Masyarakat
sontak, dibuat kaget setengah mati lagi oleh para elit. Sebab, kemunculan
produk hukum ini memicu banyak kontroversi. Sebut saja langsung namanya,
Omnibus Law, sebuah konsep hukum perundang-undangan yang dikatakan mampu
menyederhanakan 42.000 aturan yang saling tumpang tindih.
Apa
yang menimbulkan kritikan terhadap Omnibus Law dari berbagai pihak, tak lain
tak bukan adalah isinya yang sangat berpotensi merusak lingkungan, lantaran
perubahan dari isi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Dimana dokumen
Amdal diintegrasikan ke dalam perizinan berusaha. Dengan kata lain, setiap satu
usaha atau kegiatan, hanya diperbolehkan menerbitkan satu perizinan berusaha
saja.
Revisi
atas Amdal ini, lantas membawa angin segar bagi investor asing yang tertarik
dalam pembangunan infrastruktur listrik. Tidak lupa memberikan kepastian kepada
pihak swasta, bahwasanya mereka akan aman-aman saja berinvestasi di proyek
ketenagalistrikan Indonesia. Sebab, selama ini pihak swasta selalu menemukan
kesulitan ketika berpartisipasi dalam proyek ketenagalistrikan di Indonesia.
Sebagai
contoh PT Bhimasena, dahulu terhambat pembangunan ketenagalistrikannya akibat
Amdal yang belum kunjung rampung. Belum selesainya Amdal mengindikasikan bahwa
proyek infrastruktur kelistrikan yang ditawarkan kepada pihak swasta, tidak
dipersiapkan secara matang
Menurut Triatmanati (2019), terdapat berbagai
faktor yang menyebabkan investor swasta enggan dalam menanamkan dananya ke
proyek pengembangan ketenagalistrikan. Faktor-faktor tersebut ada empat.
Pertama, Pricing Policy Problem,
sebuah penetapan harga komponen infrastrukur listrik di dalam negeri yang cenderung
berubah-ubah, sehingga tidak menarik bagi investor asing.
Kedua, Hight
Cost Economy, tingginya harga dalam suatu sistem listrik yang menyangkut
perencanaan proyek. Ketiga, Inconsistency
Tax System, yakni inkonsistensi di bidang perpajakan yang berkaitan dengan
implementasi regulasi baru. Dan terakhir,
Regulatory Environment Problem, mengenai peraturan yang menciptakan
ketidakpastian pendirian proyek ketenagalistrikan sehingga menghasilkan regulatory risk yang besar.
Maka
revisi Amdal dalam Omnibus Law, tentu mendorong perubahan dalam proyek
ketenagalistrikan yang selalu mengalami gonjang-ganjing. Bayangkan saja
bagaimana nasib proyek ketenagalistrikan dengan kehadiran Amdal yang baru.
Sudah pasti target ambisius pemerintah dalam membangun pembangkit listrik
35.000 MW bisa dicapai dengan mudah.
Pihak
swasta diprediksikan akan menaruh dana triliyunan ke dalam proyek infrastruktur
yang pasti. Proyek yang tidak rumit, murah, dan berisiko rendah, yang sangat
menguntungkan bagi pihak swasta. Alhasil, target swasta dalam sektor
ketenagalistrikan Indonesia sebesar 20.000 MW dapat diperoleh dalam waktu dekat.
Sebagaimana
yang kita tahu, kuantitas dan kualitas infrastruktur listrik belum merata di
seluruh nusantara. Apalagi untuk wilayah luar jawa yang sangat membutuhkan
infrastruktur listrik. Daerah-daerah tersebut, tingkat elektrifikasinya masih
jauh di bawah 50%. Terdapatnya ketimpangan ketersediaan tenaga listrik yang
tinggi antara Jawa dan luar Jawa, akan mempersulit luar Jawa dalam meraih
tingkat pembangunan yang mendekati Jawa.
Implikasinya,
bantuan dari pihak swasta akan membantu pengembangan wilayah dan pemerataan
akses masyarakat terhadap energi. Sekaligus, mengurangi beban biaya pemerintah
di sektor subsidi energi yang terlampau tinggi.
Bisnis
listrik sendiri sudah menjadi salah satu faktor kunci yang mendorong, memicu
dan menstimulasi investasi, kegiatan bisnis, dan berbagai kegiatan
sosial-ekonomi lainnya. Dengan kata lain, jumlah infrastruktur listrik yang
mencukupi, dapat memperbaiki lingkungan bisnis nasional agar lebih kondusif.
Di
samping itu, investasi bidang kelistrikan memberikan kontribusi yang signifikan
pada pertumbuhan ekonomi. Terbukti dengan tersedianya begitu banyak lapangan
kerja, yang dapat menyerap tenaga kerja yang begitu masif di Indonesia. Secara
tidak langsung, kesejahteraan rakyat Indonesia bakal terjamin di tangan Amdal
yang baru.
Tugas
berat pemerintah tinggal bagaimana mensosialisasikan kelebihan dari efek
Omnibus Law terhadap ketenagalistrikan nasional. Diperlukan kerja sama yang
baik di antara pemerintah dan masyarakat, agar dapat mengurangi gesekan yang
selama ini berujung pada konflik berkepanjangan. Dalam praktiknya, masyarakat
wajib pula dilibatkan dari proses pembuatan perizinan hingga ke tahap keberlanjutan
proyek pembangkit ketenagalistrikan. Tak lupa juga, melakukan evaluasi berkala
secara teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan politik.
Nama: Habibah Auni
Instansi: Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada
Atribusi: Kepala Departemen Pendidikan Perhimpunan Mahasiswa Cendekia; Penulis 65 Opini Media Massa; Penulis Buku "Menyelami Jejak Warta Nusantara"
Alamat: Pogung Kidul no.15 A, Sleman, Yogyakarta
Domisili asal: Tangerang Selatan, Banten
Nomor Handphone: 082223248310
Akun media sosial: habibah_auni (Instagram), @carbink98 (Line)
Nomor Handphone: 082223248310
Akun media sosial: habibah_auni (Instagram), @carbink98 (Line)
0 comments:
Post a Comment