JAKARTA-Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo, berharap pemerintah
melalui penyelenggara pemilu memiliki skenario cadangan penyelenggaraan
Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang. Mengingat, sampai dengan
saat ini masih ada banyak zona merah dan angka penularan Covid-19 yang
terus bertambah.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, Pilkada serentak ini saya khawatir
malah ambyar, terutama dengan daerah-daerah yang (berzona) merah," kata
Ari Nurcahyo, dalam diskusi Syndicate Forum bertema; "Pilkada di Tengah
Pandemi: Mendongkrak Partisipasi Pemilih, Mencegah Pilkada Ambyar", di
Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Dirinya mengingatkan, jika penyelenggara telah memiliki skenario
cadangan terkait penyelenggaran Pilkada, maka akan bisa memengaruhi
seluruh tahapan pelaksanaan Pilkada itu sendiri.
"Ketika penyebaran Covid-19 tidak terkendali, apakah pemerintah punya second skenario? Misalnya, apakah pilkada serentak bisa disesuaikan sesuai klaster wilayah?" ungkapnya.
Dirinya meyakini, jika penyelenggara Pilkada tidak mematangkan
skenario cadangan, maka tingkat partisipasi Pilkada serentak 2020 akan
turun drastis. Tidak hanya itu, Pilkada juga bisa saja malah menimbulkan
masalah baru di bidang pencegahan penularan Covid-19.
"Jangan sampai ketika dipaksakan tanpa protokol kesehatan yang tepat,
kami khawatir tidak hanya partisipasi rendah, namun penyebaran juga
naik," ucapnya.
Di tengah pandemi Covid-19, KPU sendiri telah menargetkan partisipasi
pemilih di Pilkada 2020 sebesar 77,5 persen. Target itu sebenarnya
lebih kecil dibandingkan realisasi partisipasi pemilih pada Pemilu 2019
yang mencapai 81 persen.
Meski sudah dikurangi, target 77,5 persen partisipasi pemilih untuk
Pilkada 2020 di tengah pandemi masih terbilang cukup besar. Apalagi jika
penyelenggara pemilu tidak memiliki skenario yang memadai dalam
mengawal dan mengamankan pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 di tengah
ancaman penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.
Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI),
Delia Wildianti, menjelaskan, partisipasi pemilih memang akan menjadi
salah satu indikator keberhasilan pilkada. Artinya, pemilih akan menjadi
tulang punggung seluruh proses pilkada.
"KPU sudah mengeluarkan peraturan di PKPU Nomor 6 tahun 2020.
Sebenarnya tidak mutlak harus di 9 Desember 2020 apabila nantinya
diperlukan penundaan," kata Delia Wildianti.
Menurutnya, pertaruhan penyelenggara pemilu adalah memberikan jaminan
keamanan dan keselamatan pemilih di Pilkada serentak 2020. Perspektif new normal di Pilkada harus melahirkan penyelenggara pemilu yang bisa lebih berpartisipasi aktif.
"Tahapan paling krusial adalah pada hari H. Kalau asumsi ada
penurunan partisipasi, sangat mungkin terjadi karena Covid-19. Kalau
dalam kondisi tertentu, kalau bercermin dalam perspektif HAM, hak untuk
hidup dan selamat jauh lebih penting ketimbang hak pilih," ungkapnya.
Untuk mendongkrak partisipasi, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Di antaranya menanamkan trust
atau kepercayaan di tengah masyarakat terhadap penyelenggara pilkada
serentak hingga sosialisasi mengenai protokol kesehatan secara masif.
Koordinator Nasional JPPR, Alwan Ola Riantoby, menilai, KPU telah
menargetkan partisipasi dengan angka yang cukup tinggi. Kalau pilkada
tetap dilaksanakan di tengah pandemi, dirinya meyakini target tersebut
akan sulit dicapai.
"Pertama partisipasi akan rendah dan merupakan tantangan bersama, dan
semuanya itu akan mempengaruhi kualitas pilkada. Partisipasi agar tidak
rendah, keamanan dan keselamatan pemilih harus dijamin. Penyelenggara
harus punya kesiapan teknis, sehingga psikis pemilih merasa nyaman,"
kata Alwan.
Menurutnya, komponen partisipasi Pilkada serentak bukan tugas
penyelenggara Pilkada saja. Namun merupakan tugas semua komponen
masyarakat, termasuk partai politik dan civil society."Jangan sampai jumlah positif meningkat, yang disalahkan Pilkada-nya. Masyarakat pemilih penting diberikan pengetahuan dan pendidikan pemilih. Termasuk, pengetahuan pemilih terhadap kandidat," ucapnya.







0 comments:
Post a Comment