SAMPAI sekarang, kemiskinan itu tidak pernah lari dari Indonesia.
Hanya beranjak. Benar adanya bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia sudah
berada pada angka satu digit, 9,41% dari total jumlah penduduk.
Namun, lonceng peringatan berbunyi lantang dari Bank Dunia bahwa 115
juta penduduk Indonesia berada pada kategori menjelang kelas menengah.
Mereka belum masuk pada kategori kelas menengah yang jumlahnya sekitar
52 juta jiwa atau 20% dari populasi Indonesia.
Memang mereka punya potensi untuk naik kelas, tetapi juga justru bisa
turun kelas kembali ke dalam kemiskinan. Hampir separuh penduduk
Indonesia itu rentan kembali miskin saat mengalami turbulensi ekonomi,
rawan terpuruk hanya karena faktor seperti gejolak harga pangan atau
sakit panjang.
Menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk membangun pagar agar 115
juta orang yang berada di tubir garis ketidakmampuan itu tidak kembali
terpuruk. Pemerintah harus menyadari bahwa kategori tersebut juga perlu
mendapat kebijakan dan program afirmatif.
Karena itulah, butuh kebijakan yang tak sekadar fokus pada
perlindungan sosial yang bersifat sementara, tetapi juga kebijakan yang
bersifat pemberdayaan, berupa pemberian insentif yang memadai.
Berikanlah pancing dan kail alih-alih menyodorkan ikan.
Apalagi pemerintahan ini punya modal kuat, yakni paradigma ekonomi
yang berpihak pada program pemerataan pembangunan. Artinya, tak hanya
bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, hal itu juga bisa membantu dalam
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.
Dengan demikian, mereka yang masih rentan ini tetap harus mendapat
prioritas bantuan pendidikan meskipun tak lagi berhak memperoleh bantuan
pangan nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Begitu juga
dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Pasalnya, sampai sekarang produktivitas bangsa kita masih cukup
rendah. Padahal, produktivitas yang tinggi akan memacu pertumbuhan
ekonomi lebih cepat sehingga angka kemiskinan akan makin mudah
diminimalkan.
Peningkatan produktivitas lewat pemberdayaan sumber daya manusia
inilah yang mampu memutus kemiskinan itu sendiri, bukan sebaliknya,
melahirkan generasi miskin kembali.
Selain itu, peningkatan kondisi ekonomi penduduk kelas ini juga akan
mengerek pertumbuhan ekonomi bangsa karena mereka merupakan sumber dari
hampir setengah total konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Pada tahap selanjutnya, tentu ketersediaan lapangan kerja. Penciptaan
lapangan kerja tidak cukup hanya dari anggaran pemerintah, tetapi juga
harus dari investasi. Di situlah substansi peringatan dari Bank Dunia
bahwa di tengah masih berlanjutnya kelesuan ekonomi global, tidak mudah
untuk menciptakan lapangan kerja.
Karena itu, upaya pemerintah untuk mempermudah kesempatan berusaha
lewat rencana pembahasan omnibus law patut didukung, antara lain
kebijakan untuk memangkas perizinan sehingga investasi lebih gampang
mengalir, industri yang kuat, dan mendorong partisipasi UMKM.
Hal itu mendorong masyarakat untuk meraih kondisi ekonomi yang
benar-benar kuat, tidak rapuh. Masyarakat yang benar-benar mampu
mengentaskan diri berkat kemandirian ekonomi, bukan dientaskan
bantuan-bantuan sosial yang bersifat sementara.
0 comments:
Post a Comment