JAKARTA: Kalangan pengusaha di DKI Jakarta
minta Pemerintah Provinsi DKI dan DPRD agar segera merevisi sejumlah
peraturan daerah (perda) yang tidak berpihak pada dunia usaha.
Perda tersebut antara lain, Perda Tata Ruang, Perda Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW), Perda Reklame, Perda Pajak dan Retribusi Daerah
dan lain-lain. Sebab, keberadaan Perda Tata Ruang misalnya, belum
memberi kepastian dalam berusaha.
"Mana wilayah/kawasan yang boleh untuk usaha, dan mana yang tidak
boleh untuk tempat usah, belum jelas. Juga Perda Reklame. Sangat
diperlukan aturan yang memberi kepastian kepada pengusaha, karena
potensi pajak reklame sangat potensial," ujar Ketua Umum Himpunan
Pengusaha Pribumi (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada
Suarakarya.Id usai acara diskusi Review Ekonomi Jakarta 2020 di Hotel
Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat,Selasa (17/12/2019).
Dalam kesempatan itu tampil sebagai pembicara, kalangan dunia usaha,
pimpinan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perbankan dan pemain bisnis
UKM di Ibu Kota, Asisten Perekonomian Sekda Provinsi DKI Sri Haryanti,
Dirut Perumda Pasar Jaya Arief Nasruddin, Direktur Kredit UKM dan Usaha
Syariah Bank DKI Babay Parid Wazdi, Dirut Tjipinang Food Stasion Arief
Prasetio Adi dan lain-lain.
"Kami menunggu action Pemprov DKI dan DPRD agar segera merubah sejumlah perda yang menghambat pengusaha kita," kata Sarman.
Sri Haryati menambahkan, ada enam titik kegiatan ekonomi baru di DKI
Jakarta yang akan memberi peluang usaha kepada para pengusaha di Ibu
Kota. "Kebijakan Pak Gubernur DKI Anies Baswedan akan terus memberi
peluang kepada dunia usaha agar tercipta iklim bisnis yang kondusif,
mempermudah perizinan dan lain-lain," kata Sri Haryati.
Sementara itu, para pengusaha berharap pertumbuhan ekonomi di Jakarta
mencapai 6 persen lebih pada 2020. Pertumbuhan ekonomi itu perlu
stimilus dari Pemprov DKI yang akan membelanjakan APBD 2020 mencapai Rp
87,9 triliun. Jika target itu terpenuhi, maka akan melampui pertumbuhan
nasional.
Dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Jakarta memiliki trend
yang sangat positif di mana tahun 2016 sebesar 5,85 persen, tahun 2017
naik sebesar 6,22 persen, dan tahun 2018 walaupun ada penurunan akan
tetapi masih berada diangka 6,17 persen ini berarti bahwa kinerja
ekonomi Jakarta mengalami produktivitas yang positif.
Pada 2019 pertumbuhan ekonomi Jakarta walaupun mengalami sedikit
penurunan dipastikan tetap bercokol diangka 6 persen dengan melihat
pertumbuhan ekonomi triwulan I sebesar 6,23 persen, kemudian riwulan II
sebesar 5,72 persen, dan triwulan III sebesar 6,07 persen sedangkan
triwulan IV dengan naiknya konsumsi rumah tangga menjelang perayaan
Natal dan Tahun Baru diperkirakan sebesar 6.00 persen. Kondisi ini
sangat berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang yang
trendnya tidak sesuai harapan.
Tahun 2016 sebesar 5,02 persen, tahun 2017 sebesar 5,07 persen,
berlanjut tahun 2018 sebesar 5,17 persen dan tahun 2019 pertumbuhan
ekonomi nasional diperkirakan sebesar 5,1 peraen dengan melihat
pertumbuhan ekonomi triwulan I sebesar 5,07 persen, triwulan II sebesar
5,05 persen dan triwulan III sebesar 5,02 sedangkan triwulan IV
diperkirakan diangka 5,1persen.
Trend kinerja ekonomi Jakarta yang positif ini dipengaruhi oleh
kemampuan Pemprov DKI mengelola harga pokok pangan yang stabil untuk
menjaga konsumi rumah tangga atau daya beli masyarakat yang terjaga
sehingga tingkat inflasi juga selalu terkendali.
Berbagai program bantuan yang diberikan pemerintah kepada berbagai
kalangan masyarakat melalui Kartu Jakarta Sehat,Kartu Jakarta
Pintar,Kartu Pekerja,Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul dan lain lain
dipastikan tepat sasaran yang mendorong daya beli masyarakat tetap
stabil.
Disisi lain kepercayaan investor menanamkan modalnya di DKI juga
sangat tinggi dan ini bisa dilihat dari pencapaian target investasi
triwulan III/2019 yang menembus angka 41,1 triliun sebagai indicator
bahwa Jakarta masih memiliki daya tarik bagi investor ditengah sentiment
perpindahan ibu kota.
Tentu hal ini juga tidak luput dari pelayanan perizinan yang semakin
terukur dan memiliki kepastian dan iklim usaha yang kondusif. Diakui
bahwa beberapa sector yang mengalami kelesuan atau tekanan sepanjang
tahun 2019 adalah sector Ritel dan Property. Usaha ritel tertekan akibat
maraknya bisnis online dan adanya pengiritan belanja masyarakat.
Sedangkan sektor property disamping karena sentiment perpindahan
ibukota juga masyarakat kelas menengah yang cenderung menahan uangnya
untuk berinvestasi ditengah gejolak ekonomi global dan nasional yang
tidak stabil.
Namun demikian untuk di Jakarta kondisi kedua sector ini masih belum
berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta,namun tidak
tertutup kemungkinan tahun depan dapat mempengaruhi. Untuk tahun 2020
kita berharap agar kinerja ekonomi Jakarta tetap terjaga dan kondusif
dengan harapan bahwa prestasi yang diraih dalam 3 tahun terakhir mampu
tetap dipertahankan.
Beberapa indicator yang menjadi perhatian adalah bagaimana agar
konsumsi rumah tangga tetap terjaga,target investasi diharapkan mencapai
target dengan penyempurnaan pelayanan perizinan serta kebijakan yang
semakin menarik dan yang paling penting juga adalah penyerapan anggaran
pemerintah yang tepat waktu sepanjang tahun. Karena dengan belanja
pemerintah yang tepat waktu akan mampu mendongkrak pertumbuhan sector
sector bisnis yang lain sehingga geliat ekonomi semakin bergairah.
Kemudian tahun depan akan dilaksanakan Pilkada serentak yang
diharapkan juga dapat menggairahkan perdagangan di DKI Jakarta melalui
UKM yang memproduksi berbagai atribut kampanye, karena para pasangan
calon kepala daerah masih banyak yang berbelanja berbagai atribut
kampanye dari Jakarta karena factor kualitas,desain dan harga yang lebih
baik.
Kemudian sebagai tuan rumah balap mobil Formula E yang akan
dilaksanakan 5 tahun berturut turut akan sangat berdampak pada
peningkatan kinerja perekonomian Jakarta dari sisi pariwisata.
Kesempatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemerintah dan
pelaku usaha karena Jakarta akan menjadi sorotan dunia dan tentu jumlah
turis sebagai penonton Formula E tersebut akan datang dari berbagai
Negara.
DPD HIPPI juga berharap agar Pemerintah DKI menjadi pelopor untuk
melaksanakan apa yang saat ini dilakukan pemerintah pusat yaitu program
Omnibus Law ditingkat Provinsi DKI Jakarta. Di mana Perda Perda yang
selama ini tumpang tindih dan menghambat dunia usaha dapat direvisi
segera menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan ini dapat mengacu
kepada UU yang masuk dalam program Omnibus Law yang ada ditingkat
nasional. Sehingga ini akan lebih menggairahkan iklim usaha dan
berbisnis di DKI Jakarta.
Juga sumber sumber PAD yang belum digali semaksimal mungkin untuk
tahun 2020 agar dapat mulai misalnya pajak Reklame yang berpotensi
menyumbang PAD 1 triliun kami melihat masih belum maksimal. Pergub
Reklame sampai saat ini belum direvisi sehingga pelaku usaha dibidangg
Reklame Media Luar Giya mengalami ketidak pastian disisi lain banyak
reklame yang tumbuh tanpa izin dan tidak membayar pajak.
"Dengan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta pak Anies Baswedan yang
mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan mendapat pengakuan
melalui berbagai penghargaan diharapkan pertumbuhan ekonomi Jakarta
tahun 2020 akan tetap terjaga diangka 6 persen dengan dukungan dan kerja
sama dari berbagai stake holder," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah
HIPPI Sarman Simanjorang.
Walaupun pertumbuhan ekononomi global mengalami penurunan yang
berdampak juga terhadap perekonomian nasional akan tetapi pertumbuhan
ekonomi Jakarta akan tetap tumbuh positif minimal bertahan.
0 comments:
Post a Comment