Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan
sejumlah kasus korupsi yang mangkrak tahun ini bakal dilanjutkan pada
2018. Kasus-kasus itu akan ditelaah sebelum nantinya ditindaklanjuti
lebih jauh.
"Yang belum ditindaklanjuti itu kan pasti dikaji. Mana yang segera, mana yang masih memerlukan waktu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Oleh karena itu, lanjut Agus, KPK berencana menambah jumlah Satuan Tugas (Satgas) untuk menuntaskan kasus-kasus yang mangkrak. Sehingga, kasus-kasus tersebut dapat dituntaskan.
Beberapa kasus yang belum rampung ditangani oleh lembaga antikorupsi memiliki nilai kerugian cukup besar. Di antaranya, kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) PT Pelindo II pada tahun anggaran 2010 dan kasus dugaan korupsi Bank Century yang merugikan negara hingga Rp6,672 triliun.
Khusus kasus pengadaan QCC dengan tersangka RJ Lino, Agus menyatakan pihaknya telah melakukan gelar perkara bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), beberapa waktu lalu. Pihaknya, kata Agus, tinggal menindaklanjuti gelar perkara itu.
"RJ Lino berjalan terus, kalau tidak salah, dua hari sebleum kita liburan pun ada gelar bersama antar BPK dan KPK, pekerjaan tidak mandek semoga tidak lama lagi kita akan temukan langkah-langkah lebih lanjut," jelasnya.
Sementara itu, untuk kasus Century, Agus mengklaim sudah mengembangkan kasus tersebut ke beberapa pihak. KPK tinggal menunggu waktu untuk menetapkan tersangka berikutnya.
"Kita sudah melakukan ada satu orang kan kalau yang lain tinggal tunggu giliran kita akan kaji lagi. Tapi hari ini kita masih disibukkan pada hal-hal yang tidak semuanya tidak bisa kita sentuh karena ada prioritas penyidik," pungkasnya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief mengatakan, mangkraknya sejumlah kasus besar bukan karena lembaga Antirasuah enggan menuntaskan kasus-kasus tersebut. Mangkraknya sejumlah kasus besar justru menjadi beban pimpinan KPK.
Dia mencontohkan, salah satu kasus besar yang mulai menemui titik terang yakni skandal penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sejauh ini, KPK memang baru menetapkan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syfruddin Arsyad Temenggung.
"Misalnya BLBI yang lama, iya itu menjdi beban kita, yang dulu enggak terselesaikan. Tapi, ya Alhamdulillah satu sudah terselsaikan dengan tersangka Pak SAT," ucapnya.
Penetapan tersangka dan penahanan SAT, lanjut dia, juga diharapkan membuka tabir skandal tersebut. Namun, butuh waktu yang tidak sebentar untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Kerjaan hukum itu tidak bisa diburu-buru. Sedangkan yang lain, penetapan tersangka seperti yang ditanyakan, Pak RJ Lino, sekarang sedang dihitung (kerugian negara), bekerja sama juga dengan PPATK. Ya, kita jadikan prioritas 2018, jangan sampai kelamaan juga," tegasnya.
Syarief menjelaskan, untuk menjadikan sebuah kasus prioritas setidaknya salah satu syaratnya besaran kerugian negara. Tidak hanya itu, KPK juga mempertimbangkan efek jera.
"Kalau kerugian negaranya yang besar, itu kita dahulukan, tetapi tidak pernah prioritas itu yang berhubungan dengan politik. Tapi, misalnya dia antar pejabat yang tinggi dan rendah, ya harusnya pejabat yang lebih tinggi dulu," tandasnya.
"Yang belum ditindaklanjuti itu kan pasti dikaji. Mana yang segera, mana yang masih memerlukan waktu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Oleh karena itu, lanjut Agus, KPK berencana menambah jumlah Satuan Tugas (Satgas) untuk menuntaskan kasus-kasus yang mangkrak. Sehingga, kasus-kasus tersebut dapat dituntaskan.
Beberapa kasus yang belum rampung ditangani oleh lembaga antikorupsi memiliki nilai kerugian cukup besar. Di antaranya, kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) PT Pelindo II pada tahun anggaran 2010 dan kasus dugaan korupsi Bank Century yang merugikan negara hingga Rp6,672 triliun.
Khusus kasus pengadaan QCC dengan tersangka RJ Lino, Agus menyatakan pihaknya telah melakukan gelar perkara bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), beberapa waktu lalu. Pihaknya, kata Agus, tinggal menindaklanjuti gelar perkara itu.
"RJ Lino berjalan terus, kalau tidak salah, dua hari sebleum kita liburan pun ada gelar bersama antar BPK dan KPK, pekerjaan tidak mandek semoga tidak lama lagi kita akan temukan langkah-langkah lebih lanjut," jelasnya.
Sementara itu, untuk kasus Century, Agus mengklaim sudah mengembangkan kasus tersebut ke beberapa pihak. KPK tinggal menunggu waktu untuk menetapkan tersangka berikutnya.
"Kita sudah melakukan ada satu orang kan kalau yang lain tinggal tunggu giliran kita akan kaji lagi. Tapi hari ini kita masih disibukkan pada hal-hal yang tidak semuanya tidak bisa kita sentuh karena ada prioritas penyidik," pungkasnya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief mengatakan, mangkraknya sejumlah kasus besar bukan karena lembaga Antirasuah enggan menuntaskan kasus-kasus tersebut. Mangkraknya sejumlah kasus besar justru menjadi beban pimpinan KPK.
Dia mencontohkan, salah satu kasus besar yang mulai menemui titik terang yakni skandal penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sejauh ini, KPK memang baru menetapkan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syfruddin Arsyad Temenggung.
"Misalnya BLBI yang lama, iya itu menjdi beban kita, yang dulu enggak terselesaikan. Tapi, ya Alhamdulillah satu sudah terselsaikan dengan tersangka Pak SAT," ucapnya.
Penetapan tersangka dan penahanan SAT, lanjut dia, juga diharapkan membuka tabir skandal tersebut. Namun, butuh waktu yang tidak sebentar untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Kerjaan hukum itu tidak bisa diburu-buru. Sedangkan yang lain, penetapan tersangka seperti yang ditanyakan, Pak RJ Lino, sekarang sedang dihitung (kerugian negara), bekerja sama juga dengan PPATK. Ya, kita jadikan prioritas 2018, jangan sampai kelamaan juga," tegasnya.
Syarief menjelaskan, untuk menjadikan sebuah kasus prioritas setidaknya salah satu syaratnya besaran kerugian negara. Tidak hanya itu, KPK juga mempertimbangkan efek jera.
"Kalau kerugian negaranya yang besar, itu kita dahulukan, tetapi tidak pernah prioritas itu yang berhubungan dengan politik. Tapi, misalnya dia antar pejabat yang tinggi dan rendah, ya harusnya pejabat yang lebih tinggi dulu," tandasnya.
0 comments:
Post a Comment