![]() |
Oleh: Khatib Mansur
|
Pada malam jelang hari pertama Bulan Suci Ramadan 1441 Hijriah, saya
duduk di teras rumah. Daun jendela sengaja saya buka, agar ada semilir
angin malam masuk. Malam itu sepi. Tanpa sengaja mata saya tertuju pada
jam dinding dan di bawah jam dinding itu ada foto berfigura ukuran 40×50
cm, gambar Presiden H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sedang bersalaman
dengan tokoh-tokoh Banten di Bina Gerha, Jakarta, (18/7/2000), saat
kunjungan silaturahmi tokoh-tokoh masyarakat Banten, dalam rangkaian
Perjuangan Pembentukan Provinsi Banten.
Detak jarum jam malam itu baru menunjukkan waktu tepat pukul 21.00
WIB. Suasana malam itu belum terlalu larut, tetapi sudah sepi. Sesekali
angin malam menerpa lembut. Kopi dalam gelas baru separuh habis, namun
kretek Sin masih berada di antara jari-jari tangan yang baru saya sulut.
Perlahan-lahan malam itu semakin larut. Seakan-akan semuanya terlelap
dalam tidur. Lalu saya merenung.
Terlintas dalam pikiran. Saya membayangkan berita tadi siang, Kamis
(23/4/2020), yang “meledak” di tengah matahari cerah siang itu. Berita
online yang saya baca berjudul: “Akibat Putusan Koboi WH, Terjadi
Penarikan Uang Besar-besaran di Bank Banten”. Lalu, pikiran saya terbang
membayangkan sejarah Bank Banten dulu, karena Bank Banten yang dibentuk
atas dasar aspirasi rakyat Banten yang dituangkan dalam Perda Nomor:
4/2012 tentang RPJMD (2012-2017) tidak lepas dari semangatnya membangun
Banten untuk kesejahteraan rakyat.
Meskipun secara fisik monumen Bank Banten sudah tidak ada, namun
sejarah masih bicara itu. Sama nilainya dengan pendirian monumen
perjuangan para Pahlawan Nasional di Surabaya (10/11/1952) – sebagai
upaya merawat semangat patriotisme dalam mengisi pembangunan nasional
bangsa Indonesia – Presiden Soekarno berharap, agar monumen tersebut
terus bercerita kepada anak-anak kita, kepada semua angkatan yang masih
akan lahir di bumi Indonesia.
“Tiap-tiap orang yang melewati monumen pahlawan itu akan berhenti
sejenak dan merasa terharu hatinya, merasa jantungnya berdenyut lebih
cepat, dan darahnya mengalir lebih deras, karena ingat perjuangan para
pahlawan kemerdekaan masa lalu, membangkitkan kembali semangat pahlawan
bangsa Indonesia secara massal, setelah berabad-abad lamanya terpendam,
bersembunyi di dalam debunya sejarah”, katanya.
Sebagai perbandingan dari semangat itu, pada permulaan revolusi
Amerika Serikat, Patrick Henry berseru: Is life so dear, or peace so
sweet, as to be purchased at the price of chains and slavery? Forbid it
Almighty God! I know not what course others may take, but as for me,
give me liberty or give me death! (Apakah hidup demikian tinggi nilainya
dan damai demikian manisnya, sehingga layak dibeli dengan rantai dan
perhambaan sebagai harganya? Ya…Tuhan Yang Maha Kuasa, hindarkanlah itu!
Aku tak tahu apa yang akan diperbuat oleh orang-orang lain, tetapi
bagiku sendiri, berilah aku kemerdekaan atau berilah aku mati!).
Perjuangan di era Reformasi (1999-2000), Provinsi Banten terbentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten,
yang ditandatangani oleh Presiden H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 17
Oktober 2000 dan masuk dalam Lembaran Negara Nomor: 182. Setelah itu,
Pemerintahan Provinsi Banten diresmikan pada 18 November 2000, bersamaan
dengan pelantikan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Drs H Hakamuddin
Djamal, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 286/M/2000.
Peresmian Provinsi Banten dan Pelantikan Pj Gubernur Banten tersebut,
dilaksanakan oleh Mendagri Suryadi Soedirdja di Alun-alun sebelah Barat
Kabupaten Serang (kini, Kota Serang).
Dua tahun kemudian, untuk memantapkan visi ke depan, Pemda Provinsi
Banten membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Makna
Lambang sebagai moto juang pemangunan Provinsi Banten dengan roh iman
takwa. Filsafat pembangunan Pemprov Banten ini hendaknya dikembalikan
pada konsep triangle, yaitu filsafat Tuhan-manusia-alam yang saling
menguatkan eksistensinya masing-masing, namun Tuhan terletak di puncak
segalanya.
Judul tulisan tersebut di atas, saya mencoba menelaah kembali untuk
mengukur seberapa besar dan seberapa lurusnya menjabarkan nilai-nilai
luhur itu dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Banten, sebagai berkah
dari cita-cita dan ide besar mengisi pembangunan Provinsi Banten, karena
dari aspek ekonomi Banten punya potensi besar, namun belum tergali
secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat Banten.
Dalam perjalanan mengisi pembangunan Provinsi Banten, untuk menunjang
gairah usaha bagi masyarakat Banten, pada 2012, Pemprov Banten
mendirikan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Provinsi Banten, berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017.
Dalam misi kelima RPJMD (angka 29) disebutkan, bahwa meningkatkan rasio
kemandirian ekonomi masyarakat Banten dapat dilakukan melalui
pembentukan Bank Banten. Untuk memperkuat dukungan atas rencana
pembentukan Bank Banten, diterbitkan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Penambahan Penyertaan Modal Saham PT Banten Global Development (BGD)
untuk pembentukan Bank Pembanguan Daerah (disebutlah: Bank Banten).
Bank Banten inilah salah satu amanah dalam mengisi pembangunan
Provinsi Banten, karena upaya tersebut, diharapkan ke depannya rakyat
Banten dapat hidup sejahtera dengan fasilitas bunga kredit rendah,
memacu etos kerja, bersaing dalam mewujudkan kemandirian kewirausahaan,
kreatif, dan inovatif dalam spirit iman takwa.
Dalam kemandirian harta bagi masyarakat Banten, akan semakin
berlipat-lipat berkah dari rezeki usahanya, sebagaimana janji Allah SWT
dalam firman-Nya: “Perumpanaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji.
Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 126).
Peran jurnalistik
Oleh karena Pemprov Banten ini sudah “mematenkan” semangat iman
takwa, maka untuk mengukurnya harus diurut dari sejarah perjalanan
asal-usul lahirnya roh iman takwa itu sendiri, yakni diutusnya Nabi
Muhammad SAW, di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak: “Innamaa
bu’its-tu li utammima makaarimal akhlaq” (Sesungguhnya aku diutus oleh
Allah SWT, untuk menyempurnakan akhlak). Selain itu, Allah SWT sudah
mendeklarasikan, bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan di muka
bumi ini.
Wahyu yang mula-mula disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah
tentang budaya literasi, sebagai motor penggerak akal pikiran manusia
diberikan satu kelebihan dibanding dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Itulah yang disebut akal pikiran yang menjadi modal utama. Dari
perjalanan hidup primitif, nomadik (berpindah-pindah tempat, karena mata
pencarian manusia zaman purba masih berburu), konservatif hingga
beranjak ke tingkat kebudayaan modern saat ini dengan melewati berbagai
zaman dan berbilang abad.
Sebelum Nabi Muhammad SAW, diutus di muka bumi dinamika politik di
penjuru dunia tergolong rusak, mirip dengan perilaku binatang, yang
berkuasa menindas yang lemah, sewenang-wenang dan berdarah-darah, karena
akal pikiran manusia masih ditutupi kabut jahiliyah (kebodohan). Dalam
kondisi politik yang kacau dan tak berperikemanusiaan itulah asal-usul
Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, pada usia 40 tahun (awal
kenabian).
Sebagai gambaran atau potret masyarakat zaman tua itu, berkaca pada
abad V Masehi, sudah ada kerajaan besar, yakni kerajaan Romawi Timur
yang terletak di antara Laut Andalusia (Spanyol) di sebelah Barat, yang
batas-batasnya, antara lain sebelah Timur pinggir sungai Dajlah, sebelah
Utara sampai ke Negeri Tatar, dan sebelah Selatan sampai ke Ethiopia
(Habsyi).
Kerajaan Romawi Timur itu mencapai puncaknya sesudah lepas dari zaman
Constantin Agung dengan seorang Raja Justinianus (522-565 Masehi), yang
berkuasa selama 37 tahun. Raja itu bercita-cita hendak menghidupkan
kembali kebesaran Romawi yang lama. Oleh sebab itu, diutusnya
pahlawan-pahlawan angkatan perangnya yang gagah perkasa menaklukkan
negeri-negeri yang jauh di belahan bumi ini, ditaklukkannya Afrika Utara
sampai Spanyol sesudah perang selama 20 tahun lamanya. Tercatat lebih
dari 40 negeri yang telah ditaklukkan oleh Raja Justinianus ini dan 930
daerah yang subur makmur jatuh dalam kuasanya.
Di tiap-tiap negeri yang sudah takluk itu disuruhnya memajukan bidang
pertanian, pertukangan, dan beraneka usaha kerajinan (ekonomi kreatif).
Setelah itu dikeluarkanlah berbagai peraturan untuk mengatur negeri,
dibangun tempat-tempat ibadah, istana-istana, sarana lainnya. Selain
sukses menaklukkan wilayah Barat dan Timur, kemudian memperluas
wilayahnya sampai ke Iran (Parsi). Karena kerakusan raja itulah sering
terjadi bentrok dan peperangan, membunuh jutaan orang penduduk negeri
yang menolak adanya pejajahan.
Namun, peperangan yang tiada henti-hentinya itu menyebabkan kerajaan
Romawi Timur (Bizantium) lama kelamaan menjadi lemah dan akhirnya
mengalami kemunduran (sympton of decline). Apalagi setelah Raja
Justinianus mangkat, kelemahan itu tak dapat ditahan-tahan lagi.
Kekuasaan Romawi Timur diserahkan kepada anak saudaranya, Justinianus
II. Silih berganti kekuasaan terus terjadi. Muncul raja generasi
berikutnya, Tibarius, dan setelah itu diganti oleh Marius dan diganti
lagi oleh Focas sebagai raja berikutnya.
Akan tetapi, Raja Focas dibenci oleh rakyat kerajaan itu, bahkan
dianggap percuma jadi raja, karena Raja Focas itu ternyata dungu, tidak
mengerti mengurus negara, tata kelola pemerintahan kacau, hukum tak
ditegakkan, sewenang-wenang, dan lain sebagainya, sehinggga rakyat hidup
dalam kecemasan dan kesengsaraan, muncul rasa benci terhadap Raja
Focas, karena dia menjadi seorang raja, tetapi tidak menguasai
permasalahan rakyatnya, bahkan sudah sangat memalukan, karena kebohongan
dirinya dan pemerintahan yang dia pimpin.
Rakyat kerajaan Romawi Timur itu sangat berharap, semoga muncul
seorang raja yang dapat melepaskan mereka dari pemerintahan raja yang
dungu. Terdengar kabar, bahwa ada seorang gubernur yang memerintah di
Afrika, namanya Hiraclius (Hilaqlu), memiliki kecerdasan luar biasa.
Penduduk Constantinopel mengharapkan, dia pulang untuk melepaskan negeri
dari pimpinan raja yang tidak berpengetahuan itu. Hiraclius mengabulkan
permintaan mereka, kemudian dia datang dengan iring-iringan armada
pengawalan memasuki Kota Constantinopel.
Dasar sial! Raja Focas yang sudah disingkirkan dari kerajaan Romawi
Timur itu, dibunuhnya dan Hiraclius duduk di dalam singgasana kerajaan
Romawi Timur pada 610 Masehi. Pada masa Pemerintahan Hiraclius juga
kacau, karena nilai kemanusiaan sudah terjerumus dalam jurang
kebinatangan, tanpa aturan dan jauh dari tuntunan agama, mirip dalam
kehidupan binatang di hutan rimba, penindasan terhadap rakyat semakin
menjadi-jadi, berdarah-darah hampir setiap hari terjadi. Raja Hiraclius
sangat berkuasa di kerajaan Romawi Timur selama 31 tahun (610-641).
Dalam kondisi itulah, setelah Muhammad lahir di muka bumi ini
menerima wahyu langsung dari Allah SWT – selama 22 tahun, dua bulan dan
22 hari di tanah tandus kerontang, tanah suci Mekkah Al-Mukaromah,
kemudian hijrah ke Yatsrib (Madinah Al-Munawwaroh, sekarang) – untuk
mengemban amanah, menata kembali kehidupan politik ummat manusia dengan
berpegang pada ajaran tauhid.
Mukjizat dari ayat itu, metode jurnalistik atau korespondensi mulai
berperan dalam menyampaikan tuntunan Islam sebagai agama rahmatan lil
‘alamin bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Nabi Muhammad SAW
memulai dakwah dengan metode jurnalistik atau koresponsi kepada para
raja di dunia dan pembesar-pembesar bangsa Arab. Dalam metode
jurnalistiknya itu beliau mengajak mereka ke dalam Islam dan kepada
petunjuk Allah SWT, dengan cara yang baik.
Dalam setiap memilih utusan yang akan menjadi message itu, beliau
memilih orang yang pantas, yang mengenal bahasa serta keadaan negeri
yang akan dikunjunginya. Dalam tulisan Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat II
halaman 23 dan As-Suyuti dalam Al-Khashaishul Kubra II halaman 11
menyatakan, bahwa metode jurnalistik yang dilakukan Nabi Muhammad SAW,
termasuk mereka yang diutus ke negeri-negeri yang akan dikunjungi
termasuk mukjizat dari Allah SWT, sehingga semua utusan Rasulullah SAW,
itu dapat berbicara dengan bahasa penduduk negeri tempat raja itu
berada.
Bahkan, dalam Riwayat Bukhari tentang Bab Jihad, dijelaskan biasanya
raja-raja itu tidak akan menerima yang tidak diberi cap/stempel. Untuk
itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh utusannya, agar dibuatkan cap/stempel
dari perak yang bertuliskan Muhammad Rasulullah SAW. Sejumlah raja yang
menerima surat jurnalistik dari Nabi Muhammad SAW tersebut, antara lain
Raja Romawi, Heraclius. Surat itu dititipkan melalui Dihya Al-Kalbi dan
diteruskan ke penguasa Basra untuk disampaikan kepada Raja Hiraclius.
Isi surat/korespondensi Nabi kepada Raja Hiraclius mengajak masuk
kepada jalan yang lurus, agar selamat dunia akhirat, karena ajaran Islam
mengajar tauhid (ke-Esaan Tuhan). Demikian juga surat kepada Raja
Persia, Ebrewiz, kepada Raja Ethiopia, Najasyi, dan kepada Raja Mesir,
Maqauqis.
Jasa dan keberhasilan Nabi Muhammad SAW terhadap manusia dan
kemanusiaan dari metode jurnalistik, antara lain: Pertama, ajaran
akidah, ketauhidan yang tinggi dan murni, yang amat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan dan kekuasaan. Akidah tauhid sudah berhasil
melenyapkan kepercayaan terhadap tuhan-tuhan palsu.
Dengan akidah yang inilah manusia tidak takut terhadap apapun kecuali
terhadap Allah saja. Ia tahu dengan ilmu, yakin, bahwa Allah itu
Tunggal, dan hanya Allah Yang Tunggal itu sajalah yang dapat memberi
mudarat dan manfaat, yang dapat memberi dan menahan. Hanya Dia sajalah
yang dapat memenuhi hajat kebutuhan manusia. (Penulis, Pengurus ICMI Banten)*
0 comments:
Post a Comment