JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pengawasan sektor jasa keuangan yang lemah berpotensi memunculkan ragam model penipuan yang sangat merugikan masyarakat, seperti skema ponzi, investasi bodong, penipuan investasi, dan sejenisnya.
"Persoalan-persoalan seperti itu juga menjadi tugas kita bersama, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai motornya. Di masa sulit, pengawasan tidak boleh kendur karena pengawasan yang lemah akan membuka celah, membuka peluang, bagi munculnya berbagai modus kejahatan keuangan yang ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat. Hal seperti ini, tidak boleh terjadi lagi," kata Presiden seperti dilansir dari Kominfo.go.id.
Jokowi memandang perlu menerapkan strategi penanganan yang lebih spesifik dan efektif, serta penuh kehati-hatian agar tidak mengganggu upaya-upaya pemulihan yang sedang dilakukan.
Kebijakan dan instrumen pengawasan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu mencegah meluasnya dampak pandemi Covid-19, khususnya terhadap perekonomian dan sektor keuangan.
Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, yang diminta pendapatnya, mengatakan pengawasan jasa keuangan yang lemah sudah pasti menimbulkan berbagai bentuk penipuan. Sebab itu, OJK diminta meningkatkan kualitas dan kuantitas pengawasan sekaligus membantu literasi jasa keuangan pada masyarakat agar terhindar dari penipuan.
"Peringatan Presiden benar. Pengawasan OJK yang lemah dan literasi keuangan masyarakat yang rendah mendorong penipuan. Meskipun OJK punya Satgas, tetapi lebih banyak memantau jasa keuangan yang sudah ada (legal), sedangkan yang ilegal terkadang tidak diketahui keberadaanya sehingga sulit diawasi," kata Imron.
Sementara itu, Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan jika bicara konteks pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan oleh OJK maka apa yang disebutkan oleh Pak Jokowi adalah benar. "OJK harus adaptif terhadap beragam produk keuangan yang baru. Dengan adaptif, OJK bisa mengeluarkan kebijakan pengawasan secara cepat dan tepat yang melindungi tidak hanya masyarakat, tetapi industri keuangan itu sendiri," katanya.
Paling Kacau
Secara terpisah, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, menyatakan sejak kemunculan OJK, sektor keuangan Indonesia justru memasuki babak paling kacau dalam sistem pengawasannya karena lembaga itu tidak menunjukkan peran dan fungsinya sama sekali mengawasi sektor jasa keuangan.
"Kita lihat betapa terjadi korupsi besar-besaran dalam sektor keuangan yang di bawah pengawasan OJK ini. Korupsi paling menonjol di perusahaan asuransi, seperti Bumi Putera dan Jiwasraya," kata Daeng.
"Dana publik di Jiwasraya amblas oleh investasi 'abal-abal'. Kasus korupsi Jiwasraya ini membuktikan bahwa oligarki Indonesia merampok dana publik ini dan OJK menjadi bagian dari seluruh kehancuran itu. Begitu juga Asabri yang dijarah habis-habisan oleh para bandit dan OJK hanya menonton tanpa menegur saat ada investasi 'abal-abal' oleh manajemen," kata Daeng.
Sektor keuangan Indonesia jika dikupas dalam ruang lingkup yang lebih besar tampak sekali berantakan. OJK tidak dapat mengawasi suku bunga yang ditetapkan oleh perbankan.
Dalam era digitalisasi, OJK tidak membangun suatu sistem regulasi yang inklusif dan transparan.






0 comments:
Post a Comment