Banten. Ratusan kepala keluarga di Kampung Nambo, Desa
Pasirsedang, Kecamatan Picung, Pandeglang, saat ini tengah merasa
gelisah dan resah. Keresahan warga itu lantaran, tanah seluas 125 hektar yang dihuni 527
kepala keluarga itu belum ada kejelasan kepastian hukum. Karena tanah
yang sudah didiami hampir 70 tahun itu diduga masih tercatat milik
Perseroan Terbatas (PT) Perhutani dengan status Hak Guna Usaha (HGU)
yang masuk dalam wilayah adminstrasi BKPH Pandeglang.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Pasirsedang, Romli mengaku jika dirinya bersama ratusan masyarakat lainnya sudah tinggal di tanah perhutani selama puluhan tahun.
"Saya dan masyarakat sudah tinggal disini selama 69 tahun," katanya, Minggu (22/09/2019).
Menurut Romli, selama dirinya tinggal di Desa Pasirsedang, Kecamatan Picung pihak perhutani tidak pernah melakukan aktivitas apapun. Hanya saja tiap empat tahun sekali ada pergantian patok untuk perbatasan tanah.
Maka dari itu, pihaknya meminta kepada Pemkab Pandeglang untuk mencabut hak guna usaha tanah yang diduga masih milik negara itu dan menghibahkan tanah tersebut kepada masyarakat setempat.
Atas dasar keresahaan itu, Ribuan warga itu meminta bantuan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tridharma Indonesia untuk mencari kejelasan status hukum atas tanah yang ditinggalinya, melalui musyawarah dan pernyataan sikap di Kampung Nambo Desa Pasirsedang, Kecamatan Picung, Minggu (22/9).
Ditempat yang sama Direktur LBH Tridharma Indonesia, Bambang Ferdiansyah mengatakan akan mendatangi pihak Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia untuk mencari tahu status kepemilikan tanah.
"Kita akan datang kementerian sekretariat negara, untuk mengecek apakah benar ini tanah negara atau bukannya," kata Bambang.
Seusai mengetahui status kepemilikan tanah tersebut, Bambang mengaku akan mendatangi Pemda Pandeglang untuk menjadi pihak penengah dalam kasus sengketa tanah tersebut.
"Kuncinya ada di pemerintah daerah, jika tanah ini dikuasai negara dan tidak dimanfaatkan pemerintah, maka ini wajib dimiliki masyarakat," terangnya.
Sementara itu, Humas Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten, Asep Sanjaya mengatakan jika pihaknya belum bisa memberikan komentar apapun terkait status tanah tersebut.
"Saya belum mengetahui status tanah tersebut, paling besok mas, kami akan cek terlebih dahulu di kantor terkait statusnya," singkat Asep saat dihubungi melalui telepon seluler.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Pasirsedang, Romli mengaku jika dirinya bersama ratusan masyarakat lainnya sudah tinggal di tanah perhutani selama puluhan tahun.
"Saya dan masyarakat sudah tinggal disini selama 69 tahun," katanya, Minggu (22/09/2019).
Menurut Romli, selama dirinya tinggal di Desa Pasirsedang, Kecamatan Picung pihak perhutani tidak pernah melakukan aktivitas apapun. Hanya saja tiap empat tahun sekali ada pergantian patok untuk perbatasan tanah.
Maka dari itu, pihaknya meminta kepada Pemkab Pandeglang untuk mencabut hak guna usaha tanah yang diduga masih milik negara itu dan menghibahkan tanah tersebut kepada masyarakat setempat.
Atas dasar keresahaan itu, Ribuan warga itu meminta bantuan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tridharma Indonesia untuk mencari kejelasan status hukum atas tanah yang ditinggalinya, melalui musyawarah dan pernyataan sikap di Kampung Nambo Desa Pasirsedang, Kecamatan Picung, Minggu (22/9).
Ditempat yang sama Direktur LBH Tridharma Indonesia, Bambang Ferdiansyah mengatakan akan mendatangi pihak Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia untuk mencari tahu status kepemilikan tanah.
"Kita akan datang kementerian sekretariat negara, untuk mengecek apakah benar ini tanah negara atau bukannya," kata Bambang.
Seusai mengetahui status kepemilikan tanah tersebut, Bambang mengaku akan mendatangi Pemda Pandeglang untuk menjadi pihak penengah dalam kasus sengketa tanah tersebut.
"Kuncinya ada di pemerintah daerah, jika tanah ini dikuasai negara dan tidak dimanfaatkan pemerintah, maka ini wajib dimiliki masyarakat," terangnya.
Sementara itu, Humas Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten, Asep Sanjaya mengatakan jika pihaknya belum bisa memberikan komentar apapun terkait status tanah tersebut.
"Saya belum mengetahui status tanah tersebut, paling besok mas, kami akan cek terlebih dahulu di kantor terkait statusnya," singkat Asep saat dihubungi melalui telepon seluler.
0 comments:
Post a Comment