JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan Indonesia menjadi negara demokratis ketiga di dunia setelah
Amerika Serikat dan India, khususnya pascareformasi. Namun demikian,
Indonesia sering tidak mempunyai kemampuan mengonsolidasi pada titik
yang moderat.
Sedangkan dalam kancah global muncul isu tentang
kematian demokrasi (democracies die) sebagaimana diperkenalkan Steven
Levitsky dan Daniel Ziblatt. "Ada hal yang menarik, misalkan ketika
perkembangan demokrasi di dunia begitu masif dan luas, tapi asumsi
kematian demokrasi itu muncul. Bahwa kematian demokrasi tidak lagi
berada di tangan rezim militer seperti pada era beberapa dekade sebelum
ini, justru kematian demokrasi berada di tangan non militer tapi
membajak demokrasi," kata Haedar, Senin (15/11/2021).
Haedar berbicara tentang kematian demokrasi di tangan kekuatan sipil
yang dibangun di atas oligarki. Menurutnya, kekuatan sipil model seperti
ini tidak kalah otoriternya dengan rezim militer. Kemudian, Haedar
mengucapkan selamat kepada Indonesia yang telah memperoleh mandat untuk
memimpin Presidensi G20 untuk satu tahun ke depan. "Baginya, capaian ini
sangat positif dan konstruktif bagi usaha membangun optimisme
pascacovid-19. Kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20 juga membangun
optimisme untuk berperan di kancah global," ujarnya.Haedar ingin Indonesia dapat memanfaatkan Presidensi G20 untuk penguatan
dan mobilisasi kekuatan domestik di dalam negeri terkait peranan di
kancah global. Indonesia, lanjut Haedar juga perlu memainkan peran yang
signifikan dalam dunia internsional, baik di tingkat regional maupun
global.
"Di mana dulu kita punya peran sejarah yang penting
ketika kita berada di lingkaran negara-negara non blok, saat itu di
bawah kepemipinan Soekarno kita punya peran sangat besar. Saya pikir
peluang itu bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia,"
tuturnya.
Lebih lanjut, Haedar menilai proses kematian demokrasi
di tangan kekuatan sipil yang dibangun di atas oligarki ini ditandai
dengan adanya demokrasi semu yang membawa pada proses ekstremitas. "Ya
saya pikir isu yang terakhir di Indonesia soal Permendikbud itu bagian
dari ekstremitas demokrasi dan hak asasi manusia, jika tak dikelola
dengan baik itu akan menjadi problem baru. Ternyata kekuatan-kekuatan
sipil tak kalah otoriternya dengan kekuatan militer ketika dia dibagun
di atas oligarki. Oligarki ekonomi, oligarki politik, bahkan saya
menambahkan satu istilah, oligarki keagamaan, di mana ada
kelompok-kelompok agama yang merasa paling berkuasa di negara di mana
agama itu hidup. Ini bisa jadi proses kematian demokrasi," tandasnya.
Sebagai
informasi, banyak ahli menyebut pada 2030 mendatang Indonesia bakal
jadi negara dengan perekonomian terbesar setelah Tiongkok, Amerika
Serikat, dan India. Prediksi ini tak perlu disambut dengan euforia,
tetapi harus ditindaklanjuti dengan konsolidasi berbagai isu global yang
mau tak mau berkaitan dengan pernanan Indonesia di kancah
internasional. Beberapa isu global yang muncul saat ini yakni recovery pascapandemi
Covid-19. Kemudian isu demokrasi, baik di tingkatan regional maupun
domestik (dalam negeri). Lalu isu globalisasi dalam hal ini terkait
dengan rezim World Trade Organization (WTO) yang nantinya berdampak
besar pada relasi antarnegara. Selanjutnya adalah isu revolusi saintifik
berkaitan dengan disrupsi dan digitalisasi, SDGs, serta isu perubahan
iklim.
0 comments:
Post a Comment