![]() |
Jikalau kita ingat, pada saat menyambut momen lebaran itu, semuanya
pasti sibuk. Mall mall penuh sesak oleh mereka yang berburu diskon.
Pasar ramai dengan orang-orang yang mencari jajanan untuk keperluan di
hari lebaran.
Tidak terkecuali di jalanan, jalanan nampak berpacu dan bising
dipenuhi oleh pemudik yang merindukan kampung halaman. Semuanya
digerakkan oleh rasa yang sama, rasa bangga bahwa kita telah disucikan
kembali oleh Allah melalui Ramadhan.
Pada saat itu, yang membeli baju merasa bahwa di hari lebaran nanti,
tubuh yang suci haruslah dibalut dengan pakaian yang indah. Yang membeli
jajanan punya maksud sendiri, mereka tidak mau mengecewakan tamu yang
biasa hadir ke rumah dengan tradisi ‘halal-bi-halal’. Yang mudik dan
menyemuti jalanan pun punya alasan, mereka diberangkatkan oleh keinginan
bertemu keluarga agar maaf-me-maafkan itu nyata dan tak sekedar
kata-kata.
Di sisi yang lain, ada yang mengklaim bahwa hal-hal di atas tersebut
tak perlu dilakukan. Lebaran harus kembali pada nafas kesucian kita,
yakni kesederhanaan. Yang lebih penting dari merayakan ialah merawat
agar kebaikan, ketika dan pasca-Ramadhan, itu terus bersemai sepanjang
hidup.
Semua alasan di atas tadi adalah benar dan patut untuk diapresiasi.
Sekarang kita beranjak ke pembahasan yang lain, yakni pembahasan
mengenai apa arti dari lebaran itu sendiri.
Arti Lebaran
Seperti kita ketahui bahwa lebaran itu merupakan bahasa kita, Tak ada
dalam negara manapun yang memakai istilah ini untuk memaknai hari raya
Idul Fitri.
Lebaran tidak memiliki arti kesucian ataupun pengembalian roh pada
titik awal. Lebaran bukan kata ganti yang artinya sama dengan Idul Fitri
(hari raya makan). Namun lebaran, karena sudah terlalu lama dan
mengakar, lebih mudah diucapkan daripada menyebut Idul Fitri.
Untuk itu, marilah kita mencari tahu darimana datangnya kata lebaran,
sehingga hal itu menjadi relevan dengan budaya bangsa kita.
Untuk membedah suatu kata, kita mengenal dua hal, etimologi dan
terminologi. Sisi etimologi mengupas tentang asal-usul kata. Sedangkan
terminologi membahas mengenai makna daripada kata tersebut. Untuk
menjelaskan tentang kata lebaran, kita hanya butuh etimologi saja.
Lebaran konon memiliki lima padanan kata yang berkaitan dengannya.
Lima kata tersebut adalah lebar-an, luber-an, labur-an, lebur-an dan
liburan. Mari kita bahas satu persatu.
Pertama, lebaran konon berasal dari lebar yang dibubuhi imbunan -an.
Lebar yang menjadi awalan dari lebaran bukanlah lebar dalam arti
bangunan, lapangan atau pun halaman. Akan tetapi ‘lebar hati’ kita untuk
memaafkan. Orang tua suka berkata “sing gede atine” manakala kita
disakiti dan dari situlah lebar dimasukan sebagai awal mula kata
‘lebaran’.
Kedua, lebaran dianggap juga sebagai kata yang bermula dari ungkapan
luber. Luber dalam KBBI memiliki arti melimpah, meluap. Ringkasnya,
melewati batas daripada batas yang ditentukan. Luber maafnya, luber
rezekinya dan luber pula pahalanya sehabis Ramadhan. Untuk itu, maka
luber-an bertransformasi menjadi lebaran.
Ketiga, menurut Mustofa Bisri, lebaran diambil dari kata laburan
(jawa;mengecat). Setiap kali menjelang datangnya Idul Fitri, semua
kepala keluarga sibuk mengecat rumahnya agar tampak indah. Dari
kebiasaan laburan menjelang Idul Fitri itulah, lebaran menjadi sebuah
kata yang setara dengan makna Idul Fitri itu sendiri.
Keempat, dalam satu kesempatan, Almarhum KH Muhtar Babakan Ciwaringi
pernah berujar bahwa lebaran itu berakar filosofis dari kata leburan
(jawa:menyatukan). Dengan ujian dan cobaan, dengan kesabaran dan
ketenangan, selepas Ramadhan itu diharapkan kita mampu meleburkan diri
kita pada sifat-sifat Tuhan. Dalam bahasa Syeikh Siti Jenar
“manunggaling kawula gusti”. Semangat perubahan itulah yang merubah
leburan menjadi lebaran.
Kelima, atau yang terakhir, lebaran dimaknai sebagai plesetan dari
liburan. Dalam kalender Nasional, Hari Raya Idul Fitri adalah tanggal
merah yang artinya libur. Menikmati hari libur berarti liburan. Oleh
karena alasan itu, maka liburan yang diucapkan berulang-ulang, menjadi
titik pangkal dari munculnya lebaran.
Begitulah arti lebaran dalam bahasa kita Indonesia. Unik dan bermacam-macam. Jauh dari nalar namun dekat dengan perasaan.
Lebih penting daripada arti-arti itu adalah esensi atau ruh yang
seringkali dimiliki dalam setiap kali kita menyebut kata ‘lebaran’. Bagi
kita, bangsa Indonesia, Idul Fitri itu lebaran. Dan lebaran itu
memaafkan, lebaran itu kesucian, lebaran itu kebahagiaan, lebaran itu
makan-makan, lebaran itu kerinduan, dan lebaran itu adalah lembaran baru
untuk menuju optimisme esok yang lebih baik.
Makna Idul ftri
Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah
puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang
akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang
bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang artinya
kembali sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa
berarti suci. Adapun fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata
ifthar (sighat mashdar dari aftharo – yufthiru) dan berdasar hadis
Rasulullah SAWyang artinya :”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi
Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitri tanpa makan
beberapa kurma sebelumnya.” Dalam Riwayat lain: “Nabi Shallallahu
alaihi wasallam Makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR Bukhari).
Dengan demikian, makna Idul Fitri berdasarkan uraian di atas adalah
hari raya dimana umat Islam untuk kembali berbuka atau makan. Oleh
karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitria
dalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa
hari raya Idul Fitri 1 syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk
berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa,
kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata
fathoro-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang
berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena
mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Muttafaq ‘alayh). Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan
dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh) . Dari
penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti
kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa
dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti
kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam
yang benar. Bagi umat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa
di Bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali
seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana
Sabda Nabi SAW yang Artinya“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Adapun terkait hidangan khas waktu Idul Fitri yaitu ketupat, dalam
bahasa Jawa ketupat diartikan dengan ngaku lepat alias mengaku
kesalahan, bentuk segi empat dari ketupat mempunyai makna kiblat papat
lima pancer yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat yaitu arah
jalan hidup manusia. Ke mana pun arah yang ingin ditempuh manusia
hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya yaitu Allah SWT.
Oleh sebab itu ke mana pun manusia menuju, pasti akan kembali kepada
Allah. Rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur mencerminkan
kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan
kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam
janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran. Janur yang ada di
ketupat berasal dari kata jaa-a al-nur bermakna telah datang cahaya atau
janur adalah sejatine nur atau cahaya. Dalam arti lebih luas berarti
keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan
Ramadan.
Adapun filosofi santen yang ada di masakan ketupat adalah suwun
pangapunten atau memohon maaf. Dengan demikian ketupat ini hanyalah
simbolisasi yang mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon
ampun dari segala kesalahan hal ini merupakan makna filosofis dari
warna putih ketupat jika dibelah menjadi dua. Sedangkan, janur
melambangkan manusia yang telah mendapatkan sinar ilahiah atau cahaya
spiritual/cahaya jiwa. Anyaman-anyaman diharapkan memberikan penguatan
satu sama lain antara jasmani dan rohani.
Pemaknaan hari raya Idul Fitri hendaknya bersifat positif seperti
menjalin silaturrahmi sebagai sarana membebaskan diri dari dosa yang
bertautan antar sesama makhluk. Silaturahmi tidak hanya berbentuk
pertemuan formal seperti Halal bi Halal, namun juga bisa dengan cara
menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk bercengkerama, saling
mengenalkan dan mengikat kerabat. Apalagi sekarang permohonan maaf dan
silaturahmi sudah tidak mengenal batas dan waktu sebab bisa menggunakan
jejaring media sosial seperti contoh lewat sms, up date status, inbox di
facebook, whatsapp, twiter, yahoo mesenger, skype dan email.
Begitulah pentingnya silaturahmi sebagaimana Sabda Rasulullah SAW
yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan
melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah.
(HR.Daud,Tirmidzi&Ibnu Majah) . “
Kini kita dengan rasa suka cita dan senang karena kita menyambut hari
kemenagan disamping itu kita juga bercampur sedih, dan dengan linangan
air mata bahagia kita di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh berkah,
maghfirah dan Rahmat Allah SWT. Banyak pelajaran dan hikmah, faidah dan
fadhilah yang kita dapatkan.
Kini bulan Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh
meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita yaitu spirit dan
akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1 Syawal harus menjadi Imtidad atau
lanjutan Ramadhan dengan ibadah serta kesalehan sosial. Sebab kata
Syawal itu sendiri artinya peningkatan. Inilah yang harus mengisi
sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita.
Dalam kesempatan berlebaran di hari raya yang suci ini, mari kita
satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari kita, kita hilangkan rasa
benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa
bangga dengan apa yang kita miliki hari ini. Mari kita ganti semua itu
dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan.
Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri serta senyum yang manis
kita ulurkan tangan kita untuk saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran
baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang mungkin
banyak terdapat kotoran dan noda seraya mengucapkan Minal Aidin Wal
faizin Mohon Ma’af Lahir dan Batin.
Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongannya kepada kita semua.
Oleh karena itu marilah kita jadikan Idul Fitri tahun 2018 ini berbeda
dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya, mari merajut kembali dan
maksimalkan bersilaturahim untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi
seorang pemaaf. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali
ke jiwa kita yang telah suci.
Redaksi
0 comments:
Post a Comment