Puluhan anak berlarian menenteng buku yang baru dipilih dari rak kaca
mobil baca. Secara berkelompok, mereka mencari tempat paling nyaman
untuk membuka buku di tangannya itu.
Satu anak hanya boleh mengambil dua buku kesukaan, tetapi setelah
dikembalikan dibolehkan memilih buku lain. Beberapa kali anak-anak
diminta tertib dan memperlakukan buku secara baik, maklum namanya
anak-anak.
Di atas alas karpet hijau, anak-anak membuka bukunya sambil
berdiskusi dengan teman sebayanya. Beberapa orang dewasa menunggu di
sampingnya, sambil sesekali ikut nimbrung dalam pembicaraan. Gubuk
berukuran sekitar 4 Meter X 5 Meter itu dipenuhi anak-anak bergerombol
yang asyik dengan bukunya masing-masing.
Sebenarnya disediakan tiga meja, fasilitas dari mobil Kamis Membaca (KaCa) dari Universitas Muhammadiyah Malang
(UMM) yang saat itu berkunjung ke gubuk baca. Tetapi anak-anak
nampaknya lebih asyik duduk lesehan beralas karpet. Sementara meja
tersebut lebih banyak digunakan para orang tua pengantar yang sebagian
juga turut nimbrung membaca buku.
Gubuk tempat anak-anak membaca itu pun sejatinya sebuah gudang
bengkel. Tetapi setiap kali dibutuhkan untuk kegiatan, barang-barangnya
cukup dipinggirkan saja.
Pemuda kampung setempat yang sering nongkrong di bengkel secara
cekatan akan menyiapkan lokasi menjelang kegiatan. Mereka adalah para
pemuda penggagas gubuk baca yang kemudian diberi nama Gubuk Baca Trail.
Nama Gubuk Baca Trail diambil dari mimpi mencetak anak-anak dampingan
di situ menjadi atlet trail sepeda BMX. Selain para pemuda-pemuda itu
sebagian memiliki hobi trail.
"Kami mulai bergerak dari bakat minat. Ada lahan untuk sirkuit BMX,
jadi harapan ke depan semoga suatu saat ada adik adik yang bisa menjadi
atlit sepeda BMX," kata Dony Windiarto, pendamping Gubuk Baca Trail.
Sebanyak 22 Gubuk Baca tersebar di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang
dan berjejaring dalam rangka menghidupkan dan mengembangkan pendidikan
literasi.
Punya Presiden Republik Gubuk Baca
Adalah Fachrul Alamsyah penggagas Republik Gubuk Baca yang
kemudian oleh komunitasnya dipanggil Presiden Republik Gubuk. Awalnya
Irul, demikian biasa dipanggil, mendirikan Gubuk Baca Lentera Negeri,
sebelum kemudian berjejaring dan pendampingan membangun gubuk baca lain.
Sebanyak 22 gubuk baca Berjejaring dan setiap gubuk baca memiliki
base berbeda, seperti Gubuk Baca Anak Alam, Gubuk Baca Pentongan Mindi,
Gubuk Baca Kampung Texas, Gubuk Panji, Gubuk Kampung Treteg, Gubuk Sufi
dan lain lain.
Gubuk baca tersebut merupakan inisiatif para pemuda setempat berikut
latar belakang masing-masing. Sehingga memang selalu terwadahi dalam
dunia masing-masing.
"Ini menjadi pintu gerbang pemberdayaan masyarakat lewat gerakan
literasi melalui gerakan gubuk baca. Konsepnya pemberdayaan. Masyarakat
yang menjadi pelaku pergerakan, agen perubahan di kampung-kampung. Jadi
tidak hanya literasi tentang membaca, akhirnya gubuk baca ini menjadi
titik pintu gerbang perubahan lingkungan, budaya keagamaan, pendidikan
seni dan sebagainya," kata Fachrul Alamsyah.
Preman Mengajar
Uniknya, Republik Gubuk memiliki program bersama yang disebut
dengan Preman Mengajar. Karena memang hampir semua gubuk baca
penggeraknya adalah para preman kampung yang jumlahnya mencapai hampir
seratus orang.
Latar belakang kehidupan bermacam-macam dan kelam, kendati tidak menyurutkan untuk berkembang bersama-sama masyarakat.
"Macam-macam, ada yang dulu dari penampilannya gondrong bertato,
pemabuk, peminum, suka tawuran, pernah kerja di hiburan malam, suka
berkelahi. Dalam tanda petik, mereka Preman Kampung yang energinya besar
banget, militansi, loyalitas dan solidaritasnya kuat banget. Potensi
besar kalau diarahkan ke positif," katanya.
Lewat Republik Gubuk Baca kemampuan para preman kampung tersebut
diidentifikasi dan disalurkan sesuai dengan bakat dan minat. Sehingga
kegiatannya terbentuk lebih banyak dari dasar kemampuan masing-masing
pendamping.
"Hampir semua penggeraknya preman kampung, pemuda yang energinya
berlebih. Mereka dulunya di kampung tidak dipandang, akhirnya sekarang
mengasuh adik-adik di gubuk baca, akhirnya mendampingi belajar,
bimbingan belajar, ngaji, kemudian kita kumpulnya dalam wadah Preman
Mengajar," kisahnya.
Mereka berkeliling ke gubuk-gubuk mendampingi belajar adik-adiknya,
bahkan mengajar di beberapa sekolah tentang pengenalan seni budaya
topeng Malangan. Dicontohkan, seorang pendamping mempunyai bakat seni
kuat, yang dulunya tukang tato dan punya kemampuan mengukir. Kemudian
diarahkan menjadi seorang pengukir topeng Malangan.
"Saat ini pun sudah menjadi guru bagi teman-temannya, bahkan
melahirkan pengrajin dan penari topeng yang mengajar tari topeng ke
sejumlah sekolah swasta. Sehingga kampanye literasi kita tidak hanya
lewat buku, tetapi juga gerakan-gerakan yang dibutuhkan masyarakat,"
katanya.
Kata Irul, bukan proses yang mudah untuk melibatkan para preman
kampung untuk menjadi pendamping. Banyak stereotipe yang melekat,
sehingga masyarakat tidak mudah menerima peran mereka.
"Responsnya dulu macam-macam, pernah ke sebuah desa malah kita
ditolak, dipikir jualan pil koplo. Pustaka keliling dicurigai mau
menculik anak, tapi sekarang setelah berjalan beberapa tahun akhirnya
masyarakat bisa menerima," kisahnya.
"Tanggapannya, kalau dulu negatif, karena tatoan, gondrong-gondrong,
alhamdulillah sekarang mereka sudah bisa menerima, Sudah bukan
bungkusnya lagi tetapi melihat kemampuannya. Ini yang kita anggap luar
biasa," sambungnya.
Gerakan ini pun kata Irul, akhirnya mempunyai muara program yakni
untuk anak-anak, pemuda dan masyarakat. Anak-anak jelas sebagai objek
yang didampingi, sementara pemuda pengasuhnya yang memiliki passion
macam-macam, dari seni musik, budaya dan olahraga harus tergali dan
bermanfaat.
Begitupun masyarakat, menjadi kunci bagi partisipan terhadap jalannya
kegiatan. Masyarakat yang peduli baik dari pondok pesantren, sekolah
atau pun perorangan menjadi kekuatan bagi pergerakan gubuk baca.
"Hasilnya lumayan lah, mereka sudah menjadi guru dan seminggu sekali
sudah mau pakai baju lengan panjang, saat mengajar," katanya tertawa
lempas.
Gandeng Kampus dan Pesantren
Gubuk Baca menjadi elemen yang terbuka dalam menerima pengaruh
positif dari luar, terutama untuk tujuan pemberdayaan dan pendidikan
masyarakat. Termasuk yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Malang
(UMM) lewat mobil KaCa (Kamis Membaca).
"Kami berharap kampus, seperti UMM ini bisa berkolaborasi dengan
kami. Kehadiran mobil pintar ini akan menambah kepercayaan masyarakat
pada gerakan yang diinisiasi teman kampung. Karena masyarakat akan
berpandangan, ternyata anak-anak bisa mendatangkan kampus, mahasiswa,
itu penting banget," jelasnya.
Selain itu juga berkolaborasi dengan pondok pesantren yang memiliki
lembaga pendidikan. Lewat kegiatan ekstrakulikuler atau kegiatan pondok
lainnya, memberi kesempatan para Preman Kampung itu berbagi pengalaman.
"Ada sekolah Madrasah Aliyah (SMA) yang bisa menerima teman-teman,
meskipun gondrong tetapi menjadi guru penari topeng untuk siswanya.
Sekarang ngajar tari untuk para santri," sambungnya.
Setiap kegiatan bergerak dengan fasilitas yang serba apa adanya
tetapi harus dilandasi sebuah tekad yang kuat. Fasilitas memang bukan
sesuatu yang tidak penting, tetapi bukan penghalang yang membuat mereka
akhirnya tidak berbuat apa-apa
0 comments:
Post a Comment