Tangerang-Nasib Stadion Benteng tak ubahnya anak yatim. Stadion yang berada di
Jalan Taman Makam Pahlawan, Kota Tangerang itu tidak terurus dan
terlantar. Selain itu juga terlihat kucel, kumuh, dan jorok sehingga
kondisinya betul-betul memprihatinkan.
Di sekitar stadion juga, rumput-rumput liar seakan-akan tidak pernah
dipangkas hingga tumbuh di mana-mana. Demikian juga pohon-pohonnya
seperti dibiarkan tumbuh semaunya. Paving blok di halaman stadion yang
biasa digunakan untuk parkir motor dan mobil pun, berlepasan dan
menyisakan sejumlah lubang.
Pendek kata, stadion yang dibangun sekitar tahun 1980-an pada era
Bupati Tangerang Tajus Sobirin dan dikabarkan bisa menampung sekitar
25.000 penonton itu, kini semakin mengenaskan. Jadi, tak hanya mirip
anak yatim, tapi juga mirip kuburan tua.
Padahal stadion itu pernah menjadi kebangaan masyarakat Tangerang,
yakni Persita yang dijuluki Pendekar Cisadane. Belakangan setelah
Pemerintah Kota Tangerang berdiri secara otonom, stadion itu juga
digunakan Persikota yang dijuluki Bayi Ajaib.
Baru-baru ini, Walikota Tangerang Arief R Wismansyah, menyampaikan
pernyataan terkait stadion itu. Katanya stadion itu akan dijadikan ruang
terbuka hijau (RTH). Alasannya kontruksi bangunannya sudah rapuh dan
keberadaannya di tengah-tengah Kota Tangerang.
Bagi saya, pernyataan Sang Walikota itu sangat mengejutkan. Saya
khawatir pernyataan orang nomor satu di Pemerintah Kota Tangerang itu
memukul insan-insan olahraga, termasuk para pecinta bola di Tangerang,
serta mengundang polemik dan kontroversi.
Walau bagaimana pun, Stadion Benteng itu sudah menorehkan sejarah
yang cukup panjang bagi perjalanan sepakbola di Tangerang. Tentu sudah
banyak nama-nama pemain sepakbola yang membawa harum nama Tangerang
dalam kancah sepakbola nasional. Sebut saja misalnya Agus Suparman,
Ilham Jaya Kesumah, dan Zaenal Arif.Yang namanya sejarah, tentu saja akan banyak pelajaran dan peristiwa di dalamnya yang bisa dijadikan cermin dalam hidup ini. Karena itu, sudah semestinya stadion itu dilestarikan dan diabadaikan hingga menjadi situs atau museum olahraga Tangerang.
Jangan sampai generasi mendatang menilai, watak manusia saat ini hanya pandai membangun, tapi bodoh dalam urusan merawat.
0 comments:
Post a Comment