![]() |
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi )
telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020, tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi
Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan
Seksual terhadap Anak Pertimbangannya, karena Presiden yakin ini bisa untuk mengatasi kekerasan seksual
terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A Ayat (3)
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
Melansir
The Sun, Senin (4/1/2021), kebiri kimia atau chemical castration
merupakan prosedur medis yang dilakukan untuk menekan dorongan seksual
dan menghentikannya datang kembali. Proses mengebiri dengan kimia
dilakukan menggunakan obat-obatan anafrodisiak. Obat ini sanggup
menurunkan hasrat seksual dan libido dalam jangka waktu minimal selama
tiga sampai lima tahun.
Sejauh ini, penerapan kebiri kimia telah
diuji coba di Swedia, Denmark dan Kanada. Sementara di Skandinavia,
hukuman ini berhasil menekan terjadinya kasus kekerasan seksual dari 40%
menjadi 5% Meski begitu, kebiri kimia masih menjadi kontroversi di banyak negara.
Hukuman ini berbeda dengan kebiri melalui pembedahan yang melibatkan
pengangkatan alat kelamin, dan sterilisasi dalam perawatan secara
berkala.
Kebiri kimia umumnya dilakukan dengan menyuntikkan obat
setiap tiga bulan sekali, dan beberapa obat yang disuntikkan selama
setahun. Beberapa obat yang dipakai untuk kebiri kimia sebenarnya
dipakai juga dalam terapi kanker prostat.
Tetapi proses kebiri
kimia digadang memiliki efek samping yang cukup parah. Pada pria, akan
menyebabkan osteoporosis, penyakit kardiovaskular, depresi, hot flashes, dan anemia
0 comments:
Post a Comment