![]() |
Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat KPK, Roro Wide Sulistyowati ketika diwawancarai
awak media di Hotel On The Rock Jln Timor Raya, Kelurahan Kelapa Lima,
Kota Kupang
|
JAKARTA-Komisan, koruptor
akan dikenakan hukuman penjara maksimal dua puluh tahun penjara.i Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan hukuman mati bagi para koruptor.
Rekomendasi dari KPK
akan diberikan kepada pihak DPR jika ada revisi Undang-Undang No 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Demikian disampaikan oleh Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Roro Wide Sulistyowati saat sesi diskusi dalam Stakeholder Forum di Hotel On The Rock Jln Timor Raya Kelurahan Kelapa Lima, Kota Kupang, Kamis
Demikian disampaikan oleh Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Roro Wide Sulistyowati saat sesi diskusi dalam Stakeholder Forum di Hotel On The Rock Jln Timor Raya Kelurahan Kelapa Lima, Kota Kupang, Kamis
"Dari KPK
sebetulnya kami sepakat kalau ada revisi Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi No. 31 Tahun 1999 juncto 20 tahun 2001 kami perlu rekomendasikan
untuk DPR. Hukuman tertinggi adalah hukuman mati," jelas Roro.
Dijelaskannya, memang saat ini dalam undang-undang terdapat hukuman
mati bagi para koruptor. Namun, terdapat dua syarat pemberlakuan hukuman
mati tersebut.
Syarat pertama, kata Roro, jika mengkorupsi dana bantuan kemanusiaan.
"Kalau misalnya kemarin di Lombok (Provinsi NTB) ada gempa terus
kemudian ada yang mengkorupsi atau tsunami Aceh dan kemudian dana
kemanusiaannya dikorupsi bisa diganjar hukuman mati," contohnya.
Lebih lanjut, syarat kedua, tindak pidana korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan perang.
"Syarat kedua, negara dalam keadaan perang. Jadi saat negara dalam
keadaan perang tiba-tiba ada yang mengkorupsi maka akan dihukum mati,"
ujarnya.
Roro menjelaskan, selain kedua syarat yang telah dijelaskan Roro
Dijelaskannya, memang saat ini dalam undang-undang terdapat hukuman mati bagi para koruptor. Namun, terdapat dua syarat pemberlakuan hukuman mati tersebut.
Syarat pertama, kata Roro, jika mengkorupsi dana bantuan kemanusiaan. "Kalau misalnya kemarin di Lombok (Provinsi NTB) ada gempa terus kemudian ada yang mengkorupsi atau tsunami Aceh dan kemudian dana kemanusiaannya dikorupsi bisa diganjar hukuman mati," contohnya.
Lebih lanjut, syarat kedua, tindak pidana korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan perang.
"Syarat kedua, negara dalam keadaan perang. Jadi saat negara dalam keadaan perang tiba-tiba ada yang mengkorupsi maka akan dihukum mati," ujarnya.
Roro menjelaskan, selain kedua syarat yang telah dijelaskan, koruptor akan dikenakan hukuman penjara maksimal dua puluh tahun penjara.
"Diluar itu, mau dia (koruptor) suap, maupun korupsi pengadaan barang dan jasa seperti e-KTP tuntutan paling tingginya 20 tahun penjara dan tidak mendapatkan hukuman mati karena tidak memenuhi syarat dua itu. Jadi mudah-mudahan jika direvisi kita masukkan," ungkapnya.
Roro juga menjelaskan, berdasarkan data KPK, sejak tahun 2014 hingga 2018, perkara tindak pidana korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah penyuapan.
Perkara penyuapan ini mencapai 64 persen dengan angka kasus sebanyak 564 perkara.
Lebih lanjut, perkara pengadaan barang dan jasa sebanyak 21 persen dengan angka kasus sebanyak 188 perkara.
Lebih lanjut, penyalahgunaan anggaran sebanyak lima persen dengan angka kasus sebanyak 46 perkara. TPPU sebanyak 31 perkara.
Perkara pungutan mencapai tiga persen dengan jumlah perkara sebanyak 27 perkara, perkara perizinan sebesar tiga persen dengan jumlah perkara sebanyak 23 perkara.
Selanjutnya, perkara merintangi proses KPK mencapai satu persen dengan jumlah perkara sebanyak 10 perkara.
Syarat pertama, kata Roro, jika mengkorupsi dana bantuan kemanusiaan. "Kalau misalnya kemarin di Lombok (Provinsi NTB) ada gempa terus kemudian ada yang mengkorupsi atau tsunami Aceh dan kemudian dana kemanusiaannya dikorupsi bisa diganjar hukuman mati," contohnya.
Lebih lanjut, syarat kedua, tindak pidana korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan perang.
"Syarat kedua, negara dalam keadaan perang. Jadi saat negara dalam keadaan perang tiba-tiba ada yang mengkorupsi maka akan dihukum mati," ujarnya.
Roro menjelaskan, selain kedua syarat yang telah dijelaskan, koruptor akan dikenakan hukuman penjara maksimal dua puluh tahun penjara.
"Diluar itu, mau dia (koruptor) suap, maupun korupsi pengadaan barang dan jasa seperti e-KTP tuntutan paling tingginya 20 tahun penjara dan tidak mendapatkan hukuman mati karena tidak memenuhi syarat dua itu. Jadi mudah-mudahan jika direvisi kita masukkan," ungkapnya.
Roro juga menjelaskan, berdasarkan data KPK, sejak tahun 2014 hingga 2018, perkara tindak pidana korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah penyuapan.
Perkara penyuapan ini mencapai 64 persen dengan angka kasus sebanyak 564 perkara.
Lebih lanjut, perkara pengadaan barang dan jasa sebanyak 21 persen dengan angka kasus sebanyak 188 perkara.
Lebih lanjut, penyalahgunaan anggaran sebanyak lima persen dengan angka kasus sebanyak 46 perkara. TPPU sebanyak 31 perkara.
Perkara pungutan mencapai tiga persen dengan jumlah perkara sebanyak 27 perkara, perkara perizinan sebesar tiga persen dengan jumlah perkara sebanyak 23 perkara.
Selanjutnya, perkara merintangi proses KPK mencapai satu persen dengan jumlah perkara sebanyak 10 perkara.
0 comments:
Post a Comment