LEBAK KONTAK BANTEN Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menutup dan menyegel puluhan pertambangan emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Selasa (3/12/2025). Penertiban dilakukan karena aktivitas pertambangan tanpa izin tersebut dinilai merusak lingkungan dan berpotensi memicu bencana alam.
Berdasarkan pantauan SatelitNews.com, tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Kejaksaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta lembaga terkait lain seperti BPKH dan BPKN itu menyegel dan menghancurkan fasilitas pendukung penambangan ilegal. Sejumlah personel TNI bersenjata laras panjang tampak disiagakan di setiap lubang tambang yang telah ditutup.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan KLHK, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan penertiban ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan. Menurutnya, operasi sudah berlangsung beberapa hari dan menyasar sejumlah titik pertambangan.
“Wilayah Ciheang, Gunung, dan Cirotan sudah kita tertibkan dengan total area sekitar 439 hektare. Penggunaan lainnya seperti villa mencapai 147 hektare. Operasi masih berjalan, termasuk untuk wilayah Gang Pancang menuju Cibulu dan Cisasa, yang akan kami konfirmasi setelah operasi rampung,” ujarnya.
Rudianto menjelaskan, Satgas PKH telah menutup 281 lubang tambang dari target 1.400 lubang. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal ditaksir mencapai nilai awal Rp350 miliar, dan diperkirakan masih akan bertambah.Sementara, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Dwi Januanto Nugraha, menegaskan penertiban dilakukan demi memulihkan ekosistem dan menjaga keanekaragaman hayati. “TNGHS adalah cadangan sumber daya alam bagi generasi mendatang. Nilainya tidak terlihat secara langsung, tapi manfaat ekologinya tidak terhingga. Karena itu, kawasan ini harus ditertibkan demi kesejahteraan bersama,” tegas Dwi Dwi menambahkan, kejahatan kehutanan merupakan tindak pidana terorganisasi dengan motif ekonomi. Karena itu, penegakan hukum akan dilakukan tanpa toleransi terhadap pelaku utama. “Selain pemodal, ada masyarakat yang ikut terlibat secara terstruktur. Ini diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Perusakan Hutan. Kami juga meminta keterangan pihak terkait untuk kebutuhan justice collaborator, dengan dukungan pemerintah desa dan aparat penegak hukum,” katanya







0 comments:
Post a Comment