JAKARTA – Pengembangan teknologi digital untuk televisi harus
memperhatikan hak masyarakat kurang mampu untuk mendapat sarana
rekreasi melalui siaran televisi berkualitas juga.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi I DPR, Sukamta, saat rapat kerja
dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, Rabu (5/2),
di Jakarta.
Menurutnya, rencana pemerintah untuk menghentikan layanan frekuensi analog (analog switch off) dan pindah (migrasi) televisi analog ke televisi digital akan menyusahkan rakyat kecil yang tidak mampu membeli dekoder (set top box) untuk menikmati siaran televisi digital.
“Kesulitan ini harus dipikirkan,” katanya. Dia mengingatkan,
masyarakat tidak mampu sudah harus membayar kenaikan iuran Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, biaya sekolah, dan seterusnya. “Nanti
mereka untuk melihat televisi saja tidak karena tidak mampu membeli
dekoder,” tambah Sukamta.
Hal itu perlu dipikirkan serius oleh pemerintah karena banyak masyarakat harus membeli dekoder bila kebijakan analog switch off benar-benar
diterapkan. Pertanyaannya, siapa yang menyediakan dekoder? Rakyat yang
harus beli atau perusahaan televisi atau negara?.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Menkominfo sepakat berbagai masalah
tersebut perlu dibicarakan lebih mendetil lagi antara pemerintah dan
DPR. Menurut dia, pengadaan alat set top box untuk masyarakat
merupakan keputusan politik andai dipastikan dibiayai melalui anggaran
penerimaan belanja negara (APBN), maka harus dibicarakan bersama
DPR-pemerintah.
“Kalau dekoder harus dibiayai APBN harus diputuskan bersama-sama di
sini,” kata Johnny. Dia membenarkan, tanpa dekoder, siaran digital
tidak bisa dinikmati masyarakat. “Jadi nanti sama-sama kita putuskan,”
tambah Johnny.
Sukamta akan menunggu respons selanjutnya bila ini dibicarakan dalam
rapat-rapat kerja bersama antara Kemkominfo dan Komisi I DPR
berikutnya. Dia sangat mengharapkan komitmen Menkominfo. “Jangan
sampai kebijakan analog switch off hanya diatur melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika,” tandas Sukamta.
Negeri Jiran
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mengusulkan waktu khusus untuk membahas penyelenggaraan analog switch off dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang terkait dengan kebijakan tersebut.
Sebelumnya, Menkominfo menjelaskan bahwa rencana menerapkan analog switch off sangat
dibutuhkan negara untuk menyiapkan migrasi menuju televisi digital. Hal
ini penting untuk menyelesaikan persoalan interferensi frekuensi
dengan frekuensi televisi milik negara jiran khususnya di
wilayah-wilayah terluar.
Pemerintah sendiri telah merencanakan periode simulcast, yaitu masa
transisi di mana siaran analog dan digital akan dioperasikan bersamaan.
Hal itu untuk memberi waktu kesiapan bagi ekosistem pertelevisian
Indonesia dalam menyediakan infrastruktur penyiaran digital tersebut.
Di era analog, penyediaan infrastruktur dan program siaran dilakukan
satu lembaga penyiaran untuk menayangkan satu program. Di era digital
dengan teknologi terkini DVB-T2, penyediaan infrastruktur oleh satu
lembaga penyiaran bisa menyalurkan sampai dengan 12 program siaran.
Saat ini, TV analog untuk bisa menerima siaran digital memerlukan alat bantu penerimaan set top box.
0 comments:
Post a Comment