JAKARTA - Kasus COVID 19 di Indonesia meningkat secara eksponensial dalam beberapa waktu
terakhir. Kondisi ini membuat rumah sakit-rumah sakit penuh, bahkan
beberapa daerah terpaksa mendirikan tenda darurat untuk menampung
pasien.
Untuk menekan kasus COVID-19, pemerintah telah memutuskan
menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM) Darurat.
Kebijakan ini berlaku untuk Pulau Jawa dan Bali mulai 2 sampai 20 Juli
2021.
"Dan Hari ini ada finalisasi kajian untuk kita melihat
karena lonjakan yang sangat tinggi. Kita harapkan selesai karena
diketuai oleh Pak Airlangga Pak Menko untuk memutuskan diberlakukannya
PPKM Darurat," kata Presiden Jokowi di Munas Kadin, Rabu (30/6/2021).
Atas kondisi yang mengkhawatirkan ini, para Guru Besar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) merekomendasikan langkah
penanganan COVID-19 yang melonjak tajam. Langkah ini perlu dilakukan
pemerintah untuk mencegah kolapsnya sistem kesehatan Indonesia.Berikut ini rekomendasi para guru besar FKUI dalam penanganan COVID-19:
1.
Saat ini angka keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) menunjukan
situasi darurat, melebihi 90%. Kasus baru harian sudah menembus angka
20.000 dan pada tanggal 29 Juni 2021 terdapat 228.835 kasus aktif
COVID-19 di Indonesia. Di beberapa fasilitas kesehatan, jumlah pasien
bahkan sudah melebihi kapasitas. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
melaporkan jumlah dokter yang terkonfirmasi positif COVID-19 sudah
melebihi angka 2.100. Hingga 25 Juni 2021, terjadi penambahan kasus
positif sebesar 20.000 kasus setiap harinya dengan tingkat positif tes
berbasis NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) berkisar antara 30-40%.
Lebih lanjut, 401 dokter meninggal duniaakibat COVID-19. Berdasarkan
profesi dan keahlian, kematian tertinggi terjadi di kalangan dokter umum
(226 orang). Sedangkan, spesialisasi dengan angka kematian dokter
spesialis tertinggi akibat COVID-19 adalah obstetri dan ginekologi (27
orang), ilmu penyakit dalam (24 orang), dan ilmu kesehatan anak (18
orang). Selain itu, 315 perawat, 25 tenaga laboratorium, 43 dokter gigi,
15 apoteker, dan 150 bidan juga meninggal dunia akibat COVID-19. Tenaga
kesehatan sudah mengalami kelelahkan akibat menangani pandemi selama 1
tahun lebih yang belum berkesudahan, yang tidak disertai dukungan sistem
yang sesuai untuk memutus rantai penularan di hulu. Oleh karena itu,
penambahan kapasitas tempat tidur di fasilitas kesehatan harus diimbangi
dengan penambahan sumber daya manusia, baik tenaga kesehatan maupun SDM
pendukung yang sesuai dengan beban kerja, serta diimbangi penambahan
sarana prasarana pendukung yang memadai sesuai dengan peruntukan ruang
perawatan isolasi dan ICU.
2. Perbaikan sistem pembayaran insentif untuk rumah sakit, tenaga
kesehatan dan SDM pendukungnya di seluruh tingkat pelayanan kesehatan
(PPK 1 hingga PPK 3) sehingga rumah sakit, tenaga kesehatan dan SDM
pendukungnya mudah untuk mendapatkan hak yang sesuai dan tepat waktu.
Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif juga perludifasilitasi
dengan perawatan isolasi mandiri maupun rumah sakit dengan perawatan
yang sesuai standar.
3. Penerapan PPKM Mikro dan 6M di masyarakat
lebih ketat oleh pemerintah dan seluruh jajarannya hingga di tingkat RT
dan desa. 6M yang dimaksud ialah memakai masker, mencuci tangan dengan
sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi keramaian, mengurangi
mobilitas, dan menghindari makan bersama. Tenaga kesehatan adalah
pertahanan terakhir dalam pandemi COVID-19, sedangkan garda terdepan
dalam penanganan pandemi adalah masyarakat. Bukan sekedar melakukan
himbauan, namunpemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk
memfasilitasi dan mendukung masyarakat untuk dapat menjalankan PPKM
Mikro dan 6M dengan baik. Upaya ini antara lain mengeluarkan regulasi
mengikat yang mengharuskan perkantoran sektor nonesensial mengijinkan
seluruh karyawannya untuk bekerja di rumah, dan membatasi jumlah pekerja
yang bekerja di kantor pada sektor esensial, penundaan ijin semua
kegiatan tatap muka nonesensial yang dapat menimbulkan kerumunan,
penutupan dan penjagaan fasilitas umum, tempat usaha atau hiburan yang
berpotensi menimbulkan kerumunan, mengatur sistem moda transportasi umum
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi antrean di halte atau stasiun
dengan memperhatikan kapasitas sesuai dengan aturan, dan pengawasan
ketat disertai sanksi yang tegas sesuai peraturan yang dijalankan oleh
seluruh aparat penegak hukum (TNI, POLRI, satgas COVID-19, satpol PP,
serta aparat perlindungan masyarakat lain) merata dari tingkat pusat,
daerah hingga desa, dan menyediakan pusat informasi masalah pencegahan
COVID-19 di tingkat kelurahan, yang bisa dihubungi 24 jam.
4.
Menerapkan sistem pelacakan kontak (contact tracing) yang cepat dan
agresif sehingga kasus ditemukan sedini mungkin dan menghindari
penularan lebih jauh. Tidak semua fasilitas kesehatan primer memiliki
tim khusus contact tracing yang siap dan fokus dalam menelusuri kontak
erat dengan cepat dan agresif. Kecepatan penting untuk menghentikan
pergerakan individu kontak erat yang mungkin masih bersosialisasi tanpa
mematuhi prinsip 6M di kesehariannya. Tim tersebut penting dibentuk agar
tenaga kesehatan lainnya juga dapat fokus dalam bidang masing-masing,
seperti pelayanan kesehatan di dalam gedung, vaksinasi COVID-19, dan
imunisasi anak. Agresivitas pelacakan kontak tidak boleh hanya sebatas
penghuni serumah, seperti yang sudah tercantum dalam Buku Saku Pelacakan
Kontak (Contact Tracing) Kasus COVID-19 terbitan Kemenkes RI tahun
2021. Metode penelusuran agresif yang dapat digunakan adalah dengan
menganjurkan pasien terkonfirmasi untuk melihat kembali galeri foto,
media sosial, serta histori atau riwayat pergerakan dan perjalanan yang
tersimpan dalam Google Maps di masing-masing ponsel selama masa
infeksius pasien.
5. Menerapkan sistem pemeriksaan (testing)
COVID-19 yang cepat dan agresif sehingga kasus ditemukan sedini mungkin
dan menghindari penularan lebih jauh sesuai dengan target WHO (minimal 1
per 1.000 rang per minggu) yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia
tanpa terkecuali. Ditemukannya varian COVID-19 delta di beberapa daerah
di Indonesia dengan angka penularannya yang tinggi makin mendorong
perlunya dilakukan sistem tracing dan testing yang masif ini. Target
tracing dan testing yang masif, perlu diturunkan hingga tingkat
Kabupaten dan di monitor dan evaluasi secara ketat oleh pemerintah
pusat. Untuk implementasinya, diperlukan kerjasama pemerintah dan swasta
dalam menyediakan fasilitas pemeriksaan antigen maupun PCR yang memadai
di seluruh daerah di Indonesia dan mempermudah akses masyarakat untuk
melakukan pemeriksaan dengan harga terjangkau (bahkan gratis) dan hasil
yang cepat. Pemeriksaan whole genome sequencing COVID-19 juga perlu
dilakukan di tiap daerah untuk mendeteksi sebaran varian-varian baru
ini.
6. Program percepatan vaksinasi massal di seluruh wilayah Indonesia
dengan cara memperluas populasi target, termasuk populasi anak dan
remaja, serta ibu hamil sesuai rekomendasi organisasi profesi terkait
dan BPOM. Percepatan vaksinasi harus dilakukan untuk meningkatkan target
vaksinasi harian > 2 juta per hari, dengan cara memperluas tempat
layanan vaksinasi, menerapkan sistem layanan cakupan vaksinasi secara
aktif, dengan memanfaatkan seluruh potensi sentra vaksinasi hingga ke
sistem Posyandu di RT/RW/desa. Perlu adanya sanksi tegas bagi populasi
target vaksinasi
COVID-19 yang menolak vaksinasi, contohnya penundaan
pemberian insentif atau dana bantuan sosial, penundaan pemberian gaji
oleh tempat kerja, dan pemberian stiker larangan keluar rumah bagi
penolak vaksinasi. Usaha peningkatan capaian vaksinasi dosis kedua juga
perlu digalakkan.
7. Pemerintah pusat dan daerah hendaknya
menerapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan memberlakukan
karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar di pulau Jawa
atau daerah lain yang berpotensi mengalami kolaps sistem kesehatan
karena ketersediaan tenaga kesehatan yang sangat terbatas, sesuai
analisis tim ahli, selama minimal 14 hari.
0 comments:
Post a Comment