjadi pilihan agar dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga,
saudara, dan sahabat.
***
Melihat
gambaran kehidupan masyarakat yang disibukan dengan tradisi mudik
menjelang Lebaran tentunya ini bukan sesuatu yang terkonstruksi begitu
saja. Aktivitas mudik hingga tampak seperti telah menjadi tradisi
semacam itu bila ditelusuri dalam waktu-waktunya, boleh jadi, adalah
memang kegiatan yang telah lama dan biasa dilakukan oleh bangsa ini.
Bangunan
kehidupan sosial masyarakat negeri ini yang dikenal heterogen dengan
keragaman suku, bahasa, budaya, dan agama, menjadi identitas yang tidak
dapat dilepaskan pada lokalitas-lokalitas masyarakat itu berasal.
Sehingga ketika hidup dalam perantauan sekalipun, emosional untuk
kembali ke kampung halaman terkadang sulit untuk dibendung.
Selain
itu pula, apresiasi momentum keagamaan ketika Lebaran sedang
berlangsung adalah saat-saat setiap umat mengalami tingkat interaksi
sosial yang tinggi. Dari suasana itu kemudian terjadi pula pertukaran
arus informasi dan pengalaman, yang sadar atau tidak sadar, tentu saja
akan memiliki pengaruhnya pada perubahan-perubahan sosial.
Tak
jarang, misalnya, seseorang yang pulang ke kampung halamannya membawa
kabar gembira dengan pengalaman-pengalaman di kota untuk disampaikan
pada keluarga dan sahabat. Dari informasi pengalaman itulah tanpa
disadari kemudian berpengaruh terhadap keinginan orang kampung untuk
mencoba pula pengalaman yang sama. Karena itu, tidak heran oleh kita,
setelah Lebaran potret arus balik meningkat dengan banyaknya masyarakat
yang kemudian mencoba mendapatkan pengalaman kehidupan di kota.
***
Lebaran,
bagi umat Islam, tidak saja menyiratkan sekadar aktivitas perayaan
keagamaan. Akan tetapi, Lebaran juga memiliki substansi akan pentingnya
upaya mempererat ikatan persaudaraan dalam konteks kehidupan
bersilaturahmi.
Islam sebagai agama tidak saja
memberikan tuntunan pada umatnya soal pentingnya hubungan manusia dengan
Tuhan, tetapi juga mengajarkan betapa sangat pentingnya manusia sesama
manusia membangun tali silaturahmi sebagai cara meningkatkan kualitas
kehidupan komunikasi umat.
Dalam keseharian
hidup manusia, tak jarang salah paham, pergesekan, dan pertentangan
membuat hubungan manusia menjadi renggang. Terkadang hanya
mempertahankan keserakahan dan kepentingan, hubungan keluarga,
persaudaraan, persahabatan, pun menjadi tak berharga, bahkan terputus.
Pada
kondisi-kondisi hubungan manusia yang tak harmonis setelah mengalami
pertentangan dan gesekan. Suasana Lebaran adalah ruang yang tepat dan
efektif, yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada siapapun untuk
melakukan evaluasi diri dan sekaligus memperbaiki kembali hubungan
sesama manusia.
Islam sendiri pun dalam hal
hubungan sesama manusia dalam risalahnya sangat memperhatikan akan
pentingnya menjaga kebersamaan dan persaudaraan. Karena itu, menyambung
tali silaturahmi dalam ajaran Islam adalah sangat penting. Ajaran
tersebut tidak saja menyiratkan soal praktek ibadah sosial. Lebih dari
itu, silaturhami juga sebagai media dalam membangun dan menjalin
komunikasi umat dalam konteks kebersamaan.
Sebab
itu, seperti kita tahu, Nabi SAW pun menganjurkan agar umatnya menjaga
dan menyambung tali silaturahmi sebagai manifestasi menjalankan perintah
agama. Seperti dikatakan dalam hadisnya Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kerabat (famili).
(Bukhari dan Muslim). Larangan tersebut tentu saja memiliki nilai
substansi betapa sangat pentingnya menyambung hubungan silaturahmi.
Tak
hanya itu saja, Nabi SAW juga dalam haditsnya menerangkan di antara
hikmah silaturahmi itu adalah dapat meningkatkan kualitas kehidupan
umat. Sebagaimana disebutkan Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dilanjutkan umurnya, maka hendaknya menyambung hubungan famili (kerabat). (Bukhari dan Muslim)
Dari
itulah, pulang kampung pada momentum Lebaran kemudian menemukan arti
pentingnya pada konteks konstruksi membangun hubungan tali persaudaraan,
keluarga, dan persahabatan. Di sadari atau tidak, tentu tidak ada di
antara kita tanpa mengalami interaksi yang stabil-stabil saja.
Silaturahmi bukan saja dapat menjadi media pencair komunikasi. Lebih
dari itu, silaturahmi juga merupakan ruang bagi manusia dalam
meningkatkan kualitas dan produktivitas kehidupannya.
* Penulis adalah Pegiat Lembaga Bantuan Hukum dan Alumni UIN









0 comments:
Post a Comment