JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa perubahan
dalam manajemen pembangunan pertanian harus dilakukan agar dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat membuka The 2nd Asian
Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 dan Musyawarah Nasional
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Istana Negara, Jakarta,
Kamis (12/3).
“Sektor pertanian ini memberikan kontribusi yang besar bagi
pembangunan ekonomi, baik dalam kontribusi ekspornya maupun kontribusi
meningkatkan pendapatan masyarakat,” kata Presiden Jokowi.
Dijelaskan, sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyediaan pangan dan functional food yang
sangat penting bagi sebuah bangsa, karena dari panganlah dapat
mendorong tingkat kesehatan yang lebih baik, sehingga mampu
meningkatkan produktivitas bangsa dan negara.
Karena itu, Presiden mengatakan pekerjaan yang berkaitan dengan
pangan, pertanian harus betul-betul dilihat dari hulu sampai hilir.
“Tidak bisa kita hanya melihat hulu atau hilir atau mengurus hulunya
tidak mengurus hilirnya,” ucap Presiden.
Presiden menuturkan, dengan luas daratan yang ada, Indonesia
sesungguhnya masih memiliki lahan dan ruang yang amat besar bagi
peningkatan sektor pertanian. Apalagi, semua itu juga didukung dengan
kesiapan baik dari sisi infrastruktur pertanian serta edukasi dan
kesediaan bibit yang tepat dan unggul. “Inilah saya kira fungsi-fungsi
HKTI dalam menyelesaikan persoalan-persoalan seperti itu,” ujar
Presiden.
Selain itu, sektor pertanian juga harus pandai melihat peluang dan
ceruk pasar yang sebenarnya cukup besar, namun jarang tersentuh.
Misalnya, terkait pertanian khusus komoditas buah tropis yang memiliki
permintaan dalam jumlah besar dari mancanegara yakni manggis dan durian.
“Permintaan yang datang ke saya misalnya manggis. Ada salah satu, salah dualah ngurus manggis. Permintaan banyak, tapi barang enggak ada. Banyak sekali permintaan dari Timur Tengah, Eropa, Tiongkok, tapi barangnya enggak ada. Mestinya kan ada,” tutur Presiden.
Presiden pun minta hal ini bisa ditangkap oleh HKTI. “Satu, dua (dari HKTI) yang memiliki kebun manggis, ya enggak usah banyak-banyak 100 ribu hektare, tapi lima ribu hektare manggis. Minta lahan segitu kan mudah, enggak sulit, asal jangan di Jawa masih banyak lahan kita,” ungkapnya.
Peluang Pasar
Sementara itu, untuk durian permintaan dari Tiongkok juga sangat besar sekali. Tetapi, lagi-lagi kita tidak bisa supply dengan
kualitas yang diinginkan oleh Tiongkok. Begitu juga dengan
rempah-rempah dan tanaman herbal yang banyak dimiliki Indonesia.
“Ada juga yang namanya herbal, Empon-empon, hati-hati sekarang ini
harganya naik. Sampai lima kali lipat, empat kali lipat, jahe merah,
temulawak, kunyit. Biasanya saya cari itu mudah, karena ada korona, saya
minum pagi, siang, dan malam. Itu yang menyebabkan mungkin naik ya
diminum tiga kali,” katanya.
Presiden menambahkan, selama ini sektor pertanian cenderung menanam
sejumlah komoditas yang tak banyak berubah sejak puluhan tahun. Sebab
itu, dibutuhkan keberanian untuk mengupayakan hal-hal baru dengan model
pengembangan yang tepat disertai dengan manajemen kualitas yang baik
untuk menangkap peluang pasar yang besar.
Pemerintah sendiri memberikan dukungan yang cukup besar bagi para
pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah untuk mengembangkan usaha
pertanian. Untuk tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran
Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus sektor pertanian sebesar 50 triliun
rupiah.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pangan UGM, Dwijono Hadi
Darwanto, kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto
kian menurun (lihat infografis). Hal ini terjadi karena program pembangunan pertanian hanya mengulang dari menteri sebelumnya.
Program banyak yang normatif bukan berfokus pada eksekusi di
lapangan yang langsung bisa dirasakan petani dan bisa berdampak secara
luas.
“Bahaya dari hal ini adalah apatisme petani, apatis pada program
pemerintah, sekaligus apatis pada masa depan pertanian. Di tanaman
kedelai sudah terjadi petani sudah enggan bertanam kedelai, tinggal
tunggu waktu enggan bertanam komoditas pangan lainnya dan tanahnya
dijual untuk perumahan,” papar Dwijono.
0 comments:
Post a Comment