TANGERANG-Sebanyak 2.464 unit smartphone senilai Rp 3.5 miliar sitaan Kantor 
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta (Soetta), 
dimusnahkan dengan cara direndam semalaman di air garam dan dilindas 
alat berat, Selasa (8/10/2019). 
Smartphone atau telepon genggam tersebut terbanyak bermerk xiaomi, 
sampai 1.600 unit. “Sisanya merata, ada handphone keluaran terbaru, 
seperti 27 unit Iphone Xs, 266 Iphone X, 225 Iphone 8+,” ujar Erwin 
Situmorang, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soetta 
Tangerang kepada awak media.
Jenis lainnya adalah 54 Iphone 8, 72 Iphone 7, 26 handphone tiruan 
Samsung 9+, serta 194 unit beragam gadget dengan tipe dan kondisi. 
Mayoritas, barang-barang ilegal atau biasa dikenal black market 
tersebut, berdatangan dari Hongkong dan Singapur. “Caranya pun beragam, 
tapi mayoritas dibawa oleh penumpang dengan koper. Jadi isinya sangat 
banyak, lebih dari 2 unit, itu tidak boleh,” tutur Erwin.
Memang aturannya, lanjut Erwin, masyarakat boleh membeli smartphone 
di luar negeri hanya untuk pemakaian pribadi. Itupun, bila lebih dari 
500 US Dollar, maka akan dikenakan biaya atau bea masuk barang mewah.
Lalu, hasil sitaan dari pertengahan 2018 hingga 2019 ini, langsung 
dilaporkan ke kementerian keuangan, kementerian komunikasi dan 
informatika, serta kementerian perdagangan. “Untuk mendapat rekomendasi,
 apakah harus dimusnahkan, hibahkan atau lelang. Lalu keluarlah 
rekomendasi dimusnahkan,” kata Erwin.
Selanjutnya, Bea dan Cukai Bandara Soetta langsung berkordinasi dan 
berdiskusi dengan pemasok brand resmi Samsung, bagaimana cara yang baik 
untuk memusnahkan berbagai smartphone yang nantinya akan menimbulkan 
limbah tersebut.  “Karena ini (gadget) berteknologi baterai pendam, cara
 yang paling aman adalah direndam semalaman dulu di air garam. Setelah 
itu baru digiling dengan alat berat,” ujar Erwin.
Tren black market menurun
Sementara, Mr Lee utusan dari Samsung Indonesia mengakui, untuk saat 
ini praktek black market atau BM di Indonesia, terutama kota-kota besar,
 sudah jauh menurun. “Bahkan teman saya bawa 2 sampai 3 handphone saja, 
disita. Padahal dia beli resmi di luar negeri, kami apresiasi itu,” 
tuturnya.
Padahal pada tahun 1999 sampai 2001 atau pada saat awal masuk Samsung
 ke Indonesia, praktek BM tersebut marak terjadi. Dia mengaku sering 
mengikuti razia, sehingga semakin kesini praktek tersebut mulai 
terminimalisir. “Sebab, itu sangat merugikan untuk produsen resmi 
seperti kami. Belum lagi untuk Indonesia, pajaknya jadi menguap atau 
bahkan hilang,” katanya.
 






 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment