Jampidsus
Kejagung Febri Ardiansyah saat memberikan keterangan pers terkait
kerugian negara kasus korupsi Surya Darmadi alis Apeng. Foto : Istimewa |
JAKARTA (KONTAK BANTEN) - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, nilai kerugian negara dan perekonomian negara dalam kasus korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group bertambah dari Rp 78 triliun menjadi Rp 104,1 triliun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febri
Ardiansyah mengatakan, bertambahnya angka kerugian negara tersebut
merupakan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP)."Untuk kerugian keuangan negara Rp 4,9 triliun kemudian untuk
kerugian perekonomian negara Rp 99,2 triliun. Sehingga ada perubahan
dari temuan awal Rp 78 triliun," kata Febri dalam konferensi pers,
Selasa (30/8).
Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari yang turut hadir dalam
konferensi pers memaparkan, dalam kasus yang menjerat pemilik PT Duta
Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng ini berdampak pada tidak
diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan.
Seperti dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan. Hal itu disebabkan Apeng menyerobot penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektare tanpa izin.
Beberapa di antaranya adalah adanya alih kawasan hutan yang menjadi
kebun tanpa pelepasan kawasan hutan, serta adanya upaya suap kepada
pihak tertentu dalam rangka memperoleh izin alih kawasan hutan.
"Tentu saja seluruh proses dan fakta yang ditemukan oleh penyidik secara
langsung dan secara tidak langsung berdampak bagi keuangan negara
maupun perekonomian negara,” ucap Sari, sapaan akrab Arumsari.
Sari menjelaskan bahwa dalam pengusahaan seluruh kekayaan negara, ada
hak negara di tempat itu. Sesuai perhitungan, kerugian yang timbul
terbagi dari 7,8 juta dolar amerika atau sekitar Rp 114 miliar.
Kemudian dari provisi sumber daya hutan, ada fakta-fakta yang menimbulkan kerusakan hutan. Sehingga ada biaya pemulihan kerusakan lingkungan. Jika dihitung, jumlahnya Rp 4,9 triliun.
Ia pun menambahkan, selain yang berdampak langsung terhadap hak-hak
negara dalam bentuk keuangan negara, seluruh penyimpangan juga
mengakibatkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun.
Dalam kesempatan itu juga dilakukan penyerahan barang bukti berupa uang tunai yang telah disita dalam perkara ini. Diantaranya sebanyak Rp 5,12 triliun, 11,4 juta dolar Amerika dan 646 dolar Singapura yang dititipkan Kejagung kepada Bank Mandiri dan sejumlah bank lainnya.
“Perlu diketahui bahwa uang sebanyak Rp 5,1 triliun ini bukan hanya
dititipkan kepada Bank Mandiri. Ada beberapa bank lainnya,” kata Kepala
Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Selain titipan uang, Kejagung juga menyita beberapa aset milik Apeng.
Yakni 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau dan Jambi. Selain
itu, juga disita enam pabrik kelapa sawit di Jambi, Riau dan Kalimantan
Barat.
Penyidik jug menyita enam gedung di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta
Pusat. Ada juga tiga apartemen di Jakarta Selatan, dua hotel di Bali,
dan satu unit helikopter.
Meski masih membutuhkan proses penaksiran harga (appraisal), Kejagung
memeperkirakan nilai sejumlah aset tersebut sebesar Rp 11,7 triliun.
Angka itu belum termasuk empat unit kapal tugboad tongkang yang telah
disita di Batam maupun Palembang. Sebagai informasi, Kejagung mengusut
kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektare di Riau.
Perkara ini disinyalir dilakukan bersama-sama dengan bekas Bupati
Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman. Raja Thamsir dinilai
melawan hukum lantaran penerbitan izin lokasi dan izin usaha perkebunan
kepada 5 perusahaan Duta Palma Group.
Penerbitan izin lokasi itu, tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari
Kemenhut dan tanpa hak guna usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional
(BPN).
Kelima perusahaan Apeng yang diuntungkan adalah PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani. Duta Palma Group bahkan sampai saat ini tak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan HGU.
Serta, tidak pernah memenuhi kewajiban menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen (plasm inti rakyat) dari total luas areal kebun yang dikelola, sebagaimana diamanatkan Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007.
0 comments:
Post a Comment