Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beragam jenis budaya dan
agama. Oleh karena itu sikap toleransi harus dimiliki masyarakatnya
untuk menghindari timbulnya potensi konflik. Salah satu konflik yang
akhir akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah konflik agama.
Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mengungkapkan betapa
besarnya kontribusi agama dalam perjuangan kemerdekaan, dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak pahlawan yang
terlahir dan turut berjuang karena panggilan agamanya.
Agama di Indonesia memiliki posisi yang terhormat, dan indonesia
menanamkan karakter saling menghormati dalam kehidupannya lewat budaya
dan agamanya. Namun ironisnya, konflik yang mengatasnamakan agama mulai
timbul di Indonesia, dan meningkat tajam dengan semakin berkembangnya
gerakan ekstremis agama di Indonesia.
Tidak melihat ras atau agama siapapun menginginkan perdamaian, namun
tidaklah mudah untuk mewujudkan perdamaian. Karena itu manusia harus
tekun memperjuangkan perdamaian, dan perjuangan perdamaian mestinya nir
kekerasan. Esai ini akan membahas tentang peran agama membentuk pemuda
toleran dalam memelihara perdamaian.
Toleransi kunci Perdamaian
Perdamaian tidak akan bisa dicapai secara instan. Untuk mencapainya
perlu perkembangan dan proses berkelanjutan. Tanpa adanya perdamaian,
kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi dan politik tidak mungkin
tercapai. Hal ini dikarenakan tidak adanya sikap toleransi yang
memungkinkan keharmonisan dan kerjasama sosial antar masyarakatnya.
Toleransi sendiri adalah menghargai perbedaan dan kemampuan untuk
hidup dan membiarkan orang lain hidup dengan hidupnya. Toleransi
merupakan kemampuan untuk memberikan sikap yang objektif dan adil pada
pendapat, prilaku, ras, dan agama yang berbeda. Bukan hanya sekedar
tidak memperdulikan perbedaan, toleransi lebih mengarahkan manusia untuk
menunjukan rasa hormat pada perbedaan tiap tiap manusia.
Toleransi merupakan salah satu kunci utama dalam memelihara
perdamaian dan menjauhi konflik dalam kehidupan bermasyarakat (Yusuf,
2013). Dengan adanya toleransi bahkan ketika ada konflik, kelompok yang
berkonflik akan menahan rasa sakit masa lalu dan menyelesaikan perbedaan
secara damai. Perpecahan dan konflik pasti akan terlahir tanpa adanya
sikap toleransi.
Pada dasarnya, manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan.
Lokasi hidup, agama yang dianut, pendidikan, keadaan sosial akan
membentuk karakter dan nilai- nilai yang di miliki seseorang. Nilai
nilai hidup yang berbeda sangat rentan menimbulkan sebuah kesalahpahaman
dalam komunikasi tanpa adanya toleransi akan perbedaan. Hanya dengan
rasa saling percaya masyarakat dapat membangun perdamaian.
Rasa saling percaya harus dibangun dengan pendidikan karakter yang
mendukung rasa pengertian, toleransi, saling hormat, dan komunikasi.
Bibit bibit perdamaian dan toleransi beragama ini harus ditanamkan sejak
dini didalam diri anak anak, agar generasi penerus bangsa yang
terbentuk adalah generasi cinta damai.
Generasi Baru Cinta Damai
Generasi masa depan bangsa adalah penentu masa depan bangsa. Bangsa
yang berhasil adalah bangsa yang masyarakatnya cinta damai. Dengan
lahirnya generasi cinta damai diharapkan masyarakat Indonesia akan
memiliki toleransi dan terbebas dari konflik yang menjerumuskan ke
jurang perpecahan destruktif dan berkepanjangan.
Generasi cinta damai terdiri dari sumber daya manusia dengan rasa
toleransi yang tinggi yang dibentuk dengan pendidikan dan pembentukan
karakter yang baik. Karakter yang harus ditanamkan pada generasi penerus
antara lain hidup dalam damai dan kepedulian, kesadaran untuk menolak
segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM, kemampuan berbagi dan
menghormati. keterbukaan dan komunikasi, serta toleransi akan perbedaan
baik etnis, budaya, dan agama.
Penanaman benih benih toleransi ini dapat dilakukan dengan beragam
aktivitas seperti drama, nyanyian, puisi, proyek, dan peningkatan
kesadaran seseorang dalam hal perbedaan nilai budaya dan agama secara
lokal, nasional, dan global.
Sikap perdamaian dan persaudaraan dalam menghargai hak-hak asasi
manusia harus juga ditegakkan untuk mencapai persatuan dan kesatuan umat
manusia. Sebab persatuan yang kuat akan menimbul-kan kekuatan dan
menghindari kehinaan dan kelemahan (Supriyanto, 2013)
Semakin sering generasi muda ditempa dan di didik akan gambaran
positif, serta keunikan nilai budaya dan agama lain, semakin sulit
mereka untuk mencari kesalahan orang lain, sehingga menumbuhkan rasa
toleransi dan saling menghormati diantara mereka. Ketika setiap orang
saling menghormati dan menjunjung tinggi satu sama lain, mereka dapat
hidup dan bekerja sama demi kesejahteraan bersama.
Agama dan Benih Perdamaian
Agama agama yang ada di dunia ini dapat digunakan sebagai media
pengembang generasi cinta damai. Tiap agama dan para utusannya memiliki
misi untuk membawa pesan perdamaian. Apalagi, budaya dan agama sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas manusia. Ancaman bagi
keberlangsungan agama dan budaya, akan membahayakan karakter keterbukaan
dan kepercayaan diri, yang akan merusak hubungan nilai nilai karakter
budaya semua orang (The Baku Youth Initiative, 2008).
Indonesia merupakan sebuah negara multi kultural dan agama yang
masyarakatnya terdiri dari orang dengan berbagai macam nilai. Masyarakat
Indonesia memiliki berbagai macam agama yang dianut, dan konflik agama
berpotensi tinggi untuk timbul karena adanya kesalahpahaman dan
kekurangpahaman para penganut agama akan agamanya sendiri dan memaksakan
keyakinan tanpa menghormati hak orang lain.
Indonesia membutuhkan seorang figur yang dapat menerjemahkan konsep
nilai nilai agama dan membumikannya dalam kehidupan masyarakat
(Muqoyyidin, 2012). Oleh karena itu, Generasi cinta damai tidak hanya
memilik tuntutan karakter yang baik, namun harus berpendidikan dan
pintar untuk menjembatani perbedaan yang ada di Indonesia.
Untuk dapat menjadikan agama sebagai media pengembang generasi cinta
damai, masyarakat perlu persiapan dan beradaptasi. Dibutuhkan adanya
solidaritas komunitas yang kuat, serta penerapan nilai nilai sosial dan
agama yang tidak ada unsur politis. Membangun pengertian dan toleransi
antar agama juga dapat dilakukan dengan dialog antar agama. Dialog antar
agama dapat membuka pikiran dan menanamkan sikap saling menghormati,
harga diri, dan kebebasan dalam beragama.
Realita Toleransi Agama Dunia
Sejumlah agama besar di dunia, beserta tokoh sentralnya, seperti
Islam dengan Muhammad, Kristen dengan Jesus, ataupun Budha dengan
Sidharta Gautamanya, telah mengajarkan prinsip-prinsip kedamaian dan
sikap toleransi kepada pihak yang berbeda dengannya serta memberikan
teladan bahwasanya agama bukan semata ritual vertikal, Sikap saling
menghargai akan sebuah perbedaan inilah yang kemudian akan menjadikan
agama sebagai sebuah entitas yang berisikan kedamaian dan kasih
sayang (Widagdo, 2013).
Agama-agama memiliki misi perdamaian dan umat beragama memimpikan
bagaimana perdamaian terwujud dalam hidup mereka. Namun ironisnya,
beberapa umat beragama melakukan hal yang bertentangan ajaran damai
agamanya (Tong, 2010).
Ketika umat kelompok agama memutlakan agamanya tanpa saling
menghormati, hal ini dapat memicu konflik yang berasal dari memaksakan
keyakinan. Padahal, keberagaman keyakinan adalah fakta, tetapi
memaksakan keyakinan seseorang kepada orang lain merupakan pelanggaran
terhadap martabat kemanusiaan (Hapsin, Komarudin, & Imroni, 2014).
Salah satu penyebab lahirnya konflik disebabkan oleh stereotype satu
kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda agama. Beberapa kasus yang
diikuti oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar rumah-rumah
ibadah dan tempat-tempat bernilai bagi masing-masing pemeluk agama telah
terjadi dimana-mana di muka bumi ini.
Bentuk bentuk stereotype yang mulai berkembang di dunia menandakan
krisis kemanusiaan akan toleransi beragama. Sebagai contoh adalah
dikenalnya umat Islam sebagai umat yang radikal, tidak toleran, teroris,
fundamentalis dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran agama
lain.
Bahaya konflik antar umat beragama ini telah menimbulkan tragedi yang
sebenarnya dapat dicegah dengan adanya toleransi dan kesadaran
masyarakat akan nilai kemanusiaan.
Beberapa kasus yang telah terjadi antara lain konflik di Moro
Filipina (Islam dengan Kristen), pembantaian muslim Rohingnya oleh umat
Budha di Myammar, bentrokan sektarian di kota Boda, dan Republik Afrika
Tengah antara orang Muslim dengan orang Kristen (Yunus, 2014).
Di Indonesia sendiri telah muncul berbagai macam konflik agama
seperti konflik di Poso antara umat Islam dengan Kristen, konflik agama
di Bogor, serta konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur.
Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan
agama lain, menyebabkan para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, dan
kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain. kurangnya saling
pengertian dalam menghadapi perbedaan pendapat dan pemahaman yang
liberal (bebas) tanpa mengikuti kaidah kaidah pemahaman yang ada
menyebabkan komunikasi antar agama tidak berjalan dengan baik.
Untuk menghentikan munculnya kasus kasus konflik agama seperti ini
dibutuhkan kearifan dari semua pihak dan gerakan pemuda yang memiliki
kesadaran kemanusiaan agar potensi yang telah ada dapat diredam untuk
menciptakan Indonesia indah dan bebas dari konflik agama yang
berlarut-larut.
Solusi Krisis Kemanusiaan, Toleransi Konflik
Para pemuda dan kelompok pemuda punya peran tak tergantikan dalam
menjembatani perdamaian antar agama. Diskriminasi dalam bentuk
islamophobia, chrostianophobia, dan lain lain harus dimusnahkan dengan
mengangkat nilai toleransi dan perlindungan dari kelompok ekstremis.
Pendekatan multikultural merupakan salah satu alternatif yang dapat
dimanfaatkan guna mengeliminasi setidak-tidaknya mengurangi konflik
sosial yang sering muncul selama ini terutama konflik antaretnis dan
antaragama di Indonesia yang masyarakatnya memang multietnis dan
multiagama. (Rahawarin, 2013)
Selain Pemahaman multikulturalisme, integrasi semua pihak dan
solidaritas perlu ditingkatkan. Kita perlu mengembangkan generasi cinta
damai yang pintar, sebuah generasi yang mampu mengelola berbagai
perbedaan bangsa demi pembangunan.Komunikasi antar budaya dan agama
perlu terinterpretasikan dengan arif, oleh karenanya dibutuhkan lahirnya
para pemimpin teladan yang cinta damai.
Penutup
Kita di Indonesia selalu bersemboyan Bhinneka tunggal Ika yang
berarti “berbeda beda tapi satu”. Selayaknya kita membenahi diri dan
menunjukan nilai toleransi yang kita elu elukan sebagai semboyan bangsa
dalam kehidupan kita sehari hari. Diperlukan keseriusan dalam mewujudkan
spirit kesatuan dalam kebhinekaan atau kesepakatan dalam perbedaan
dengan didukung penuh terutama oleh para tokoh agamawan, cendekiawan,
dan Negara.
Perdamaian tidak mungkin bisa dicapai tanpa adanya sikap toleransi
dari semua pihak. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, dan didik
generasi cinta damai untuk memimpin di masa depan nanti.
Dari benih benih yang kita tanamkan, suatu saat akan menumbuhkan para
pemuda teladan calon pemimpin yang toleran pembawa perdamaian. Oleh
karena itu, Budaya saling mengerti dan menghormati dalam toleransi yang
mulai redup harus kita hidupkan kembali. Jangan ada diskriminasi antar
agama dan etnis akan berujung konflik tragedi terulang kembali di negri
pertiwi. #LombaEsaiKemanusiaan
Referensi
Hapsin, A., Komarudin, & Imroni, M. A. (2014). Urgensi Regulasi
Penyelesaian Konflik Umat Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama.
Walisongo , 351-280.
Muqoyyidin, A. W. (2012). Potret Konflik Bernuansa Agama di Indonesia. Analisis , 315-340.
Rahawarin, Y. (2013). Kerjasama Antar Umat Beragama: Studi
Rekonsiliasi Konflik Agama di Maluku dan Tual. Kalam: Jurnal Studi Agama
dan Pemikiran Islam , 95-120.
Supriyanto. (2013). Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam , 307-320.
Susan, N. Pengembangan Perdamaian antar Komunitas Beragama.
The Baku Youth Initiative. (2008). Beyond Religious Differences. Baku Conference (págs. 1-6). Baki: The Baku Youth Initiative.
Tong, S. (2010). Agama dan Misi Perdamaian. Reformed Center For
Religion & Society (págs. 2-3). Jakarta: Reformed Center For
Religion & Society.
Widagdo, H. H. (2013). Dualisme Agama : Menilik Peranannya atas Kedamaian dan Kesengsaraan. ESENSIA , 146-160.
Yunus, F. M. (2014). Konflik Agama di Indonesia. Substansia , 216-228.
Yusuf, H. O. (2013). Promoting Peaceful Co-Existence and Religious
Tolerance through Supplementary Readers and Reading Comprehension
Passages in Basic Education Curriculum. International Journal of
Humanities and Social Science , 224-232.
0 comments:
Post a Comment