JAKARTA - Biaya operasional yang memberatkan perusahaan jasa penerbangan akibat dampak pandemi Covid-19 menuntut para pemangku kepentingan untuk memikirkan bagaimana menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan.
Desakan penyelamatan Garuda datang dari berbagai pihak, seperti Ekonom Konstitusi, Defiyan Cory dan pengamat penerbangan yang juga mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Chappy Hakim.
Menurut Defiyan, Garuda Indonesia harus diselamatkan karena Garuda adalah harta kekayaan (asset) bangsa dan negara yang tidak hanya bernilai ekonomis, tapi juga kesejarahan yaitu alat perjuangan kemerdekaan bangsa saat kolonialisme Belanda. Apalagi, Garuda Indonesia selama ini adalah moda transportasi yang menghubungkan jalur udara nusantara dari sabang sampai merauke dan simbol perekat persatuan bangsa dan negara.
"Garuda Indonesia selama ini juga digunakan sebagai moda transportasi penunjang perjalanan antar negara yang membawa misi diplomatik, perdamaian, kerja sama ekonomi dan perdagangan dan sarana penting dalam membawa calon jemaah haji Indonesia ke Mekkah,"papar Defiyan.
Menurut dia, sebelumnya pengelolaan Garuda cukup baik dan meraih berbagai penghargaan internasional. Namun, akibat penjualan saham ke publik menyebabkan porsi kepemilikan negara berkurang. Hal itu menyebabkan pengambilan keputusan strategis tidak lagi dominan pemerintah, tetapi banyak beririsan dengan kepentingan pemegang saham lain yang bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan perdagangan terselubung (insider trading) korporasi lain, individu, dan asing.
Sementara itu, Chappy Hakim, dalam tulisannya di kompas.com menilai Garuda sangat penting diselamatkan karena selama ini melayani rute penerbangan pembangunan nasional (RPPN). RPPN tersebut merupakan aset negara karena merupakan "rute basah" yang dapat dikategorikan sebagai Sumber Daya Alam (SDA).
Sebab itu, harus dikuasai negara untuk digunakan semaksimal mungkin demi kesejahteraan rakyat sesuai amanat konstitusi. RPPN jelasnya berpotensi memberikan pemasukan keuangan negara yang sangat signifikan sehingga keuntungannya dapat digunakan negara dalam pengelolaan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat banyak.
Kondisi tersebut berbeda, jika yang menguasai maskapai swasta, manfaatnya hanya akan dinikmati segelintir kalangan saja, terutama investor.
Pembekuan Sementara
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (18/6) membekukan sementara (suspend) perdagangan saham dengan kode perdagangan GIAA sejak sesi I. Kepala Divisi Penilaian Penilaian Perusahaan 2, Vera Florida mengatakan langkah itu dilakukan karena Garuda Indonesia menunda pembayaran jumlah pembagian berkala atas sukuk senilai 500 juta dollar AS yang jatuh tempo pada 3 Juni 2021.
Perusahaan sudah memperpanjang hak grace period selama 14 hari, sehingga jatuh tempo terjadi pada 17 Juni 2021. "Hal tersebut mengindikasikan ada permasalahan pada kelangsungan usaha perusahaan," kata Vera.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan penundaan pembayaran kupon global sukuk karena pertimbangan kondisi perseroan yang terdampak hebat pandemi. Pengumuman sudah disampaikan perseroan melalui Singapore Exchange Announcement serta sistem pelaporan elektronik BEI dan Otoritas Jasa Keuangan.
"Keputusan menunda pembayaran kupon global sukuk ini merupakan langkah berat yang tidak terhindarkan," kata Irfan. Perseroan juga telah menunjuk Guggenheim Securities, LLC sebagai financial advisor untuk mendukung pemulihan kinerja perseroan.







0 comments:
Post a Comment