JAKARTA – Sistem pengupahan berkeadilan bukan
sekadar menentukan upah minimum, melainkan bisa menunjang peningkatan
kesejahteraan para pekerja. Alasannya, upah dipengaruhi banyak faktor
seperti daya beli masyarakat terkait produk perusahaan.
“Selama ini wacana atau narasi pengupahan di Indonesia lebih banyak
menghabiskan energi bicara upah mininum,” ujar Menteri Ketenagakerjaan,
Hanif Dhakiri, di Jakarta, Kamis (30/8/2018). “Padahal upah itu bukan
semata perkara upah tinggi atau rendah. Tapi terkait dengan daya beli
upah masyarakat terkait keadilan bisa diperoleh di semua daerah dan
terkait masalah sistem pengupahan yang diterapkan.”
Karena itu, ia berpesan kepada Dewan Pengupahan Nasional untuk
membahas masalah pengupahan dari perspektif yang lebih komprehensif agar
menghasilkan sistem pengupahan yang benar-benar adil. “Ini menjadi
tantangan dewan pengupahan ke depan untuk memastikan agar ekosistem
pengupahan ini benar-benar bisa baik. Soal upah tidak melulu nominal,
apa yang diterima, tapi juga terkait dengan ekosistem secara
keseluruhan,“ urai kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Kondisi itu dicontohkan Direktur Pengupahan Kemenaker, Adriani. Di
Belanda, katanya, orang diupah senilai Rp30 juta masih mengeluh karena
daya beli di Belanda itu sama dengan daya beli masyarakat di Jakarta
sebesar Rp3 juta. Nominalnya saja yang besar tapi daya belinya sama.
Artinya ada banyak faktor termasuk terkait makro ekonomi dianggap
mempengaruhi masalah upah. “Belum lagi dikaitkan isu produktivitas,
belum lagi nanti tantangan baru proses bisnis dunia yang kini berbasis
digital,” tutupnya. (rinaldi/mb)
0 comments:
Post a Comment