Munggahan
adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda (dan juga Banten) sebagai
penyambutan datangnya bulan Ramadhan. Munggahan biasanya dilakukan pada
akhir bulan Sya'ban (Ruwah), sekitar satu atau dua hari menjelang bulan
Ramadhan. Bentuk pelaksanaannya bervariasi, di antaranya berkumpul
bersama keluarga dan kerabat, makan bersama (bacakan), saling bermaafan,
ziarah kubur ke makam orangtua atau leluhur, dan berdoa bersama atau
ngariung. Ada juga yang mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, atau
mengamalkan sedekah munggah (sedekah pada sehari menjelang bulan
puasa), dan di sebagian daerah Banten juga ada yang melakukan tradisi
keramas (mandi besar di akhir Ruwah).
Inilah
cara mayoritas kaum muslimin di wilayah Jawa Barat dan Banten lakukan,
jelang Ramadhan tiba. Agenda pra-ramadhan ini menjadi tradisi turun
temurun dan masih banyak ditemui di zaman kini. Tradisi ini mengingatkan
kita akan betapa spesialnya bulan Ramadhan. Laksana seseorang yang lama
tak bersua seorang kekasih nan dicintainya, lalu sebentar lagi akan
bertemu, maka persiapan matang nan agung pun dilakukan menyiapkan momen
perjumpaan spesial itu.
Rasulullah Saw meminta
kepada kita, ummatnya, menjelang kedatangan ramadhan agar mempersiapkan
diri dengan baik dalam menyambut tamu agung ini. _"Telah datang kepadamu
bulan Ramadhan. Bulan keberkahan. Allah mengunjungimu pada bulan ini
dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan doa.
Allah melihat berlomba-lombanya umat karena bulan ini. Dia
membanggakanmu di depan para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada
Allah, hal-hal yang baik dari dirimu.”_ (HR. Ath-Thabrani)
Dari
keterangan hadis ini, dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya beliau
Rasulullah Saw telah mendorong umat Islam seluruhnya agar memantaskan
diri saat memasuki bulan mulia ini. Jangan sampai kita kehilangan
kesempatan emas yang datang hanya setahun sekali. Ummat Islam hendaknya
menunjukkan banyak kebaikan di bulan penuh ampunan ini. Maka
penyambutannya pun terasa khusus bagi sebagian masyarakat di tatar
Sunda.
Ihwal tradisi munggahan, jika ditilik
dari nilai dan filosofinya, betapa luar biasa kandungan atau hikmah
tradisi munggahan. Munggahan berasal dari bahasa Sunda (kata dasar
:unggah) bermakna "naik" atau "naik ke tangga (level) yang lebih tinggi"
sehingga memiliki definisi yakni berusaha naik derajat ke tempat yang
lebih baik atau menaiki tangga yang lebih suci. Lantaran akan memasuki
tangga yang lebih tinggi, orang-orang Sunda dan Banten senantiasa
melakukan tradisi spesial. Semua dalam rangka "tazkiyyatun nafs" atau
penyucian diri agar jejak kaki yang menapaki tangga tiba di tangga
tertinggi dengan lancar, selamat, dan baik.
Kegiatan
yang biasa dilakukan pun sebetulnya punya banyak nilai kearifan. Sebut
saja berkumpul bersama yang terkandung nilai ukhuwah dan silaturrahmi.
Kemudian "bacakan" alias makan bersama terkandung keutamaan infaq
sodaqoh karena saling memberi dan menyiapkan makanan. Lalu jangan lupa
juga dengan tradisi saling bermaafan yang merupakan cermin kebersihan
hati seorang muslim, mengunjungi kediaman orangtua cermin dari "birrul
walidain", ziarah kubur memiliki nilai "zikrul maut", berdoa bersama
alias ngariung merangkum keutamaan bermajelis, serta mandi keramas
menyimbolkan taubatan nasuha, mengguyur seluruh tubuh agar dosa dan noda
dapat dihapuskan sehingga manusia menjadi lebih suci dan bersiap lebih
maksimal saat bersua ramadhan. Itulah kandungan nilai munggahan yang
dapat kita pelajari sebagai kearifan yang luhur.
Ramadhan
yang suci, hendaknya dimasuki dengan badan dan hati yang suci pula.
Seperti sungai yang mengalir, ia hanya akan bersama dan membawa air yang
bening atau jernih dari tempat yang bersih. Sebaliknya selokan atau
got, hanya akan bersama dan membawa air menggenang yang kotor berasal
dari tempat kotor pula. Maka, ramadhan dipersiapkan Allah untuk mereka
yang bersih hatinya, menyucikan dirinya, bertaubat kepada Allah, meminta
maaf dan memaafkan kesalahan orang lain padanya, agar kesucian jiwa itu
dapat dimiliki. Alhasil, Ramadhan pun dihadapi dengan riang dan
gembira.
Marhaban Yaa Ramadhan.
_(Penulis adalah seorang guru di SMPIT Al-Masykar Bina Insani Waringinkurung, Serang, bernama asli Tb. Moh Sholeh.)_
0 comments:
Post a Comment