JAKARTA – Periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian, terutama
memperkuat target industrialisasi pertanian dengan melibatkan desa dan
petani sebagai pelaku utama.
Strategi tersebut dinilai bisa menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia
dari ancaman resesi global. Selain itu, pembangunan pertanian di
perdesaan juga berpotensi menyerap banyak tenaga kerja sehingga
membantu mengatasi masalah kemiskinan, mengurangi dorongan urbanisasi,
dan secara berkelanjutan menghindarkan Indonesia dari jebakan negara
berpenghasilan menengah atau middle income trap.
Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto,
mengemukakan kapasitas sektor pertanian sebagai salah satu penyerap
tenaga kerja terbesar mesti dioptimalkan kembali untuk menyediakan
lapangan kerja bagi usia produktif terutama di perdesaan.
Oleh karena itu, kementerian pertanian harus mempunyai target soal
kesejahteraan petani karena usaha di hulu, misalnya pupuk, dan di hilir
terutama perdagangan, usaha tani bisa memberi kekayaan bagi pelakunya.
Akan tetapi, sampai saat ini petani di sektor on-farm masih tetap miskin.
“Berarti konsep pengembangan pertanian masih belum maju dan tidak
berorientasi perdesaan. Pengembangan teknologi di bidang pertanian
berdasarkan IT (teknologi informasi) untuk menuju sistem pertanian 4.0
bagus, asalkan sekaligus tetap bermanfaat bagi petani pada umumnya di
perdesaan,” tandas Dwijono, ketika dihubungi, Senin (14/10).
Menurut dia, industri dan teknologi informasi mesti berbasis pada
realitas di perdesaaan, sehingga kemajuan diartikan sebagai
terangkatnya gerbong tenaga kerja desa serta kemiskinan di desa berubah
menjadi kemandirian dan kemakmuran.
Terkait dengan kapasitas sektor pertanian, kontribusi sektor
pertanian (meliputi pertanian, kehutanan, dan perikanan) terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) selalu dalam tiga sektor kontributor terbesar
dengan porsi 12–13 persen selama beberapa tahun terakhir. Namun pada
tahun ini, kontribusinya diprediksi menyusut jadi 12,36 persen, dari
12,81 persen pada tahun lalu.
Sektor pertanian juga merupakan salah satu sektor yang menyerap
tenaga kerja paling besar. Dari total angkatan kerja yang mencapai 131
juta jiwa, 35 juta di antaranya merupakan pekerja di bidang agribisnis.
Akan tetapi, serapan yang begitu besar itu dinilai tidak diimbangi
dengan produktivitas yang tinggi.
Pada 2015, pemerintah mencatat produktivitas sektor pertanian
sebesar 21,76 juta per orang per tahun dan meningkat menjadi 23,92 juta
per orang per tahun pada 2018.
Angka tersebut dihitung berdasarkan rasio antara PDB dan jumlah
tenaga kerja yang terlibat dalam sektor pertanian. Sebagai upaya
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah tenaga kerja pertanian,
pemerintah mendorong petani untuk menerapkan inovasi teknologi
pertanian, misalnya penggunaan benih varietas unggul baru, perbaikan
manajemen pemupukan dan pengairan, termasuk mendorong penggunaan alat
mesin pertanian modern.
Banjir Produk Impor
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron
Mawardi, mengatakan ke depan, Indonesia akan menghadapi pelemahaan
ekonomi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan
Tiongkok.
Indonesia bakal menjadi target pasar ekspor barang Tiongkok termasuk
produk pertanian. Namun, ekspor komoditas Indonesia akan menyusut
karena berkurangnya permintaan dari Negeri Tirai Bambu akibat
perlambatan ekonomi negara itu.
“Karena pasti produk-produk luar negeri, termasuk pertanian, akan
semakin membanjiri Indonesia. Kalau tidak diantisipasi, masyarakat yang
sudah berada di garis kemiskinan di desa-desa akan semakin menderita,”
papar dia.
Menurut Imron, untuk menjaga daya saing sektor pertanian, selain mengurangi high cost economy seperti
di proses perizinan, perlu diantisipasi pula untuk memangkas biaya
modal yang tinggi. “Postur kemiskinan kita lebih tersebar di desa-desa
yang menjadi sentra pertanian, maka yang harus dilakukan adalah
mengangkat mereka dengan memberdayakan sektor pertanian,” imbuh dia
0 comments:
Post a Comment