DIGIRING PETUGAS I Buronan Atto Sakmiwata Sampetoding (tengah) digiring petugas saat memasuki Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (21/11). |
JAKARTA – Setelah sempat buron selama lima tahun, terpidana kasus
korupsi 24 miliar rupiah, Atto Sakmiwata Sampetoding, ditangkap tim
Kejaksaan Agung saat hendak masuk ke Kuala Lumpur, Malaysia.
“Atto ditangkap di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, pada
Rabu (20/11) malam,” kata Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Sesjam
Intel), Sunarta, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/11).
Kemudian, pihak Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan otoritas
Malaysia untuk memulangkan Atto yang merupakan terpidana kasus korupsi
itu. “Atto tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pada Kamis pagi,
dan langsung dibawa ke rutan untuk proses selanjutnya. Dengan pengawalan
tim intelijen Kejaksaan Agung langsung dibawa ke rutan,” ujar Sunarta.
Atto dinyatakan bersalah karena melakukan korupsi dalam jual beli
nikel kadar rendah antara Pemkab Kolaka, Sulawesi Tenggara, dengan PT
Kolaka Mining Internasional. Kasus ini juga menjerat Bupati Kolaka,
Buhari Matta, yang divonis penjara 4,6 tahun oleh majelis hakim
Pengadilan Tipikor.
Atto dijatuhi hukuman pidana penjara selama lima tahun dan denda 500
juta rupiah. Atto juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 24,1
miliar rupiah. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 199K/Pid Sus/2014 tanggal 26 November 2014.
Sunarta mengatakan Atto merupakan buronan ke-153 yang ditangkap di tahun 2019.
Menurutnya, penangkapan Atto merupakan bagian dari program tabur
(tangkap buronan) yang dilaksanakan Kejagung. “Perlu kami sampaikan
bahwa ini merupakan program tabur (tangkap buronan), terpidana ini
untuk 2019 adalah tangkapan ke-153,” ujarnya.
Langsung Dieksekusi
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Mukri, menambahkan Atto langsung dieksekusi untuk menjalani masa hukumannya.
“Penyitaan aset nanti akan dilakukan inventarisir oleh tim jaksa
eksekutor, sekitar pukul 15.00 akan datang ke Jakarta jemput terpidana
untuk selanjutnya dilakukan eksekusi di lapas yang ditentukan oleh
Kejari Kolaka,” katanya
Mukri mengatakan Kejaksaan selama ini terus berupaya menangkap para
buronan meski para buronan itu lihai melarikan diri. Dia menegaskan
sistem yang ada sudah mendukung untuk penangkapan buronan.
“Kita ada cara tersendiri lah terhadap DPO, secara sistem gak masalah,
hanya kita bukan hadapi orang orang bodoh, orang yang tidak punya
kemampuan ya dalam hal sembunyikan diri, melarikan diri, yang kita
hadapi kan orang-orang yang lihai,” ungkap Mukri.
Kasus yang menjerat Managing Director PT Kolaka Mining
Internasional bermula saat perusahaannya mengekspor nikel ke Tiongkok
dalam bentuk mentah sebanyak 222 ribu mt dengan harga 78 miliar rupiah
pada 2010.
Penjualan nikel itu atas perjanjian jual beli dengan Pemda Kolaka
sehingga seolah-olah merupakan peristiwa keperdataan biasa. Belakangan
terjadi selisih harga 24 miliar rupiah yang dinikmati Atto.
0 comments:
Post a Comment