JAKARTA (KONTAK BANTEN)  - Komisi X DPR menerima aduan dari aliansi 
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) terkait 
kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri. 
Mahasiswa resah, uang kuliah naik berkali-kali lipat.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyambut baik kehadiran 
para Presiden Eksekutif Mahasiswa dari seluruh Indonesia ini. Dengan 
mahasiswa mengadu ke DPR, mahasiswa bisa mendapatkan opsi dan solusi 
terbaik atas aspirasinya. Jadi, tidak hanya sekadar demonstrasi 
mengadukan tuntutanya.
“Demo (aksi demonstrasi) ini kadang-kadang tidak efektif karena demo 
ini tidak ada dokumen yang bisa diajukan dan tidak mempunyai kekuatan 
hukum. Kalau dengan RDPU (rapat dengar pendapat umum), nanti semua kita 
bisa memantau apakah ini ditindaklanjuti atau tidak,” kata Fikri membuka
 RDPU Komisi X DPR dengan BEM SI di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis 
(16/5/2024).
Fikri memastikan akan menindaklanjuti setiap aspirasi yang diadukan 
para mahasiswa. Sebab hal ini sudah dijamin di Undang-Undang Nomor 17 
Tahun 2024 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yakni di Pasal 72 
huruf (g).
Sementara itu, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas 11 Maret 
Surakarta (UNS) Agung Luki Pradita menyampaikan keresahannya atas 
komersialisasi pendidikan saat ini. Hal ini imbas dari terbitnya 
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi 
(Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya 
Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri 
(PTN).
Kemudian, Permendikbudristek nomor 54 tahun 2024 tentang Besaran SSBOPT.
 Kebijakan ini menjadi dasar Rektor UNS untuk menaikkan Iuran 
Pengembangan Institusi (IPI) di UNS bagi mahasiswa baru tahun 2024 
hingga berkali-kali lipat.
“Jadi kalau Fakultas Kedokteran tahun sebelumnya Rp 25 juta, hari ini di tahun 2024, UNS IPI-nya mencapai Rp 200 juta, naik 8 kali lipat. Sementara bagi teman-teman (Program Studi) Kebidanan tahun sebelumnya Rp 25 juta, begitu masuk paling rendah Rp 125 juta. Naiknya lima 5 kali lipat,” kata Agung.
Bukan hanya itu, sambung Agung, mahasiswa yang mengambil program 
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), IPI-nya kini telah ditetapkan 
sebesar Rp 45 juta. Kenaikan ini sangat miris di tengah kekurangan 
tenaga pendidikan guru saat ini.
Namun untuk menempuh jalur tersebut, para mahasiswa yang ingin menjadi 
guru harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. “Jadi bagaimana 
kebutuhan kesehatan dan pendidikan kita yang harusnya jadi hak dasar 
warga negara, itu diperdagangkan semua,” mirisnya.
Agung juga mempertanyakan dasar kebijakan penetapan IPI ini. Sebab 
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024, yakni di pasal 7 ayat 1, hanya 
mengatur bahwa PTN dapat menetapkan tarif UKT lebih dari besaran UKT 
pada setiap program studi diploma dan sarjana. Namun dalam penerapannya,
 Pihak Rektorat menaikkan IPI empat kali dari UKT. “Ini yang jadi 
gejolak bagi teman-teman di UNS,” ungkapnya.
Agung menambahkan, mahasiswa telah berupaya memperjuangkan penurunan 
IPI ini. Namun sayangnya, konflik internal yang kini terjadi di 
rektorat UNS malah membuat hal ini sulit. Apalagi rektor UNS saat ini 
dijabat Irjen Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang setelah rektor
 sebelumnya Jamal Wihono mengundurkan diri. Ini terjadi setelah 
Mendikbudristek Nadiem Makarim membekukan hasil pemilihan rektor di mana
 Jaman Wihono terpilih.
Hal senada dilontarkan Presiden Eksekutif BEM Universitas Soedirman (Unsoed), Maulana Ihsan Nurul Huda. Pihaknya sampai menggelar demonstrasi besar-besaran menyikapi kenaikan UKT yang sangat signifikan ini. “Kami juga sudah audiensi terbuka dengan pihak rektorat tapi hasilnya masih nihil,” katanya.
Ihsan menuturkan, kenaikan UKT di Unsoed sangat tinggi, bisa mencapai 300 hingga 500 persen. Contuhnya, Fakultas Peternakan naiknya Rp 14 juta, dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 2,5 juta. Pihaknya pun telah memperjuangkan penurunan UKT ini, namun penurunannya hanya Rp 81 ribu “Jadi benar-benar meresahkan kami,” sebutnya.
Ihsan bilang, kenaikan UKT ini hampir merata di seluruh PTN di 
seluruh Indonesia. Kenaikannya pun bervariasi, tergantung kebijakan 
rektorat masing-masing. Segala upaya pun sudah dilakukan untuk 
memperjungkan UKT ini, mulai dari aksi demontrasi, audiensi, dialog 
dengan pihak rektorat, namun tak kunjung menemukan titik temu.
“Maka dari itu, kita hadir pada hari ini (RDPU dengan Komisi X DPR) 
membawa masalah ini ke tingkat nasional karena ternyta bukan di Onsoed 
saja, tapi di banyak universitas PTN,” jelasnya. 







0 comments:
Post a Comment