AMPERA yang saya maksud dalam tulisan ini
bukan ingin menjelaskan sebuah jembatan yang besar dan megah di
Kota Palembang atau Ampera juga tidak bermaksud untuk menyoroti rumah
makan padang sederhana yang biasanya ada di pinggir jalan dan harganya biasanya
murah meriah atau nama beberapa becak yang berseliweran di jalanan Malioboro
Yogyakarta. Ampera yang saya maksud dalam tulisan ini adalah ALIANSI
MASYARAKAT PENDUKUNG PERABOWO SANDI UNO akronimnya AMPERA. Ampera adalah
salah satu pemikiran politik dari Civiticas Akdemisi yaitu H Sindu Adi
Pradono SH yang saat ini aktif di International Analis Policitic (IAP)
bagaimana segi kekuatan Politik atas pergerakan hati Nurani dan Kebersamaan .
Wajar saja, ketika gejolak Pilkada mulai bergolak banyak organisasi dadakan
yang bermunculan maka AMPERA BANTEN mencoba bergerak untuk mendukung kanidat
berdasarkan kekuatan dari Masyarakat Banten Sendiri disini kami nyakin
bahwa masyarakat di minta berpartisipasi secara spontan tanpa di iming iming
dengan untaian rupiah
Mereka dengan serta merta bergerak untuk menyusukseskan
PILPRES 2019 yang Kondusif ,melihat fonomena tersebut maka Jaringan
AMPERA BANTEN yang berdiri sejak 2004 silam lalu mencoba memberikan sesuatu
yang lain Yaitu Kami ADA Disini Karena Anda Dan Anda Adalah Bagian Dari Kami ,AMPERA
Menyadari bahwasan masalah terbesar yang dihadapi bangsa ini adalah
kemiskinan dan kemelaratan rakyat. Kondisi yang sama juga dihadapi oleh
negara-negara yang baru merdeka seperti India, Mesir, Pakistan dan lainnya,
yang sama-sama melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan bangsa adalah musuh
baru pertama yang dihadapi setelah selesai dengan musuh penjajah.maka sebagai
kominitas ampera Banten yang tersebar sampai ke polosok desa menyadari Politik
bukan untuk di jauhi Tetapi Politik adalah untuk di pelajari demi kesejahteraan
Bersama sedikit kita mengulas Tentang Perkembangan
AMPERA yang ada Saat ini
:Zaman modern ini pun pemikiran tentang Ampera masih dominan dalam wacana
politik yang bahkan secara resmi masuk dalam GBHN, UU maupun Peraturan
pemerintah, namun tentunya sudah berganti wujud atau nama. Saat ini namanya
program pengentasan kemiskinan atau Inpres Desa Tertinggal atau nama lainnya
yang kadang diadopsi oleh daerah namun pada intinya tetap berkutat pada masalah
kemiskinan, kemelaratan dan keterbelakangan rakyat.
Kalau Ampera
adalah pemikiran Bung Hatta juga punya pemikiran klasik, yaitu
ekonomi rakyat. Konsep ekonomi rakyat yang diusung oleh Bung Hatta yang
kemudian secara formalnya termaktub dalam UUD 1945 dalam pasal 33.
Ekonomi
rakyat yang digagas oleh Bung Hatta berdasarkan kondisi pada saat itu terjadi
baik di Asia maupun di Eropa, yaitu sebagai akibat adanya pertentangan
kelas yaitu antara kelas borjuis dan kelas proletar. Menurut Bung Hatta
ekonomi Rakyat ala indonesia adalah suatu jalan tengah sebagaimana yang
merupakan Filosofi dari pasal 33 UUD 1945, yang menurut berbagai kalangan sudah
mencakup 2 (dua) aliran utama ekonomi yaitu kapitalisme dan
sosialisme. Bung Hatta berpendapat, kemandirian ekonomi suatu bangsa hanya akan
dapat tercapai apabila seluruh mesin kegiatan ekonomi digerakkan oleh kekuatan
rakyat.
Kini pun
pemikiran Bung Hatta tentang ekonomi Rakyat masih abadi. Berbagai instrument
hukum dan perundang-undangan baik GBHN, UU, PP maupun Perda.
Dari uraian
diatas, kita mengambil suatu kesimpulan, bahwa Ampera dan Ekonomi Rakyat adalah
warisan sejarah yang umurnya hampir sama dengan usia Republik ini. Pemimpin
bangsa ini silih berganti, namun ampera dan ekonomi rakyat masih merupakan
jargon utama setiap generasi pemimpin republik ini. Saking seriusnya terhadap
jargon-jargon yang berupaya membuat senang mayoritas rakyat indonesia yang
miskin dan terbelakang, pemerintah membuat suatu institusi yang berupaya
untuk mengakomodir Ampera dan ekonomi Rakyat dalam setiap pembuatan kabinet,
yaitu menteri negara Koperasi dan UKM serta menteri negara penanggulangan
kawasan tertinggal
Demikian juga Negara Indonesia yang saat ini akan menghadapi pemilihan langsung Presiden 2019 yang sebentar lagi akan di laksanakan tanggal 17 April 2019 Yang datang.
Jargon-jargon
ampera dan ekonomi rakyat mendominasi visi dan misi serta spanduk-spanduk dan
orasi dalam kampanye. Isu-isu antara lain yang sering kita dengar adalah bapak
koperasi dan UKM, bapak orang miskin, peduli buruh, peduli hinterland dan
lain sebagainya. Yang semuanya berupaya untuk merebut simpati kelompok
mayoritas di dalam propinsi ini yaitu orang miskin dan tertindas. Dan yang
sangat mencengangkan kita, dalam kampanye yang dilakukan oleh Calon mayoritas peserta kampanye tersebut adalah orang-orang yang masuk
dalam kategori “Ampera dan ekonomi Rakyat”.
Paradoks
memang, ketika pemerintahan telah berjalan secara definitif, jargon-jargon
Ampera dan Ekonomi rakyat berubah menjadi kambing hitam (pedagang kaki lima
yang terus digusur tanpa solusi atau pemukim rumah liar yang rumahnya digusur
hanya karena akan dibangun mall atau hotel). Kita menyaksikan -pembangunan di kota-kota besar lainnya, bahwa biasanya pemerintah terpilih selalu
lebih memperhatikan kelompok minoritas seperti investor, pengusaha dan kelompok
minoritas namun punya bargaining yang mayoritas. Di Indonesia misalnya, pertumbuhan
investasi asing yang cukup tinggi ternyata kurang mempunyai efek
pengganda (multifflier effect) secara signifikan terhadap perkembangan ekonomi
rakyat demikian juga di daerah daerah , pertumbuhan gedung-gedung bertingkat dan
properti berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakatnya.
Tidak ada
satupun yang bisa menafikan bahwa petumbuhan ekonomi begitu tinggi.
Berbagai indikator-indikator seperti PDRB, tingkat pertumbuhan, inflasi dan
indikator lainnya turut mendukung. Namun pertumbuhan itu juga secara paralel
menumbuhkan berbagai kemelaratan dan kemiskinan. Berbagai potret tentang
kemiskinan dan penderitaan rakyat masih mendominasi dalam setiap relung
pembangunan ; rumah liar, lingkungan kumuh, anak telantar, premanisme dan
pelacuran adalah potret besar dalam ruangan pembangunan di Indonesia
Dari apa yang
dihasilkan oleh pembangunan di masa lalu, ada baiknya Pemerintah
melalui Badan perencananya beserta presiden yang akan terpilih nantinya, harus
bisa merealisasikan janji-janjinya kepada masyarakat untuk pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pendekatan-pendekatan seperti lebih
berorientasi pada investor asing atau konsep menjadi lokomotif ekonomi nasional
harus diubah dan diarahkan agar mempunyai multifflier effect terhadap
masyarakat umumnya, untuk apa menjadi lokomotif ekonomi nasional sedangkan
penumpang di gerbong paling depan harus berdesakan mencari tempat duduk dan
berebut mencari makanan ?.
Mahbub ul Haq
dalam buku The Poverty of Curtain mengingatkan para perencana
pembangunan “sudah waktunya kita membalikkan teori ekonomi dan meletakkan
kepalanya di bawah. Laju pertumbuhan yang makin besar bukan jaminan untuk
melawan kemiskinan yang makin buruk, memisahkan kebijaksanaan produksi dengan
kebijaksanaan distribusi adalah tindakan salah dan berbahaya”. Konsep Pertumbuhan
dimanapun biasanya selalu menyisakan persoalan besar, yaitu ketimpangan (gap)
baik ketimpangan pendapatan maupun ketimpangan regional.
Jadi yang
diperlukan nantinya dalam mengisi pemerintahan pasca
Pilpres adalah sebuah perencanaan pembangunan yang adil dan terintegrasi, yang
disatu sisi kita mengundang investasi namun
disisi lain masyarakat umum harus dapat menikmatinya dalam bentuk interaksi
ekonomi alamiah (bukan dalam bentuk sumbangan atau community development).
ini juga butuh pembangunan yang berbasiskan lingkungan, hal ini
terutama banyak sektor usaha ekonomi rakyat yang tergantung dengan lingkungan
alam, misalnya petani budidaya ikan, rumput laut dan nelayan tentunya. Untuk
itu diharapkan kepala Presiden Terpilih mampu mensinergikan antara
kepentingan asing dengan kepentingan masyarakat banyak Kita telah melihat,
manfaat investasi asing pada masa lampau hanyalah sebatas dalam penyerapan
tenaga kerja dan infrastrukstur saja (berbagai kritikan tajam dari kalangan LSM
menilai bahwa kekayaan kita telah di rampok oleh negara lain).
Kedepan kita
berharap, bahwa proses pembangunan di Indonesia harus bisa
menjadi katalisator bangkitnya ekonomi rakyat yang jumlahnya mayoritas dalam
struktur perekomian di dunia ketiga seperti Malaysia Bung Hatta percaya,
bahwa jika ekonomi rakyat maju, maka akan dapat meyerap lagi tenaga kerja yang
seterusnya akan menghasilkan efek pengganda (multifflier effect) terhadap
produktivitas perekonomian dan konsumsi rumah tangga dan pada akhirnya adalah
terwujudnya kemandirian ekonomi yang berbasiskan kekuatan dan pemberdayaan
masyarakat. penutup MARI BERSAMA MENUJU INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Ketua Umum AMPERA INDONESIA
SINDU ADI PRADONO SH
0 comments:
Post a Comment