LEBAK, (KB).- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, dinilai tidak berdaya atau mampu menghadapi persoalan pengangkut pasir dalam keadaan basah dan melebihi
kapasitas. Sebab, hingga saat ini truk pengangkut pasir basah melebihi
kapasitas masih saja beroperasi dengan leluasa
melintas di sejumlah jalan di wilayah Kabupaten Lebak. ”Saya menilai, Pemkab tak berdaya menyelesaikan masalah truk melanggar aturan membawa muatan pasir basah dan melebihi kapasitas. Terbukti, meski Pemkab sudah beberapa kali melakukan penertiban, bahkan ketika Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya turun langsung ke lapangan menegur sopir yang mengabaikan aturan, tetap saja itu tidak memberikan efek apapun terhadap persoalan ini,” kata aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Ampel) Lebak, Ade PK, Senin (24/7/2017).
melintas di sejumlah jalan di wilayah Kabupaten Lebak. ”Saya menilai, Pemkab tak berdaya menyelesaikan masalah truk melanggar aturan membawa muatan pasir basah dan melebihi kapasitas. Terbukti, meski Pemkab sudah beberapa kali melakukan penertiban, bahkan ketika Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya turun langsung ke lapangan menegur sopir yang mengabaikan aturan, tetap saja itu tidak memberikan efek apapun terhadap persoalan ini,” kata aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Ampel) Lebak, Ade PK, Senin (24/7/2017).
Menurut dia, persoalan ini masih saja tetap terjadi, selain karena
penegakan aturan yang diterapkan pemerintah daerah melalui organisasi
perangkat daerah (OPD) yang masih cukup lemah, juga karena sikap
pemerintah itu sendiri yang ‘setengah hati’ dalam menyelesaikan
persoalan ini. Kenapa persoalan ini tetap terjadi, juga tidak terlepas
dari adanya dugaan keterikatan oknum pemerintah atas keberadaan usaha
pertambangan pasir di Lebak. ”Kalau Pemkab memang tegas, karena dengan
upaya penertiban dan penilangan tidak memberikan efek jera. Maka cara
satu-satunya menutup pertambangan pasir yang tetap membiarkan truk
membawa pasir basah. Jangan berani hanya para sopir saja, sementara
pemilik pertambangan tidak diberikan penindakan apapun,” ujarnya.
Keberadaan pos retribusi milik Dinas perhubungan (Dishub) Lebak, kata
dia, dinilai hanya sebatas formalitas saja untuk menarik retribusi.
Seharusnya keberadaan pos tersebut juga difungsikan sebagai tempat untuk
melakukan pengawasan. Jika perlu pos pengawasan dan penindakan disebar
di sejumlah tempat strategis sebagai titik adanya kegiatan pertambangan
pasir. ”Keberadaan pos retribusi itu juga patut dipertanyakan, retribusi
semacam apa yang ditarik tersebut. Apa retribusi itu masuk Pendapatan
Asli Daerah (PAD),” ucapnya.
Berdasarkan pantauan, Ahad (23/7/2017) truk membawa pasir dalam
keadaan basah dan melebihi kapasitas masih tampak terlihat beroperasi di
sejumlah jalan di Kabupaten Lebak. Di Jalan Hasanudin jalur yang
terdapat pos retribusi Dishub juga masih tampak truk pasir basah
melebihi kapasitas bebas melintas. Kondisi serupa juga terlihat di
Jalan Rangkasbitung-Citeras dan Rangkasbitung-Sajira-Cipanas. Bahkan, di
jalur Citeras sejumlah tempat penampungan pasir (stock faile) saat ini
sudah banyak bermunculan kembali. Akibatnya, sepanjang jalur itu kerap
mengalami kemacetan akibat adanya truk yang seenaknya berhenti memuat
atau menurunkan pasir yang ada di stock faile tersebut.
0 comments:
Post a Comment